Part 13

1.4K 74 0
                                    

If you don't fight for what you want. Don't cry for what you lose

-Thomas Syaifudin-

Udin bersama asep telah tiba di bandara soekarno-hatta. Mereka melakukan konfirmasi kepada maskapai penerbangan terkait jatuhnya pesawat yang membawa Ara ke Indonesia. Udin yang sedari tadi cemas akan keadaan Ara yang tak di ketahui itupun, berkali kali membentak petugas karena ketidaksanggupannya memberikan kepastian.

"sabar din, semua butuh proses" ucap asep menenangkan udin.

"loe bilang sabar? Sep kita sekarang tidak tahu bagaimana kondisi Ara dan loe nyuruh gue buat sabar? Sabar yang seperti apa yang loe maksud? Gue sabar tapi kalau gue sabar bagaimana nyawa Ara sekarang? Brengsek" umpat udin dan ini adalah kali pertama udin memaki.

"nyawa tetap di tangan allah din, ingat itu!" ujar asep mengingatkan.

"yes I know, but I can't waiting for" ucap udin yang masih tersulut emosi. Udin mondar mandir menunggu kepastian dari pihak maskapai.

"kalo gue gak berjuang, gue bakal kehilangan Ara!" teriak udin frustasi.

"lalu perjodohan loe gimana?" tanya asep.

Udin berhenti sejenak, berfikir meresapi kata kata asep.

"gue tahu loe suka sama Ara, tapi loe sudah membuat keputusan menerima Putri. Loe harus pertanggung jawabin komitmen itu" ujar asep.

"gu.. Gue.. " kata udin yang tiba tiba tergagap. Bibir nya kelu, tak mampu mengucapkan kata kata pembalasan. Asep benar, dari awal udin lah yang setuju atas perjodohan itu, dulu dia berfikir bahwa cerita antara Ara dan udin akan berakhir setelah perpisahan itu dan akan menjadi cerita baru setelah perjodohan itu. Tapi bagaimana ini? Perasaan yang udin rasakan terlalu kuat. Bahkan untuk melawannya pun udin tak mampu.

Ya dia tidak mampu melupakan Ara. Dia tak mampu membenci Ara setelah luka yang di torehkan Ara padanya dulu. Sampai sekarang pun, hanya Ara di hatinya.

Bahkan...

Dalam sholatpun udin pernah menangisinya, bukan, bukan saat berdoa setelah sholat, tapi saat di gerakan sholat.
Kejadian itu terus berulang ulang, hingga akhirnya suatu ketika muncul pertanyaan di hati udin "aku ini menyembah allah atau menyembah kamu?"

Sampai sedalam itu perasaannya pada Ara. Dari dulu tidak pernah berubah. Malah kadarnya pun bertambah.

"gue akan nyusul Ara, gue akan berjuang agar allah percaya bahwa hanya gue yang pantas untuk Ara" ucap udin kepada asep dengan yakin.

Asep menonjok udin secara tiba tiba.

"loe apa apaan sih sep?" teriak udin tidak terima.

Keadaan bandara yang kacau, dipenuhi dengan keluarga korban yang sedang menunggu pemberitahuan dari pihak terkait tak mengurungkan niat asep untuk mempertahankan keadaan udin yang sudah kacau.

"inget sama Putri" kata asep.

"gue sama Putri gak ada rasa sep begitu juga dengan Putri" bantah udin.

"oh ya?" kata asep mengejek.

"Hidup tidak hanya memikirkan apa yang loe ingin kan tapi terkadang hidup juga memikirkan keinginan orang lain. Loe gak sadar? Karena keinginan loe itu membuat orang di sekitar loe terluka?" jelas asep yang ikut tersulut emosi nya.

"apa maksud loe?" tantang udin.

"loe punya otak kan? Pikir sendiri" jawab asep.

"gue mau balik, mau mastiin keadaan kyai baik baik saja, sekaligus bawa berita duka buat Putri kalo loe membatalkan perjodohan secara sepihak" kata asep dan kemudian berlalu pergi meninggalkan udin yang masih berusaha mencerna kata kata asep. Bukankah batalnya perjodohan membuat Putri bahagia? Itu yang selama ini dia dan Putri rencanakan. Kenapa juga asep uring uringan seperti itu? Batin udi yang masih menatap kepergian asep.

Santri Kepleset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang