Bagian 13

160 12 2
                                    

Malam itu juga kehebohan terjadi di rumah sakit. Bunyi mobil pemadam kebakaran terdengar terus selama dua jam. Sementara itu dua korban yang tak sadarkan diri langsung di bawa ke rumah sakit di sana. Untungnya hanya area parkir yang terbakar, tidak merambat hingga ke tempat-tempat lain.

Melisa cs terbelalak menyaksikan dua korban yang disebut-sebut ternyata Icha dan Andre. Dengan panik mereka segera mengikuti kemana dua orang itu dibawa.

"Ted, bagaimana nih??" Melisa sudah mulai tak bisa berpikir normal melihat Icha dan Andre dipasangi berbagai selang oksigen yang tidak ia ketahui apa saja nama alat itu.

"Telepon rumahnya Icha sama rumahnya Andre!" teriak Tedy, sudah lupa kalau ia sendiri sebenarnya bisa melakukan hal itu.

Adi buru-buru menghubungi nomor rumahnya Icha dan Andre. Sementara Melisa dan yang lain terpaksa menunggu di luar ruangan saat dokter dan perawat sibuk memberikan pernapasan pada dua orang itu karena diduga terlalu banyak menghirup udara kotor.

***

Sudah satu jam berlalu, belum dapat kabar baik tentang Andre yang diduga tak sadarkan diri juga akibat dari kepalanya yang sempat kena hantaman keras. Sementara Icha sudah bisa dianggap baik-baik saja walau masih belum sadarkan diri, sehingga dibawa ke ruangan lain.

Orang tua Icha sibuk mondar-mandir, khawatir kalau ternyata Icha tak baik-baik saja. Selama anak gadis mereka itu belum membuka mata, mereka belum bisa tenang, bahkan walau dokter telah memberikan pernyataan bahwa Icha baik-baik saja.

Sementara Omanya Andre sibuk menangis sambil memegang tasbih ditemani Ervian. Tak disangkanya hal ini akan terjadi. Ia mengira hari ia memegang tasbih di rumah sakit sudah berakhir saat Andre melakukan transplantasi jantung. Ternyata masih ada hari ia harus menghadapi maut ini sekali lagi.

"Pin..bagaimana ini?" tanya Oma sendu sambil terus berdzikir.

Ervian hanya bisa mengelus-ngelus pundak Oma, menenangkan. Ia sendiri tak mampu bersuara, hanya bisa menanti kabar baik dari dokter. Ia bahkan tak tahu tangannya dingin sekarang karena AC di rumah sakit, atau karena kekhawatiran yang melandanya.

***

Melisa cs terduduk diam di ruangan Icha. Mereka benar-benar tak menyangka, sandiwara yang mereka lakukan tadi benar-benar terjadi. Apa ini karma dari Tuhan?? Ya Tuhan, kalau iya, seharusnya mereka semua yang dapat karma. Bukan Andre! Atau pun Icha.

"Ngg..." erangan Icha mengejutkan mereka.

"Icha!?" Melisa hampir menjerit saking leganya. Cepat-cepat ia menyeka air mata sebelum menghampiri Icha.

"Mel..?" tanya Icha bingung. Matanya mengerjap-ngerjap berusaha memperjelas penglihatannya. Tak lama kemudian semua yang ada di sekitarnya terlihat jelas. Ia di rumah sakit.

Sekejap kobaran api tadi melintas di bayangan Icha. Spontan ia bangun dari tidurnya.

"Andre!" pekiknya. "Mel, Andre mana?? Andre mana??"

Cepat Adi memegang dua bahu Icha, menenangkannya. "Tenang, Cha. Elo harus istirahat."

"Nggak...gue mau liat dia...!" Icha langsung berdiri meskipun sempat limbung beberapa kali karena masih merasa pening.

Buru-buru Melisa dan Renni menahan Icha dari kiri dan kanan, membimbingnya.

"Oke..." kata Renni lembut. "Kita bawa lo ke sana. Tapi lo tenang dulu, oke? Jangan gegabah, Cha."

Melisa cuma diam. Ia masih syok, tak menyangka drama yang ia mainkan tadi untuk membohongi Icha kini benar-benar terjadi! Ya Tuhan. Jangan bilang ini karma, Tuhan. Maafkan kami. Tolong sehatkan lah Andre kembali..

Lover's Sweet TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang