Udin mondar mandir di dalam kamarnya, dia tengah berfikir kenapa bisa perempuan itu ada di pesantrennya? Tiba tiba suara ketukan pintu mengagetkannya. Udin segera membuka pintu dan mendapati kakeknya tengah menatapnya dengan heran.
"kenapa kamu mengurung diri lagi di dalam kamar din?" tanya kakek.
"udin baru saja ketemu sama temen udin yang udin yakin dia tidak akan mau berada di pesantren ini. Tapi kenapa dia sekarang berada di sini?" kata udin yang lebih berkata kepada dirinya sendiri.
"Dia siapa udin?" tanya kakek.
"Putri kek, Putri salsabila teman sekolah udin di bandung, kenapa dia ada disini coba? Perempuan bar bar itu mustahil sekali berada di pesantren" ucap udin.
"Putri?" kata kakek sambil berfikir.
"oh Putri anaknya hilman?" kata kakek dan udin hanya mengangguk.
"kakek kenal keluarga nya?"
Kakek mengangguk dan masuk ke kamar udin dan duduk di tapi ranjang.
"sini deh din, duduk dulu" kata kakek menyuruh udin menghampirinya. Udin menurut.
"kakek dulu berteman baik dengan mahmud, kakeknya Putri. Sebelum beliau meninggal kami sempat memiliki rencana untuk menjodohkan anak kami untuk mempererat silaturahmi eh ternyata papa kamu sudah ada calonnya. Kami sebagai orang tua tentu tidak akan melarang keputusan papa kamu untuk menikahi mama kamu. Lalu sudah bertahun tahun kami tidak komunikasi, eh keke mama Putri datang berkunjung dan meminta kakek untuk meneruskan cita cita mahmud untuk menjadi keluarga kita. Keke meminta kakek untuk menjodohkan kamu dengan Putri. Tapi semua kembali ke udin, jika udin bersedia maka kami akan melanjutkan perjodohan ini tapi kalo udin tidak bersedia, kami tidak akan memaksa kamu. Sekarang keputusan di tangan udin. Mama sama papa kamu tidak ingin memaksa kamu" jelas kakek yang sekaligus membuat udin ternganga tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
"tidak usah terburu buru, toh kalian juga masih sekolah. Pikirkan dulu sebelum mengambil keputusan" kata kakek menasihatinya dan meninggalkan udin sendiri untuk memikirkan keputusan apa yang akan ia ambil.
Sekarang ini udin tidak bisa berfikir dengan jernih. Dia memilih untuk tidur karena malam sudah larut. Dan dia tertidur dengan pikiran yang tidak tenang.
###
Ara memasuki rumah nya dengan gontai. Selama ini dia menjaga neneknya dan dia bahagia karena nenek telah sadar dan semakin sehat setelah menjalani operasi transplantasi ginjalnya dan kini Ara memilih untuk pulang dan istirahat di sana. Ara memasuki kamarnya yang sudah di tata rapi oleh orang tua nya. Semua barang nya di Indonesia sudah berada di Amerika semua. Sepertinya, Ara tidak akan bisa kembali lagi ke Indonesia. Entah kenapa dia sangat merindukan suasana disana. Dia merindukan hanun, sinta, umi dan juga udin. Entah kenapa akhir akhir ini Ara sering bermimpi tentang udin. Ara rindu dengan polah tingkah udin yang selalu mengusilinya.
Ara membaringkan tubuh nya ke ranjang nya sambil menatap langit langit kamar.
"langit nya indah ya"
Kaget, Ara menoleh ke samping, namun dia tidak melihat siapapun di kamarnya selain dirinya sendiri. Suara siapa itu? Batin Ara.
"suara itu, aku seperti pernah mendengarnya" ucap Ara pada diri sendiri. Dengan tak sengaja kaki Ara menyenggol sesuatu di bawah. Numpak sebuah kardus usang yang teronggok di bawah karena belum, kardus yang baru saja di terimanya kemaren dari Indonesia.
Ara membuka kardus itu. Dan dia menemukan sebuah gelang berwarna biru laut yang lucu. Ara merasa pernah melihat gelang itu namun dia tidak ingat dimana. Kemudian dia beralih pada kotak kecil yang ada coretan tangannya saat kecil dulu. Coretan ceker ayam namun masih dapat di baca. Tom-Tom, itu yang tertulis di atas kotak kecil itu. Segera ia membuka dan menemukan sebuah foto sewaktu dia kecil dulu. Foto yang di ambil di sekolah taman kanak kanak nya dulu. Foto saat dia sedang makan es krim dan tertawa bersama seorang anak laki laki kecil yang juga makan es krim seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Santri Kepleset
Novela JuvenilAku pernah berjalan di atas bumi yang membawa ku ke dalam jurang kehidupan. Liku likunya membuat ku takut untuk terus ke depan. Lalu hidup untuk apa jika aku harus menyerah di tempat? Bukan kah hidup mengajarkan perjuangan? Maka, sama hal nya den...