Verlyn #6

44 7 4
                                    


***


Hari ini Verlyn kembali ke rutinitasnya, ia berjalan pelan menuju tokonya. Verlyn enggan pergi ke kantor Reno hari ini. Lagipula kata Reno bukankah ia tidak harus setiap hari pergi ke kantor?

Langkah kaki Verlyn terasa berat. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Gadis ini seakan telah kehilangan semangat hidupnya.

"Mending lo cabut dari sini. Dan lo harus tau, jangan sekali-kali lo deketin Arga!" Sella menatap ganas Verlyn. Yang ditatap hanya tersenyum remeh.

"Kalo Arga mau balik sama gue lo bisa apa cewek perusak hubungan orang?" Jawab Verlyn setenang mungkin.

"Liat ini baik-baik cewe gatau diri!" lagi-lagi Verlyn tersenyum ia berhasil memancing emosi Sella.

Namun senyum itu pudar seketika saat Sella menunjukkan tangannya tepat di depan wajah Verlyn.

"See? Arga udah lamar gue. Dan lo harus tau, bulan depan gue nikah. Gue harap stok air mata lo masih banyak." Sella tersenyum puas.

Verlyn memejamkan matanya air mata yang sedari tadi ia bendung kini mengalir deras dipipinya. Ingatan tadi malam saat ia bertemu dengan Sella di minimarket masih terus memutari kepalanya.

Kakinya terus melangkah, tinggal beberapa meter lagi ia akan sampai di tokonya. Dari kejauhan terlihat seorang pria berdiri tepat di depan pintu tokonya. Sesampainya di depan toko, ia langsug masuk begitu saja tanpa menggubris pria yang sedari tadi menunggunya.

"Lyn, yaampun kamu pucet banget. Gak sempet sarapan ya? Mending pulang lagi deh yuk dari pada nanti kamu kenapa-kenapa." Reno menyusul Verlyn, menatapnya penuh kekhawatiran. Tapi gadis itu tak menggubrisnya sama sekali.

"Lyn? Kamu ken..." Verlyn menabrakkan tubuhnya kearah Reno, memeluknya erat. Menangis sejadi-jadinya. Reno terkejut bukan main. Ada apa ini?

"Lyn?" Reno mengusap lembut rambut Verlyn. "Gue mohon lo jangan banyak tanya." Suara gadis itu bergetar diikuti isak tangis.

***

Hari ini entah kenapa Verlyn merasa tidak bisa jauh-jauh dari Reno. Jika biasanya Reno yang selalu mengikuti kemanapun Verlyn pergi, kini sebaliknya Verlyn terus mengikuti kemana Reno pergi.

Ada perasaan bahagia di dalam hati Reno. Otaknya terus berfikir bahwa sekarang Verlyn telah menyadari kehadirannya selama ini. Harapan itu semakin besar, harapan untuk memiliki gadis pemarah yang suka memelototi dirinya.

Bahkan jika biasanya Reno pamit ke kantor setelah membawakan sarapan, gadis itu hanya diam dan sesekali mengumpatnya. Tapi hari ini, Verlyn kembali menangis sambil memeluk tangannya saat ia pamit ke kantor.

Ribuan kupu-kupu seakan memenuhi rongga hati Reno. Jika saja Verlyn bersikap manja seperti ini setiap hari kepadanya. Pasti ia sangat bahagia.

"Lyn kalo kamu gamau aku tinggal ke kantor, oke aku gaakan pergi. Tapi kamu makan dulu ya? Muka kamu sampe pucet gitu." Ucap Reno lembut. Kini keduanya tengah duduk di sofa putih di ruangan Verlyn.

"Suapin." Verlyn menatap Reno lembut, yang ditatap mendadak salah tingkah.

"Okedeh Lyn" Reno tersenyum, ia hendak berdiri untuk mengambil makanan yang tadi ia taruh di meja kerja Verlyn. Namun sebuah tangan menariknya membuat ia kembali terduduk.

"Lyn aku mau ambil makanan doang dimeja kamu, sebentar ya?" Verlyn menggeleng dengan cepat.

"Cuma sebentar Lyn, beneran deh." Reno menatap Verlyn teduh.

"Jangan tinggalin aku." Verlyn kembali terisak. Entah sudah berapa kali pagi ini ia menangis. Matanya bengkak, hidungnya merah. Yaampun Verlyn kenapa sih?

VERLYN [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang