Boys seem to like the girls
Who laugh at anythingHide Away, Daya
---
"Assalamu'alaikum"
Bunyi sudip ibu yang beradu dengan penggorengan hampir menutupi suara seseorang didepan rumah. Aku sampai menunggu untuk memastikan bahwa benar-benar ada seseorang diluar rumah.
"Assalamu'alaikum"
Menutup buku setelah sebelumnya ku selipkan penanda halaman, aku bergegas membuka pintu. "Wa'alaikumussalam, ya?Oh!"
Terkejut mendapati siapa yang menjadi tamu dan kubukakan pintu. Niagara. Aku memindai dirinya dari atas sampai bawah. Dia menenteng sekantung tas plastik warna putih di tangan kanannya. Aku menebak, dia akan berikan itu. Niagara berdeham menyadarkanku, yah ketahuan lagi memperhatikan dia,ya?
Nggak peduli,sih.
"Ibu ada?" hampir-hampir telingaku sobek mendengar pertanyaannya. Ibu? What!
"Ibu?" ucapku dengan nada sinis yang kusembunyikan dalam senyum.
"Lagi di dapur."
"Aah! Maksud gue-Tante" ternyata kuping dia sehat. Mampu mendengar nada sinis dan maksudnya.
"Ya~ lagi di dapur" jawabku mengulang.
Niagara menggaruk kepalanya dengan tangan yang terbebas dari kantung plastik yang dibawa. Matanya memicing sebelah, khas orang bingung. Aku yang melihat dia bertingkah seperti itu juga bingung. Nah, bego-ku muncul juga. Aku mengikuti gestur Niagara. Menggaruk kepala dengan tangan kanan yang tidak memegang pintu.
Niagara berhenti melakukan gerakan. Begitu juga diriku setelah melihatnya. Wajahnya tampak linglung, begitu juga aku. Lalu aku sadar bahwa aku bego. Menyadari apa yang kulakukan dan Niagara lakukan, rasa menggelitik tiba-tiba muncul di benakku.
Aku jadi tidak bisa menahan kedutan di ujung bibir dan akhirnya tertawa. Niagara juga. Kami sama-sama tertawa sambil seolah berucap 'Ya Tuhan, apa yang kami lakukan?'
Di tengah tawaku, aku sejenak tertegun. Tidak pernah aku senyaman ini mendengar tawa orang lain apalagi tawa Niagara yang notabene dalam status 'orang yang tidak kusuka'. Entah bagaimana aku dapat menyimpulkan kata nyaman untuk menggambarkannya. Yang jelas, rasanya itu seperti ada air yang merembes kedalam dadaku. Sama halnya ketika aku menenggak air setelah seharian berpuasa. Atau menenggak air setelah berolahraga. Entahlah.
Tawaku berhenti saat melihat Genta memasuki gerbang rumah yang terbuka bersama sepeda gunung kesayangan Ayah. Saat aku kembali melihat Niagara, dia juga sedang melihat ke gerbang. Menatap Genta yang terdiam di tempatnya.
Sedetik selanjutnya, Genta kembali menuntun sepeda kedalam garasi. Menghilang dari pandangan kami. Kembali mata kami beradu, mata Niagara tampak ingin menanyakan sesuatu. Aku membalas dengan mengangkat kedua alis, menyilahkannya bertanya. Namun Niagara menggeleng sebelum memulai pertanyaannya.
"Itu Genta habis dari mana?" dia tersenyum setelah bertanya. Wah, kenapa aku ikut tersenyum juga?
"Enggak tau, enggak pamit dia. Tadi berangkatnya pas lagi gerimis dan baru pulang sekarang. Kemana ya kira-kira?" aku mengingat kepergian Genta tadi. Sekitar pukul setengah tiga siang saat aku baru kembali dari toko buku bekas, aku berpapasan dengan Genta di garasi. Dan dia tidak mengatakan apapun, jadi aku juga tidak bertanya. Yang jelas dia tidak membawa apa-apa, hanya pergi menaiki sepeda saja.
Niagara diam saja, aku juga diam menunggu jawabannya. Lho! Aku menyadari sesuatu. Begini, biar aku tanya diriku sendiri. Tadi aku bertanya? Niagara diam, apakah dia sedang memikirkan jawaban? Dan aku juga diam, menunggu jawabannya?
Atau
Tadi aku bertanya? Niagara diam, karena bingung mengapa aku bertanya? Dan aku diam mengira Niagara diam memikirkan jawaban, jadi aku menunggu jawabannya?
Hah! Aku ruwet dengan pikiranku. Bagaimanapun kami tidak akrab dan sesantai seperti ini untuk berbincang dan saling melempar dan menjawab pertanyaan. Bahkan kami cenderung 'saling tidak suka'.
Apa yang kulakukan!
"Mu- mungkin dari warnet, cari info tentang univ?" namun Niagara menjawab juga, tapi malah terdengar menebak. Dan aku mengangguk-angguk mendengarnya.
"I- iya mungkin" aku memiringkan kepala. Membuat rambut yang kucepol tinggi terasa memberati sisi yang kepala yang kumiringkan. Nanti, baru akan kusadari jawaban yang di beri Niagara tadi adalah jawaban yang terdengar rasional padahal tidak.
"Kak! Tamunya disuruh Ibu masuk!" Genta berteriak dari dalam, kutebak dia berada di ruang tengah. Aku menengok kedalam, lalu kembali melihat ke Niagara.
Bahuku terkedik, "masuk"
"Enggak! Eh enggak usah. Mau kasih ini aja, titipan dari Papa" awalnya dia berteriak, lalu memelankan suaranya saat melihatku terkejut. Niagara mengangkat kantung plastik yang di pegangnya sedari tadi. Aku menerima saat dia menyodorkannya.
"Uhm, makasih" hampir aku berucap 'wah!apa ini?' sebelum menyadari bahwa itu terlalu akrab.
"Iya, pulang dulu. Assalamu'alaikum" ucapnya pamit
"Wa'alaikumussalam" baru Niagara berbalik dan melangkah meninggalkan rumahku.
"Eh!" aku akan menutup pintu saat Niagara tiba-tiba berbalik dan setengah berteriak mencegah diriku menutup pintu. Kembali pintu kubuka dan menampakkan diriku keluar dengan raut bertanya.
"Itu-lupa. Tadi mau bilang, we need to talk. Soon." aku mengerutkan kening, heran. Tapi kemudian aku sadar tentang acara perjodohan para orang tua dan aku dan Niagara yang tidak menyetujuinya.
"Kapan?"
"Besok? Bisa?" Niagara kembali bertanya. Aku begitu mudah menganggukkan kepala. Lalu Niagara benar-benar pergi dengan mobilnya.
Aku masuk kedalam rumah. Bersiap menerima pertanyaan Ibu tanpa benar-benar mendengar. Ya, aku bersiap menonton tutorial make up dan mix and match baju di channel youtube kesukaanku. Yang alamat webnya sudah menjadi shortcut di dekstop laptop. Pasti Genta akan berteriak karena koneksi wifi menjadi tersendat.
***
Saya rasa part ini butuh mikir. Kode-kode eh maksudnya banyak kalimat tersirat.
HAHA
-kuti/cuteepen-
18 juni 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
HOW I LOVE YOU
RomanceKisah tentang proses mencintai seseorang yang sebelumnya sangat asing. Ariana, atau akrab dipanggil Ari, sedang patah hati karena hubungannya dengan kekasih kandas. Ia kira hanya butuh beberapa waktu untuknya menyembuhkan diri. Namun sepertinya just...