⠀ ⠀ ⠀Jihoon nggak tau apa yang salah dari dirinya sendiri, kenapa mau-maunya ngikutin kata-kata Woojin. Buat kembali ke Sungai Han di tempat waktu itu dia mau bunuh diri.
⠀ ⠀ ⠀Tapi dia disini, ditemani sinar rembulan mengusap pegangan jembatan tersebut, merutuki dirinya yang berpikir pendek saat itu. Kalau saja bukan karena gadis dengan senyum yang manis itu.
⠀ ⠀ ⠀"Jangan coba-coba bunuh diri buat ketemu saya lagi."
⠀ ⠀ ⠀Adam itu menoleh, mendapati gadis yang mengganggu pikirannya selama ini datang mendekat dengan rambut yang di kuncir.
⠀ ⠀ ⠀Woojin kadang ada benarnya.
⠀ ⠀ ⠀"Pede."
⠀ ⠀ ⠀Niat Jihoon menemui Mina berubah lagi, tadinya hanya karena berhutang susu pisang, kini ia berhutan maaf.
⠀ ⠀ ⠀Sekali lagi, Jihoon tak bisa mengucapkan kata maaf dari bibirnya.
⠀ ⠀ ⠀Mina berjalan melewatinya, Jihoon hanya menatapnya bingung. Mina datang bukan untuk menemuinya.
⠀ ⠀ ⠀"Nggak mau ikut?" Gadis itu menoleh mendapati Jihoon diam saja. Tapi akhirnya cowok itu menyusul.
⠀ ⠀ ⠀Mereka berjalan sampai menemukan sebuah telpon umum yang sengaja dipasang pemerintah.
⠀ ⠀ ⠀"Berapa nomormu?" Tanya Mina sambil memegang gagang telepon.
⠀ ⠀ ⠀"Untuk apa?"
⠀ ⠀ ⠀"Bilang aja, cepet."
⠀ ⠀ ⠀Sedikit bingung, Jihoon menyebutnya bersamaan dengan memijit mijit telpon umum dihadapannya. Tak lama ponsel Jihoon berdering, menandakan telpon masuk.
⠀ ⠀ ⠀Jihoon tau, itu dari Mina yang berjarak lima langkah darinya.
⠀ ⠀ ⠀"Nggak mau di angkat?" Katanya.
⠀ ⠀ ⠀Dengan bodohnya, Jihoon menekan tombol hijau di ponselnya, menempelkannya di telinga.
⠀ ⠀ ⠀"Selamat malam Tuan Jihoon- siapa margamu?"
⠀ ⠀ ⠀"Park."
⠀ ⠀ ⠀"Selamat malam Tuan Jihoon Park, anda tersambung dengan layanan konsultasi Kang Mina. Jika ada perlu hubungi nomor ini, kalau anda beruntung Nona Kang Mina yang akan mengangkatnya, kalau tidak mungkin salah satu staff kami. Selamat malam dan terimakasih."
⠀ ⠀ ⠀Jihoon mati-matian menahan senyumnya setelah sambungan telpon diputus. Mina tersenyum padanya.
⠀ ⠀ ⠀"Jangan coba coba lompat lagi, Jihoon."
⠀ ⠀ ⠀"Saya juga nggak bakal cari kamu."
⠀ ⠀ ⠀"Iya, tau. Tapi saya ada part time di mini market deket sini, terus di tempat ayam yang udah kamu tau, sama di café depan sekolahmu. Saya tau sekolahmu dari seragam waktu itu ngomong-ngomong."
⠀ ⠀ ⠀Mina menjelaskan, Jihoon diam diam mengingatnya. Tapi Jihoon bukanlah orang yang mudah jujur untuk hal semacam ini.
⠀ ⠀ ⠀"Saya nggak bakal cari kamu, Mina."
⠀ ⠀ ⠀"Iya, nggapapa. Seru aja punya temen yang bisa saya kasih tau jadwal saya. Jihoon, saya nggak pernah punya teman."
⠀ ⠀ ⠀"Saya bukan teman kamu."
⠀ ⠀ ⠀"Kalau gitu kita temenan aja, gimana?" Gadis itu menjulurkan tangan untuk kedua kalinya.
⠀ ⠀ ⠀"Saya nggak minat berteman sama kamu."
⠀ ⠀ ⠀Mina menarik kembali tangannya begitu mendapat penolakan. Jihoon rasa, harusnya gadis itu marah padanya. Harusnya Mina kesal dan pergi duluan, meninggalkannya. Bukan malah tersenyum.
⠀ ⠀ ⠀"Yaudah, nggapapa. Mau jalan-jaㅡ"
⠀ ⠀ ⠀"Nggak, saya mau pulang," Jihoon berbalik arah. Membelakangi Mina dan meninggalkannya.
⠀ ⠀ ⠀Jihoon sendiri tak tau apa yang ada di pikirannya. Ia merutuki diri sendiri.
⠀ ⠀ ⠀Lalu sekarang apa? Jihoon berharap Mina menahannya? Memaksanya menghirup udara Sungai Han? Menariknya hingga mereka berjalan bersama?
⠀ ⠀ ⠀Harusnya kamu yang balik dan minta maaf, Hoon.
[]
YOU ARE READING
Absensi Bulan ; Jihoon, Mina.
FanfictionI used to never wait for tomorrow. But you became the reason for me to take one more step. aeluro, 2018.