Pondok pesantren kembali beraktivitas. Setelah menyelesaikan makan sahur bersama, para santri melakukan kegilaan yang telah menjadi rutinitas mereka selama di pondok yaitu tadarusan alquran dan mendengarkan ceramah dari para ustadz.
Udin yang tidak betah berada di dalam masjid itu pun langsung menyelinap keluar.
"untung gue gak ketahuan sama kakek" ucap udin setelah berhasil keluar.
Mentari belum menampakkan diri dengan sempurna, maklum karena hari baru menunjukkan pukul 5 pagi. Udin menanggalkan sayung nya dan menyembunyikan ke semak semak terdekat. Sebelumnya dia sudah memakai celana olah raga.
Tanpa mengenakan sepatu olahraga karena malas harus balik ke rumah, udin memakai sandalnya.
Saat melakukan warming up, udin melihat asep teman sd nya dulu.
"woy sep" sapa udin.
Laki laki kecil tapi tinggi dan membawa setumpuk sayuran di tangannya itu pun menoleh dan kaget melihatnya. Asep menghampiri udin yang cengar cengir.
"u...udin?" tanyanya.
"udan udin, Thomas. Gue Thomas!" kata udin yang gak terima.
"iya sama aja" jawab asep santai.
"ngapain loe disini?" tanya asep.
"lah, seharusnya gue yang tanya sama loe. Ngapain loe disini?" tanya udin.
"gue kan pengurus disini "
" lah, kesambet apa kakek gue sampe bisa loe jadi pengurus nih pesantren?" ucap udin gak terima karena temannya yang udik itu bisa jadi pengurus pesantrennya.
"sialan loe, masih aja suka nge bully. Gak heran gue kalo Ara benci sama loe"jawabnya yang langsung mampu membuat udin deg degan. Nama Ara itu lah yang membuat jantung nya tak karuan.
"a...ara loe bilang?" kata udin tergagap.
"iya kenapa? Udah lupa loe sama dia?" kata asep nyolot.
"e..eng..enggak juga" jawab udin yang masih gagap.
"kenapa loe jadi gagap gitu?"
"gue gagap? Sejak kapan?" tanya udin polos dan bego.
Asep males menanggapi makhluk ajaib di depannya.
"berhubung loe gak ikut tausiyah di dalam masjid, loe gue hukum" kata asep.
"lah, gue kan cucu pemilik pesantren ini. Ogah" tolak udin mentah mentah.
"nih, bawa ini ke dapur" ucap asep yang tidak menghiraukan udin dan langsung meletakkan semua sayuran itu ke tangan udin.
"gak usah pake barbel, ngangkat ini setiap hari otot tangan loe jadi kekar, kaya gue" ucap asep sambil memperlihatkan tangan kecilnya yang tidak ada ototnya sama sekali. Udin merasa ingin muntah saat melihatnya.
"cepetan" ucap asep memerintahnya.
"sialan, sejak kapan loe bisa nyuruh gue?" kata udin kesal.
"sejak sekarang" jawab asep santai.
Udin dengan terpaksa membawa sayuran itu ke dapur yang diikuti asep dari belakang.
"nyesel gue nyapa loe tadi" ucap udin.
"hahahahah biar loe tahu kalo gue bukan asep yang dulu yang selalu mau loe suruh suruh. Sekarang gue gantian yang nyuruh loe" ucap asep yang membuat hati udin mendidih.
"sabar men, semua itu pasti bermanfaat buat loe kok" kata asep sok bijak yang masih membuntuti udin dari belakang. Udin yang mendengarnya hanya memonyongkan bibir nya.
Sesampainya di dapur, tanpa sengaja udin menabrak seseorang hingga orang yang di tabraknya terjatuh.
"woy, kalo jalan lihat lihat dong" umbal seseorang yang jatuh tadi.
"eh maaf mbak sengaja" ucap udin polos lalu memberikan sayuran ke tangan asep yang masih setia di belakang.
"dasar bocah" umpatnya lagi seraya berdiri. Tangan udin mau membantu orang itu namun segera di tepis oleh nya.
"bukan muhrim gembel" umpatnya lagi.
Udin hanya melongo menatap orang yang tadi mengomelinya. Begitu pandangan mereka beradu, orang yang tadi jatuh yang ternyata Ara, ikut ikutan melongo.
"mingkem, ada laler masuk batal batal puasa kalian" kata asep membuat mereka tersadar.
Lalu asep menggeser tubuh udin yang menghalanginya, udin hampir saja bersentuhan dengan Ara jika Ara tidak sigap menyingkir.
"loe ternyata buas juga ya" kata udin setelah tersadar.
Ara yang awalnya belum siap bertemu dengan musuh bebuyutannya itu memompa otaknya untuk berfikir cepat.
"buas buas, emangnya gue anjing"ucap Ara.
"eh puasa, gak boleh mengumpat" ujar udin.
"kata siapa?" tantang Ara.
"kata bapak loe" jawab udin yang gak kalah ngaco nya.
"udah udah, kalian kaya Tom and Jerry aja. Tiap ketemu berantem. Jodoh baru tahu rasa loe" ucap asep.
"eh mulut itu di jaga ya, sebelum di tabok malaikat" ucap Ara yang gak terima kata kata asep.
"ya elah, lelah gue ngadepin loe berdua. Kalian memang hobi banget bikin gue kurus"ucap asep kemudian meninggalkan mereka.
"eh loe mau kemana?" tanya Ara yang gak siap di tinggal berdua bersama udin.
"raib dari hadapan loe pada" ujar asep yang terus berjalan tanpa menghiraukan mereka.
Ara yang mau melangkah ke depan menyusul asep terhenti karena lengannya di tahan oleh udin yang sedari tadi hanya menatapnya.
"gue masih punya urusan sama loe" katanya.
"lepas! Bukan muhrim" ucap Ara ketus. Entah kenapa dia menjadi berani kepada udin dan berlaku galak seperti ini.
"oke, bukan salahku kalau loe bakal gue jadikan muhrim gue" ucap udin santai sambil menyeringai.
Bulu kuduk Ara berdiri, merinding mendengar hal itu di tambah senyuman jahat itu. Dunianya kembali kelam.
"long time no see you, gigi pagar" kata udin.
Ara ingin sekali pingsan sekarang, namun kenapa dia tidak pingsan pingsan? Padahal tubuhnya sudah berkeringat dingin sedari tadi.
Sebenarnya rezeki, maut, jodoh adalah takdir Tuhan. Namun Allah tidak akan merubah suatu kaum yang tidak berusaha untuk merubahnya. Artinya, usaha kita menentukan takdir kita. Memang pertemuan antara kita terjadi begitu saja menurut dengan jalan allah, tapi pertemuan itu akan menjadi sia sia jika tanpa di iringi dengan usaha.
-Thomas Syaifudin-
Selamat berbuka puasa bagi yang berbuka 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Santri Kepleset
Teen FictionAku pernah berjalan di atas bumi yang membawa ku ke dalam jurang kehidupan. Liku likunya membuat ku takut untuk terus ke depan. Lalu hidup untuk apa jika aku harus menyerah di tempat? Bukan kah hidup mengajarkan perjuangan? Maka, sama hal nya den...