Part 18

1.2K 73 0
                                    

Semua orang yang berada di ruang vvip itu nampak cemas, bahkan seorang laki laki yang duduk di kursi rodapun ikut menampakkan raut kekhawatiran.

"kamu harus baik baik saja Putri" ucap nya berulang ulang hingga membuat seorang perempuan yang berdiri tak jauh darinya diam seribu bahasa.

Beberapa dokter yang menangani pasien di dalam pun satu demi satu keluar. Nampak sekali ada dokter saraf, dokter bedah, dan dokter ortopedi turut ke dalam memeriksa.

"bagaimana dok, keadaan Putri saya?" ucap mama Putri dengan cemas.

"secara keseluruhan kondisi fisik ibu Putri sudah membaik. Namun benturan di kepalanya membuat beberapa saraf tidak berfungsi. Saya harap agar kalian semua siap apapun nanti yang akan menimpa pasien Putri. Untuk lebih detail nya nanti dokter Faisal yang akan menjelaskan. Saya permisi dulu" jelas seorang dokter yang terlihat tua namun berkharismatik.

Mendengar penuturan hal itu, membuat mereka bahagia bercampur sedih.

"keluarga Putri" ucap dokter faisal yang keluar paling akhir bersama beberapa perawat.

"saya dok" ucap mama, papa dan juga udin bersamaan.

"bagaimana kalau bapak dan ibu saja yang ikut ke dalam ruangan saya?" tawar dokter faisal saat tahu udin berniat untuk ikut juga.

"tapi dok saya suaminya" ucap udin dengan tegas. Dia tidak sadar bahwa sedari tadi seorang hati perempuan berusaha dengan ikhlas untuk melupakannya, namun dia sadar untuk melupakan perasaan itu butuh waktu dan kesabaran.

"biarkan suami pasien ikut dok" bujuk Ara setelah menghela nafas, menguatkan hatinya.

Setelah di pertimbangkan akhirnya udin ikut masuk ke dalam ruangan dokter bersama orang tua Putri. Mama udin menepuk baru Ara dengan pelan, menabahkan Ara untuk tetap kuat.

"tetap jadi Ara yang tante kenal ya ar" ucap mama udin. Ara menoleh ke arah mama udin dengan heran.

"maksud tante?" tanya Ara.

Tante tersenyum.

"jangan pergi ataupun lari, tetap teguh dan kokoh seperti Khadijah" jawab nya.

"pada akhirnya, Khadijah pergi meninggalkan rasulullah untuk selamanya tan" ucap Ara saat mengerti maksud tante yang menyuruh Ara untuk tidak meninggalkan udin.

"tante tahu, tapi bukankah Khadijah adalah jodohnya rasulullah? Mereka akan bertemu lagi setelah perpisahan itu. Di surga allah" jawab mama udin yang mempertegaskan bahwa jodoh pasti bertemu.

"Ara bukan Khadijah tan, Ara akan mencari kebahagiaan Ara sendiri tentu saja dengan bantuan allah, Ara tidak ingin terus berdiri di tempat. Ara harus mulai berjalan lagi, kaki Ara sudah sembuh" ucap Ara dengan perumpamaan itu.

Ya, lambat laun Ara akan pergi dan akan mendapatkan kebahagiaan Ara sendiri. Jika bukan dia, maka dengan sabar Ara akan menunggu orang lain datang untuk membawa Ara ke surga. Bukankah banyak tangan yang mampu membawa Ara ke surga? Meski bukan dia. Batin Ara.

Tanpa mereka sadari, sosok laki laki yang duduk di atas kursi mendengarkan percakapan mereka. Sedih pasti. Namun dia tidak berhak untuk membuat perempuan itu tetap di sisinya. Laki laki itu memutuskan untuk keluar terlebih dahulu dari ruangan dokter secepatnya saat tahu kondisi Putri tidak ada yang perlu di khawatirkan.

"loh udin udah keluar? Gimana kata dokter?" tanya mama udin yang sudah tahu keberadaan udin. Udin segera mendekat, mendorong kursi rodanya sendiri.

"alhamdulillah baik ma" ucap udin sambil tersenyum.

"em, Ara keluar sebentar tan" kata Ara izin untuk keluar. Mama udin hanya mengangguk sambil tersenyum.

Ara meninggalkan mereka berdua keluar dari gedung rumah sakit menuju taman yang letak nya tak jauh dari situ. Ia duduk di taman sambil sesekali menengadahkan kepala ke atas langit dan mendesah. Lega namun ada sedikit rasa sesak di dalam hatinya.

Tiba tiba dering telfon Ara membangunkan lamunannya. Segera dia mengangkat telfon itu.

"hallo, assalammualaikum" ucap Ara.

"... "

Ara terdiam dan segera berlari menuju ruangan Putri dimana semua berkumpul di sana. Segera dia menghampiri mama udin.

" tan...."

"ara.." kata kedua nya secara bersamaan. Mama udin tersenyum dan segera memeluk Ara erat. Bulir air mata mengalir.

"Putri sadar ar, Putri ingin bicara denganmu" ucap mama Putri yang sudah keluar dari ruangan.

Ara menoleh dan melepaskan pelukannya.

"tapi maaf tante, Ara harus segera kembali ke new York sekarang" ucap Ara dengan berusaha tenang.

"ada apa Ara?" tanya mama udin.

"nenek masuk ke rumah sakit lagi tante" ucap Ara.

"tante salam untuk Putri maaf Ara tidak bisa menemuinya sekarang. Semoga Putri cepat sembuh" ucap Putri kepada mama Putri.

"biar udin temani ar" ucap udin dan ini adalah kali pertamanya berani bicara kepada Ara. Segera Ara menggelengkan kepalanya.

"tidak din, Putri butuh kamu" jawab Ara tegas.

"tante, Ara pamit pergi dulu, assalammualaikum" ucap Ara sambil menyalami mereka semua dan terakhir adalah udin.

Ara segera melangkahkan kaki nya keluar dari rumah sakit itu. Namun langkahnya terhenti saat ada seseorang yang memanggil namanya.

"Ara"

"kenapa din?" tanya Ara sambil menoleh ke arah udin yang mendorong kursi rodanya dengan susah payah. Ara kembali mendekat ke arah udin.

"Ara, udin cuma mau bilang. Udin minta maaf. Udin gak bermaksud untuk menyakiti Ara dulu. Udin gak tahu kalo Ara sakit" ucapnya. Ara tersenyum.

"semua sudah Ara lupakan din" jawab nya dan membuat udin menatap Ara kaget.

"apa aku juga di lupakan?" tanya udin spontan.

"udin tetap teman Ara kok" jawab Ara yang membuat udin tidak puas. Bukan hal itu yang ingin di dengar oleh udin.

"apa udin sudah tidak boleh menyanyangi Ara?" tanya udin dan membuat Ara kaget.

"eh?"

"apa udin sudah tidak boleh mencinta Ara seperti dulu?"

"apa udin sudah tidak boleh mengharapkan Ara lebih dari teman?"

"apa udin sudah tidak boleh...."

"din" sela Ara.

"semua sudah berada di jalan nya. Ara harap kamu bisa berjalan di jalan udin sekarang. Dan Ara kan berjalan di jalan Ara sendiri" jawab Ara.

"aku mencintai mu Ara.."kata udin menyela jawaban Ara.

"udin ingat ada Putri" kata Ara tegas.

"lalu bagaimana kalau Putri yang menyuruhnya?" tantang udin. Ara hanya terdiam.

"ini titipan dari Putri" kata udin sambil menyerahkan sebuah kotak kecil ke tangan Ara.

"apa ini?" tanya ara.

"aku juga tidak tahu" ucap udin.

"Ara, aku harap kita bisa bertemu lagi nanti" ucap udin dan kemudian udin pergi meninggalkan Ara.

Ara hanya menatap kepergian udin. Segera dia memasukkan kotak kecil itu ke dalam tas nya dan kembali keluar rumah sakit.

Jika memang aku sudah tidak mampu membuatmu berhenti. Semoga allah mampu menghentikan langkahmu agar aku mampu menyusulmu.

-Thomas Syaifudin-

Santri Kepleset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang