Bagian 1

550 26 3
                                    

Maaf kalau rada aneh dan nggak nyambung. Minta kritik dan saran yaa kalau sudah baca..

Ok! Selamat membaca!

==

Dua orang pemuda yang diperkirakan berusia berkisar 17 – 20 tahun, keluar dari sebuah mobil Avanza hitam. Seorang wanita tua namun masih terlihat sangat bugar dengan badannya yang berisi (seakan helai-helai rambut putih di kepalanya bukanlah hal yang harus membuatnya jadi ringkih dan lemah). Wanita itu segera memerintahkan dengan isyarat beberapa pesuruhnya yang ternyata sudah stand by menanti di depan gerbang untuk mengambil barang-barang dan membawa ke dalam rumah.

Salah satu pemuda itu membuka kacamata hitamnya, dan melihat lebih jelas rumah besar di hadapannya, yang dibeli Oma sebagai tempat tinggal mereka di Indonesia, tepatnya Jakarta. Rumah yang sangat besar. Dalam hati ia heran, untuk apa Oma membeli rumah sebesar ini kalau hanya ditinggali mereka berdua? Andre merasa itu hanya buang-buang uang.

Ervian, sepupu Andre, sedikit terperangah melihat rumah yang dibeli Oma mereka, walau seharusnya ia tahu ia tak perlu heran. Bahkan waktu mulai masuk ke dalam halaman rumah, ia sudah melongo parah. Gila! Ini rumah atau istana?? Halamannya sangat luas. Ia tak yakin akan ada yang ikhlas untuk berjalan kaki dari gerbang ke pintu rumah, apalagi di bawah terik matahari begini. Fasilitas lengkap yang sudah tersedia (bahkan ada salon spa mini di dalam, yang mereka berdua tak mengerti siapa yang akan menggunakannya. Masa, Oma? Dan ada gym rumahan juga), serta taman-taman dan kolam besar yang mempercantik, membuatnya lebih pantas disebut mansion daripada sekadar rumah!

"Oma...," protes Andre tidak suka. "Ini Oma nggak terlalu boros apa? Buat apa juga rumah sebesar ini?"

Oma jadi gemas karena belakangan ini Andre sangat hemat dengan yang namanya uang. "Terserah Oma, dong," sahut Oma berlagak kayak anak muda. "Uang juga uangnya Oma.."

Oke, kalau Oma sudah bilang begitu, artinya Andre cuma bisa menutup mulut. Ia menghela napas dan cuma bisa mengusap keringat di keningnya. Lelah.

"Udahh..." kata Ervian agak membujuk. "Nikmati aja... Tinggal nikmatin doang, masih protes aja lu."

Sepanjang menggelilingi rumah itu, Andre sudah kembali menutup mulut seperti biasanya. Oma tersenyum senang. Itu artinya Andre sudah pasrah, haha! Tapi, pemikiran Ervian lain dari Oma. Ia berpikir, aneh kalau Andre secepat itu menyerah mendebat Oma. Biasanya Andre orang yang paling suka protes dengan hal yang tak disukainya, dan tak akan ada yang bisa mendebatnya. Makanya, kalau kali ini protes Andre cuma sampai segitu saja, aneh namanya!

***

Malam itu, di rumah besar baru itu, sedang berlangsung pesta. Entah pesta untuk apa, Andre sudah tak mau pusing lagi memikirkannya. Oma sekarang memang sedang hobi menghambur-hamburkan uang sepertinya. Mungkin pesta tinggal di rumah baru?

Semua orang yang tinggal di sekitar rumah tersebut diundang, juga semua kenalan Oma, yang kebanyakan terdiri atas para pejabat pemerintahan, pengusaha, serta orang-orang politik lainnya.

Di tengah keramaian pesta itu, Andre cuma menyendiri duduk di taman belakang. Tadi ia sudah sempat basa-basi sama para tamu itu, jadi, tak masalah kalau ia sekarang menghindari mereka.

"Woy, my cousin. Kenapa, bro? Ngapain duduk di sini??" tegur Ervian menghampiri. Ternyata ia juga tak betah bergabung sama para orang tua yang hanya membicarakan politik-politik tak jelas dan permasalahan yang ia tak mengerti.

"Kepalaku sakit di dalam. Pengap..." jawab Andre asal. Padahal ia sedang memikirkan hal yang dari tadi mengganggunya.

"Bohong. Kita udah sama-sama sejak balita. Aku tau betul kalau bukan itu. Pasti ada yang lain yang kau pikirkan, kan??"

Lover's Sweet TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang