⠀ ⠀ ⠀"Jihoon?!" Gadis itu terkejut mendapati siapa yang bersiap membayar di depan kasir mini marketnya malam-malam begini.
⠀ ⠀ ⠀Cowok itu melempar senyum. Memang akhir-akhir ini Jihoon lebih banyak tersenyum dari biasanya. Ia membeli banyak makanan ringan dan minuman.
⠀ ⠀ ⠀Mina pikir ia akan berpesta bersama teman-temannya, tapi Jihoon menggeleng. Tak menjawab untuk apa makanan ringan sebanyak ini.
⠀ ⠀ ⠀"Kau kapan selesai kerja?" Tanyanya sembari menyodorkan kartu untuk membayar.
⠀ ⠀ ⠀Gadis itu memeriksa jam yang berada di belakang Jihoon, menghitung.
⠀ ⠀ ⠀"Tiga puluh menit, mungkin?" Jawabnya, "kenapa?"
⠀ ⠀ ⠀Jihoon kembali diam, tak menjawab ucapan sang gadis sampai urusan bayar membayarnya selesai.
⠀ ⠀ ⠀"Tau sendiri saya nggak bakal ngabisin semua, jadi setelah jam kerjamu habis saya tunggu di depan," ia menunjuk taman dengan hamparan rumput di depan mini market.
⠀ ⠀ ⠀Tempat itu biasa di pakai orang-orang berpiknik kalau sore atau sekedar duduk-duduk sambil minum beer atau memadu kasih.
⠀ ⠀ ⠀Mina tidak diberi kesempatan untuk menjawab oleh Jihoon. Jadi dengan sangat clueless dia mencari Jihoon seusai jam kerjanya.
⠀ ⠀ ⠀Cowok itu berbaring diatas hamparan rumput, memandangi bintang bintang. Mina menghampiri, duduk disampingnya.
⠀ ⠀ ⠀"Mina, saya mau jadi bintang yang paling terang," ia menunjuk angkasa.
⠀ ⠀ ⠀Yang diajak bicara ikut mendongak. Langit Seoul tak seindah langit pedesaan, bintangnya banyak sembunyi dibalik debu polusi.
⠀ ⠀ ⠀"Bintang paling terang cepat mati, Jihoon," Mina mengingatkan dengan wajah kesal.
⠀ ⠀ ⠀Jihoon yang melihatnya bangkit dan membersihkan rerumputan yang masih menempel di pakaiannya.
⠀ ⠀ ⠀"Matahari nggak mati tuh? Kalau gitu saya jadi matahari aja."
⠀ ⠀ ⠀"Kamu emang matahari, kalau nggak galak," ledek Mina sambil menjulurkan tangan mengambil makanan ringan yang Jihoon beli.
⠀ ⠀ ⠀Memang alasan Jihoon membeli makanan tersebut adalah untuk menghabiskan malam itu bersama. Bersama dengan Mina.
⠀ ⠀ ⠀"Kalau saya mau jadi bulan," ia menunjuk bulan yang sedang terang-terangnya. Malam ini full moon dan bulan itu memang indah.
⠀ ⠀ ⠀"Tapi bulan nggak punya cahaya."
⠀ ⠀ ⠀Ia menoleh kearah gadis itu, menopang dirinya dengan tangan kiri. Menuntut jawaban.
⠀ ⠀ ⠀"Nggapapa, kan ada matahari yang mau nyinarin bulan," ia menatap Jihoon penuh arti.
⠀ ⠀ ⠀Butuh banyak waktu untuk Jihoon memahami ucapan Mina. Sampai akhirnya ia menatap mata Mina dalam dan beralih ke bibirnya.
⠀ ⠀ ⠀Wajahnya mendekat, mempertemukan bibirnya dengan bibir ranum sang gadis. Ia menghitung tiga detik untuk tetap dalam posisi itu.
⠀ ⠀ ⠀Detik berikutnya, tangan kanan Jihoon menangkup pipi bulat sang gadis. Mulutnya mulai memagut bibir bawah Mina. Matanya terpejam ia mengingat rasa bibir manis itu.
⠀ ⠀ ⠀Mina awalnya terkejut, tapi ia mulai memejamkan mata begitu Jihoon memberikan perasaan yang aneh namun menyenangkan. Lewat bibirnya, untuk hatinya.
⠀ ⠀ ⠀Jihoon berhenti, kemudian memundurkan wajahnya. Menatap Mina, ia masih merasakan deru napas sang gadis.
⠀ ⠀ ⠀Dua sudut bibirnya terangkat membentuk sabit yang indah, sementara Mina menunduk malu.
⠀ ⠀ ⠀Di kecupnya sekali lagi bibir ranum itu, sebelum mengecup jidat, kedua mata, hidung, dan kembali pada bibirnya dalam kecupan singkat.
⠀ ⠀ ⠀Tak perlu kerlap kerlip kembang api, malam itu sudah indah untuk Jihoon dan Mina. Meski hanya di temani sang bulan dan cahaya mataharinya.
[]
YOU ARE READING
Absensi Bulan ; Jihoon, Mina.
FanficI used to never wait for tomorrow. But you became the reason for me to take one more step. aeluro, 2018.