Bagian 7

328 35 7
                                    

Sangat tidak memungkinkan bagi Icha untuk terus izin sekolah. Banyak tugas yang mesti ia kejar! Salah satunya adalah lomba memasak yang diajukan Bu Agnes.

Hari kejar-kejaran antara Andre dan Icha berlangsung setiap waktu di sekolah. Kebiasaan Icha yang biasanya datang sekolah tepat waktu, sekarang berubah. Tepat bel berbunyi, ia baru nongol di pintu kelas. Mata Andre hanya bisa mengikuti langkahnya, tanpa bisa menegurnya. Icha bagai sudah memberikan tanda TENGKORAK besar di tubuhnya yang menandakan larangan buat orang bernama AN-DRE untuk menegurnya atau mendekatinya apa-segala-macam. Andre sendiri juga tahu banget kenapa Icha belakangan selalu datang di waktu mepet jam sekolah. Ya, sudah jelas supaya Andre tak sempat basa-basi menyapanya.

Keberuntungan untuk Icha, menjelang ulangan semester, guru-guru kelas 3 pada kerajinan masuk kelas. Bahkan kalau perlu, mereka menambah waktu belajar. Jadi, tak ada sedikit pun sekolah memberikan jam kosong -untuk Andre mencuri waktu dalam kesempitan-.

Selesai mandi malam, Andre mengistirahatkan tubuhnya di sofa kamarnya dengan handuk masih bertengger di leher. Padahal ia sudah mandi kepala basah kuyup, tapi tetap saja tak bisa membersihkan kepalanya dari nama Icha.

Icha. Icha. Icha. Kenapa cewek itu selalu menghindarinya? Segitu bencinya kah Icha padanya? Tapi, kenapa?

"Belum tidur?" Ervian menyelonong begitu saja ke kamar Andre.

Andre menggeleng. "Kau sendiri?"

"Nggak. Aku pengen ngobrol-ngobrol. Pengen tau perkembanganmu di sekolah," Ervian cengengesan. "Terutama soal cewek yang sering kau pikirin itu. Dua minggu lagi kan aku balik ke Singapor. Masa nggak ada yang mau kau ceritakan ke aku? Ntar, kalo aku udah pergi, nyesal nggak mau cerita sama aku," canda Ervian.

Melihat Andre tidak tertawa, atau minimal tersenyum tipis mendengar candaannya, Ervian merasa perkembangan di sekolah baru Andre tidak berjalan mulus.

"Kau nggak punya teman ya, An, di sana?" tebak Ervian ngaco membuat Andre pengin menjitak kepalanya.

"Kalau kau nanyanya, An, kau nggak punya pacar ya? Aku masih maklumin," gerutu Andre.

Ervian tertawa lebar. "Nah, tau deh, aku. (Ini soal) Icha, kan? Kenapa lagi sama dia?"

"Kalau kayak gini," desah Andre lelah. "Aku lebih baik di Singapor aja, nggak sekolah di Indonesia."

"Lha? Tapi, kan kau ke Indonesia supaya lepas dari bayang-bayang orang yang donorin jantung itu?"

"Iya," desah Andre lagi. "Tapi, aku mendingan di sana, mimpi yang aneh-aneh, mimpi cewek misterius, mimpi kecelakaan, ketimbang di sini malah nggak bisa tidur karena cewek."

Ervian garuk-garuk kepala, bingung juga jadinya. Sebenarnya enakan bagaimana, yah? Enakan digangguin mimpi aneh, atau enakan nggak bisa tidur? Haha, bingung!

"Sebenarnya antara kau sama Icha ada masalah apa?"

Andre angkat bahu. "Aku juga sama sekali nggak ngerti. Bener-bener nggak ngerti dengan semua yang terjadi. Dia seperti ternganggu dengan adanya aku di sekolah. Belakangan dia terang-terangan sekali ngehindarin aku. Makanya aku jadi kepikiran."

"Kau kepikiran karena kau suka sama dia, kan?"

Andre menghela napas sepanjang mungkin. Itu juga pertanyaan yang berkutat di otaknya sejak pertama kali bertemu Icha.

"Nggak tau. Yang jelas, sejak melihatnya di Gramedia waktu itu, aku merasa hatiku kayak dimain-mainkan dengan auranya. Aku bener-bener nggak bisa berpaling, atau pun sekedar mengacuhkan keberadaannya. Tapi, semakin aku coba dekati, dia terang-terangan nunjukkin kalau dia benci sama aku."

Lover's Sweet TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang