Bagian 11

125 18 3
                                    

          "Yaaahhh... udah waktunya pulang, deh," keluh beberapa anak perempuan saat mereka memasuki bus dengan koper dan ransel masing-masing. Mereka harus segera menuju bandara agar tidak ketinggalan pesawat jam 12 siang menuju Jakarta.

Melisa dan Widya termasuk yang juga turut agak sedih karena liburan mereka di Bali telah usai, dan lusa sudah harus balik lagi ke rutinitas awal mereka, sekolah.

Mungkin yang nampak tak ambil pusing dengan usainya liburan ini hanya beberapa wajah datar seperti wajah Renni, Icha, Fakhrul, dan Andre. Renni dan Fakhrul hanya duduk diam di bangku masing-masing, begitu juga Icha.

"Udah semua belum, nih?" seru seorang anak laki-laki.

"Belum," sahut Adi yang duduk di dekat pintu bus. "Andre belum.."

Panjang umur, nama yang baru disebut itu muncul di pintu dengan ransel dan muka kusutnya yang seperti tidak tidur semalaman.

Adi yang tahu Andre kesiangan, menatapnya simpatik. Ia tahu Andre lagi banyak pikiran.

"An, kayaknya mending elo minta bantuan Rey, deh," sarannya tiba-tiba saat mencegat Andre di pintu, membuat Andre menatapnya tak paham.

"Itu..." Adi menggedikkan dagunya sedikit ke arah Icha yang duduk di tengah, yang sama sekali menolak memandang Andre dan lebih memilih melihat ke luar jendela bus.

"Oh....hm..." Andre mulai mengerti apa maksud Adi, meski masih tidak paham bantuan seperti apa yang dimaksud.

"Kalau urusan ginian, Reyhan jagonya, soalnya. Dulu, gue juga gitu, sama kayak lo."

Melihat Andre semakin menatapnya tak mengerti, Adi menambahkan, "Gue sama Widya... dia dulu benci banget sama gue. Ngeliat gue aja dia ogah. Persis kayak Icha sekarang. Tapi, Reyhan bantuin gue... sampai kita ya, kayak sekarang (pacaran). Renni sama Fakhrul aja dulu Reyhan juga loh yang bikin mereka(jadian) gitu. Padahal dulu Renni sempat nggak mau negur Fakhrul... Adalah kasusnya dulu, panjang ceritanya. Tapi, akhirnya baikan.. gara-gara Reyhan juga, berkat dia."

Kening Andre kian mengkerut, antara percaya tak percaya dengan cerita Adi. Adi dan Widya, Renni dan Fakhrul, dulu juga seperti ia dan Icha sekarang? Masa, sih? Tapi, rasanya Adi tak mungkin bohong...

"Makanya gue bilang, Reyhan itu kalau urusan beginian, dia jagonya. Elo minta tolong sama dia, gih, dijamin masalah elo sama Icha bakal langsung beres kalau dia sudah campur tangan." Adi menepuk pundak Andre, berusaha menularkan semangat baru. Andre hanya menatapnya speechless, lalu memandang Reyhan yang sibuk mengomeli Sarah di dalam bus karena gadis itu nampak rempong dengan kopernya yang masih berantakan, ingin menumbuhkan harapan baru.

==

Andre mencengkeram setir mobilnya. Perasaan ini lagi...

Keringat tanpa ia sadari merembes di keningnya. Kedua telapak tangannya terasa sangat basah, membuatnya merasa kapan saja bisa tergelincir dari setir yang sekarang ia cengkeram.

Kenapa ia sekarang bias berada di dalam mobil ini dan mengemudi? Ia tidak mau mengemudi! Ia tidak akan pernah mau mengemudi!

Andre memutuskan untuk meminggirkan mobilnya. Ia harus segera menghentikan ini. Perasaannya tidak enak.

Namun, saat ia tengah mengarahkan mobil ke tepi jalan, jalanan yang tadinya hening dan kosong, tiba-tiba di ujung depan sana nampak setitik kilat yang begitu cepat melesat ke arahnya. Bola mata Andre segera membesar.

TIINN! TIIN!!

Andre mendengar suara klakson yang sangat berisik yang entah berasal dari mana, tapi ia sudah tak tahu apa yang terjadi. Yang ia tahu hanya mobil itu telah menghantam mobilnya, dan ia merasakan terdorong dan terhempas begitu kuat.

Lover's Sweet TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang