Verlyn #12

31 4 0
                                    

Pagi ini terasa cukup dingin karena hujan tadi pagi baru saja reda. Jarum jam menunjukkan pukul setengah 8 pagi. Verlyn mempercepat langkahnya agar ia cepat sampai di tokonya. Jaket tebal melekat ditubuhnya, bahkan beberapa kali gadis itu terlihat bersin. Verlyn alergi udara dingin dan jika saja dia tidak ada keperluan ditokonya Verlyn memilih bersembunyi dibalik selimut tebalnya.

Langkahnya semakin dipercepat saat gerimis kecil-kecil mulai berjatuhan lagi.

"Pagi mbak Lyn." Sapa Yema sesampainya Verlyn ditokonya, yang disapa hanya tersenyum kecil.

"Klien kita udah dateng Ma?"

"Belum mbak, mungkin sebentar lagi."

"Oke, nanti kalo uda dateng suruh langsung keruanganku yaa." Verlyn melangkah menuju ruangannya setelah Yema menangguk tanda mengerti.

Verlyn duduk dimejanya, tangannya mengusap hidungnya yang mulai memerah. Dari semalam badannya memang sedang tidak fit.

Semalam saat Reno mencoba menjelaskan kejadian beberapa hari yang lalu ia merasa mendadak bumi berputar dengan cepat hingga ia tak sadarkan diri.

Dan hingga pagi ini, bukannya membaik keadaannya malah semakin memburuk. Cuaca yang sedang tidak bersahabat memperburuk keadaannya. Verlyn menenggelamkan kepalanya ke lipatan yang ia buat dengan tangannya diatas meja.

Ketika matanya mulai terpejam, ia merasakan kehadiran seseorang di ruangannya.

"Permisi."

Verlyn berdecak malas, mau tidak mau ia mengangkat kepalanya dan mencoba bersikap baik-baik saja.

Mata Verlyn membulat melihat siapa yang saat ini duduk didepannya. Seorang wanita yang bertahun-tahun ia rindukan dan juga ia benci. Seorang wanita yang bertahun-tahun lalu meninggalkan dirinya dan Hasan. Seorang wanita yang saat ini berhasil membuat seluruh tubuh Verlyn semakin terasa sakit ketika segala kenangan pahit tentangnya terputar dalam otaknya dengan sendirinya.

"Verlyn? Ini kamu?" Mata wanita itu berbinar, menatap gadis yang dulu sangat ia sayangi dan sampai sekarang sayangnya tidak akan luntur.

"Ma--ma?" Ucap Verlyn terbata, satu tetes air mata lolos begitu saja dari kelopak matanya.

"Iya sayang ini mama." Renita -Mama Verlyn- bangkit dari duduknya dan bergerak mendekat kearah Verlyn.

"Maaf, Anda kesini sebagai klien saya kan? Lebih baik kita segera membahas apa yang seharusnya dibahas sekarang. Saya punya banyak urusan."

"Kamu masih marah sama mama Lyn?" Renita tertunduk lemas. Air matanya mulai berjatuhan.

"Silahkan duduk. Jadi acara apa yang akan akan adakan? Dan ingin seperti apa dekorasi bunganya?" Tanya Verlyn tanpa basa-basi setelah Renita duduk dihadapannya.

Verlyn enggan menatap kedua mata Renita. Ia tak sanggup, Verlyn berusaha keras menahan air matanya yang kini berlomba-lomba untuk mengalir.

"Saya mau adain pesta ulang tahun, untuk anak saya." Renita masih menangis sesenggukan. Verlyn berpikir, anaknya? Dirinya maksudnya? Tapi ulang tahun Verlyn sudah terlewat dua bulan yang lalu.

Air mata yg sedari tadi ia bendung perlahan terjatuh dari pertahanannya. Dengan cepat Verlyn menghapusnya dan bersikap setegar mungkin.

"Baik, bagaimana konsep yang anda minta." Verlyn mengeluarkan buku note yang biasa ia gunakan untuk mencatat request dari klien nya.

"Sebentar, tunggu anak saya ya. Sebentar lagi datang." Verlyn mengangguk tanda mengerti.

"Kamu sekarang sukses ya Lyn, punya toko bunga yang cukup besar dan terkenal di kota ini." Renita menghapus air mata di pipinya. Matanya menatap anak gadisnya yang selama ini ia cari. Dan Renita tau bahwa Verlyn akan sangat membencinya.

VERLYN [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang