Bagian 12

129 16 4
                                    

Sepanjang jalan sejak keluar dari taksi, Icha terus berlari. Ia berusaha mencari tempat yang disebut Melisa. Katanya, mereka masih di IGD. Dengan panic ia bertanya pada stpam di sana, kemudian berlari lagi. Tak terpikir di otaknya untuk berbuat apa-apa lagi. Yang ia tahu cuma berlari, dan berlari.

Tak lama dilihatnya di depan sebuah ruangan Melisa terduduk menundukan kepala. Bahkan Yayuk juga ada di sana sedang jongkok menutup matanya, sesenggukan. Terlihat sekali dari gerak bahunya yang terguncang. Tedy, Fakhrul, Reyhan dan Adi cuma bisa terdiam. Begitu juga dengan Renni dan Widya.

"Ka..li..an.." tegur Icha takut. Ia takut mendengar kabar buruk. Ia takut akan mendapati kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya. "Andre..."

Melisa menatap Icha dengan mata yang sangat merah. "Cha..."

"Mel, Andre nggak apa-apa kan?" Icha mulai panic lagi. "Dia dimana? Baik-baik aja kan??"

"Cha..." Suara Melisa lirih, sulit mau bicara.

"Mel!" Icha mengguncang bahu Melisa, tak sabar mendapatkan jawaban. "Andre kenapa??"

"Cha..!" Adi menarik Icha dan mendudukannya. "Tenang..!"

"Andre gimana!!?" Icha semakin histeris.

"Sstt..." Adi menempelkan telunjuknya ke bibir. "Ini rumah sakit, Cha. Elo harus tenang..."

Icha menarik napas berusaha menyetabilkan napasnya yang sudah memburu cepat. Ia menyeka keringat yang mengalir deras di kening dan pelipisnya. Ia sungguh tak bisa membayangkan kalau sampai terjadi apa-apa pada Andre.

"Elo jangan panik gitu. Andre nggak apa-apa. Dia cuma belum sadarkan diri aja. Elo jangan gemetaran, dong," pinta Adi sambil menggenggam ke dua tangan Icha yang gemetaran.

"Gue harus liat dia. Gue harus liat dia!" Icha beranjak menuju ruang rawat hendak menerobos. Cepat ke dua tangan Adi menangkapnya.

"Cha, tenang!"

"Gue harus liat, Di!" teriak Icha hampir menangis. Ia sudah lupa, bahkan mungkin tak peduli kalau sedang ada di rumah sakit. "Gue mau liat sendiri kalo dia memang baik-baik saja."

"Percuma, Cha. Dia masih belum sadar!"

"Justru itu gue harus liat..!" Icha mencoba berontak melepaskan diri dari dekapan Adi.

"Elo harus tenangin diri lo dulu, Cha.."

"Justru itu!" teriak Icha kesal, hampir menangis. "Gimana gue bisa tenang? Dia begini gara-gara gue. Gara-gara ngejar gue!" Icha mendorong Adi sekuat tenaganya, lalu menerobos masuk ke dalam ruang rawat Andre.

"Hah?" Andre melongo kaget tiba-tiba wajah Icha yang semrawut masuk ke ruangan saat ia sedang baring-baring di atas tempat tidur.

"Andre..?" Icha terpaku di pintu, lalu berjalan perlahan menghampiri Andre. "Elo udah sadar?" tanyanya dengan suara bergetar, merasa lega, tapi juga masih merasa panik.

"Gue?" Andre kebingungan. Ia tadi memang kecelakaan. Tapi cuma terluka di sikunya. Dan karena kepalanya sedikit berdarah karena terhantam keras di aspal, jadi ia harus menginap sebentar di rumah sakit malam ini untuk pemeriksaan lebih lanjut. "Gue nggak apa-apa, kok."

"Apa??" Icha terdiam, bingung. Kenapa berbeda dengan yang ia dengar dan bayangkan? Katanya, Andre tak sadarkan diri?

Andre bangun dari tidurnya. "Liat. Gue nggak apa-apa. Berdiri aja, gue bisa." Cowok itu kini berdiri tegap di hadapan Icha. "Cuma kepala gue aja yang kena sial. Tapi nggak apa-apa, kok. Gue baik-baik aja."

Icha masih bergeming di tempat, ternganga. "Jadi lo bohongin gue??"

"Hah? Bohong apa??" Andre semakin bingung dengan perkataan Icha.

Lover's Sweet TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang