[H] HIM AND I

189 12 0
                                    

Ada moodboard nih, di mulmed. oh yeah. :D
Sudah ganti judul, sudah diupdate blurb-nya, sudah ganti cover juga.

Btw, terimakasih atas dukungan kalian yang membaca cerita ini. I really appreciate it! Sependek apapun komen kalian, memberi dampak yang besar pada mood saya. So, thank you!

*
Swear we drive each other mad, she be so stubborn
But what the fuck is love with no pain, no suffer

Him and I, G-Eazy ft. Halsey

***
Sudah beberapa saat berlalu semenjak Niga melepaskan ciumannya. Dan aku masih menyisakan sesenggukan kendati air mata sudah habis tak bersisa. Karena tiap tetes kembali bergulir, Niga selalu menghapusnya.

Sesekali ia berkata, "ssst, maaf, jangan nangis lagi" yang tak pernah sungguh-sungguh kujalani. Ia bangkit dari posisinya, yang berada tepat diatasku, duduk di samping tubuhku. Mataku mengikuti tiap geraknya, begitu juga tubuhku yang kemudian ikut berguling miring menghadapnya.

Dalam hati, aku ingin kembali membahas  masalah yang terjadi diantara kami. Namun Niga tiba-tiba berbicara, "mau jalan-jalan?"

"Kemana?" Ujarku yang masih diakhiri dengan sekali senggukan.

"Kemana aja, keliling perumahan juga bisa" jawabnya sembari tangannya menyelipkan rambutku kebelakang telinga.

"Mau?" Tanyanya lagi, kali ini kujawab dengan anggukan kepala saja.

Ada senyuman diwajah Niga, "Aku ambil kunci di kamar dulu." Lalu ia bangkit berdiri dan berjalan menaiki tangga.

Aku bergelung, setelah Niga pergi dingin dikakiku mulai terasa. Kubiarkan keheningan menjarah isi kepalaku, biarkan saja kosong. Karena jika aku berpikir saat ini, yang terpikirkan hanyalah sesuatu yang negatif.

Beberapa menit selama Niga hilang dari pandangan, aku tetap bebaring dan tidak merubah posisi sama sekali. Baru ketika Niga kembali tampak berjalan di tangga, aku bangkit duduk. Jaket berwarna ungu ia sodorkan, itu memang jaket milikku.

"Jaket kamu mana?" Ujarku setelah menerima dari tangannya.

"Udah ada di mobil. Nih" kembali ia sodorkan kepadaku, kali ini adalah ponsel milikku.

Kulihat waktu menunjukkan pukul dua malam. Aku jadi ragu apakah rencana jalan-jalan ini baik atau tidak. "Kamu besok ke RS jam berapa?"

"Cuma jalan-jalan bentar,kok."  Aku mempertimbangkannya sejenak, lalu memberikan usul lain, "nggak usah pakai mobil, jalan disekitar sini aja"

Tampak raut tidak keberatan di wajahnya, lalu kami berjalan keluar rumah melewati pintu garasi karena Niga memerlukan jaket. Seperti dugaan, udara diluar rumah luar biasa dingin. Sehingga aku dan Niga merapatkan jaket masing-masing sampai keleher. Lalu kami mulai berjalan berdampingan.

Jalanan yang sepi namun tidak gelap menyambut kami setelah keluar dari pagar. Tiap lima meter ada tiang lampu yang menerangi jalan. Dan angin malam yang lembab berhembus sedikit kencang. Kulihat Niga menggosok-gosok telapak tangan, lalu aku mengeluarkan tangan kiri dari saku dan meraih tangan kanan Niga. Aku tahu, gestur ini bukan hanya sekedar pereda dingin, namun juga tanda perdamaian. Aku yakin Niga akan paham, ia meremas tanganku. Dari sudut mata, Niga sedang memandang wajahku, namun aku pura-pura fokus pada jalanan didepan. Mengabaikannya. Dan kami terus berjalan dalam keheningan.

"Maaf" ucapku kemudian, setelah berjalan melewati tiga rumah dari rumah kami.

"Itu, yaaa, hanya, yes" Niga tergagap menjawab ungkapan maaf tak terduga dariku.

"Aku juga minta maaf, aku menyembunyikannya dari kamu" tambahnya kemudian.

Aku tersenyum, melihat jalanan yang tampak sedikit mengabur berkat mataku yang membengkak. Sekarang kami sudah melewati rumah keenam dan masih terus berjalan.

"Jangan diulangi, jangan bikin salah paham, dan jangan bikin aku—cemburu" kutundukkan kepala ketika mengucapkan kata yang terakhir. Kurasai aliran darah mendadak berkumpul pada kedua pipi dan telinga. Dengan tangan kanan, kuusap tengkukku sendiri.

Niga menghentikan langkah, otomatis aku juga berhenti mengingat kami sedang bergandengan tangan. Wajahku terangkat ketika Niga menyentuh daguku dan mendorongnya ke atas. Ia pandang mataku,dalam dan lama. Kemudian mengucap, "janji" dengan begitu tenang dan mantap.

"Ah—harusnya kita kembali sekarang. Aku pengen cium kamu" ucapnya setelah matanya bangkit dari mataku. Kutarik lepas gandengan tangan kami, mengejeknya, "mesum!"

"Daripada aku lakuin disini. Abisnya kamu jarang merah gitu wajahnya, imut." Niga tersenyum jahil ketika mengatakan itu. Dih, seumur-umur baru kali ini ada yang mengatakan aku imut. Itu tak membuatku senang, justru bergidik jijik.

"Ih imut apaan!" timpalku.

Dengan sekali gerakan, badan Niga terputar mengahadap arah berlawanan, arah menuju kembali pulang lalu berjalan. Tentu saja aku mengikutinya. Kembali kumasukkan tangan kedalam jaket, tubuhku mengekerut diterpa dinginnya angin malam.

"Niga, maaf soal Duta." Ucapku setelah berjalan agak jauh menjauhi tempat kami berdiri tadi. Niga hanya diam, mengkerudungkan tudung jaketnya ke kepala.

"Aku nggak tahu kamu sudah serius soal perasaan padaku waktu itu. Tapi sekarang sudah beres" lanjutku ketika tidak mendapat respon darinya.

Niga, alih-alih menimpali dialog yang kulempar, justru menarik tudung jaketku, menyelubungkan pada kepalaku.

"Beres." Ucapnya sambil memegang bahuku, membuat langkah kami kembali berhenti sesaat.

"Ari, pokoknya aku nggak ada niat balas dendam ke kamu. Pokoknya kita juga harus beres." Ucapnya serius, menatap mataku.

"Oke. Pokoknya kamu yakin juga sudah beres" balasku dengan tersenyum, berharap tidak kembali menyulut perdebatan.

"Sudah selesai, Ari" ucapnya dengan sedikit nada jengkel. Aku tersenyum lebih lebar.

"Iya-iya, jadi pengen cium, nggak?" tanyaku untuk kabur dari perdebatan yang tampaknya akan muncul jika aku meneruskan.

"Yuk!" Niga tersenyum, menarik tanganku dan kami berjalan cepat kembali ke rumah.

***

Lagu favorit saya akhir-akhir ini ♥. Tolong kasih saya dukungan,dong. Mood sedang drop gara-gara sebuah website, yang duh pengen goodbye. 😥

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HOW I LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang