lima

105 18 0
                                    

⠀ ⠀ ⠀Efek dari ucapannya sendiri malah bikin Jihoon uring-uringan hari ini. Apalagi dia udah tau jadwal Mina, rasanya aneh kalau sengaja ngejauhin. Aneh rasanya udah tau tapi nggak ngapa-ngapain.

⠀ ⠀ ⠀Woojin suatu hari pernah bilang, 'datengin kalau kangen' tapi Jihoon jadi mikir. Ngapain dia kangen? Siapa-siapa bukan, kenal juga enggak.

⠀ ⠀ ⠀Udahlah, biarin aja. Mungkin waktu itu Tuhan denger doanya, dan ngasih Jihoon jawaban lewat bantuan Mina. Kenapa harus Mina? Karena kebetulan Mina lagi lewat situ.

⠀ ⠀ ⠀Case closed.

⠀ ⠀ ⠀Sembari menghela napas, Jihoon membereskan alat tulis dan bukunya masuk kedalam tas. Sudah waktunya pulang sekolah dan berleha-leha.

⠀ ⠀ ⠀"Hoon, anak-anak mau keㅡ"

⠀ ⠀ ⠀"Nggak, saya ngantuk."

⠀ ⠀ ⠀Jihoon punya kebiasaan mutus ucapan orang dengan penolakan, padahal dia belum denger semuanya.

⠀ ⠀ ⠀"Tuhkan, buang-buang tenaga ngajak Jihoon tuh. Langsung aja kita, di café biasa kan? Deket tuh, jalan aja."

⠀ ⠀ ⠀Cowok itu cuma denger sekilas cerocosan Woojin, karena dia udah jalan keluar kelas. Siap buat pulang. Tapi tiba-tiba kakinya tak mau melangkah ia terdiam di depan pintu. Teman-teman lainnya melewatinya.

⠀ ⠀ ⠀"Jin lo mau kemana?" Ia menahan Woojin yang hendak menyusul.

⠀ ⠀ ⠀"Café depan sekolah, kenapa? Mau ikut?" Jihoon mengangguk, "Yeee katanya ngantuk."

⠀ ⠀ ⠀Cowok itu bodo amat dan kembali melangkah. Kali ini tujuannya bukan parkiran atau rumah, tapi café depan sekolah, menyusul teman-temannya.

⠀ ⠀ ⠀Lonceng berbunyi begitu ia masuk kedalam. Segerombol temannya sibuk memesan di meja kasir, dan dibalik sana ada Mina sedang melayani.

⠀ ⠀ ⠀Dia tidak bohong. Mina benar-benar disini. Jihoon baru sadar kalau mereka sedekat ini. Kakinya dilangkahkan mendekat.

⠀ ⠀ ⠀Setelah yang dia katakan pada Mina di Sungai Han tempo hari, Jihoon sudah siap dengan konsekuensi kalau Mina akan marah padanya atau pura-pura tidak kenal.

⠀ ⠀ ⠀"Pake uang siapa dulu?" Siyeon buka suara setelah memesan.

⠀ ⠀ ⠀"Biar saya. Kalian duduk aja," kata Jihoon.

⠀ ⠀ ⠀Teman-temannya terkejut. Pertama karena ada Jihoon, kedua karena mereka bakal di traktir, ketiga sedikit menyesal harusnya pesan yang paling mahal. Mereka buru-buru menjauh dari kasir setelah diperintah.

⠀ ⠀ ⠀Mina tersenyum, Jihoon anggap itu adalah SOP pelanggan. Maka disodorkannya kartu miliknya untuk membayar pesanan dengan tambahan ice americano.

⠀ ⠀ ⠀"Tuan Muda Park tumben sekali mentraktir, padahal tak pernah ikut."

⠀ ⠀ ⠀Jihoon bersyukur Mina masih menyapanya seperti biasa. Namun satu detak jantung berikutnya ia bingung mengapa harus bersyukur.

⠀ ⠀ ⠀"Halo nona pengantar ayam!"

⠀ ⠀ ⠀Belum sempat ia menjawab Mina, Woojin menginterupsi sambil ikut memesan dan memasukkan tagihannya kedalam struk Jihoon.

⠀ ⠀ ⠀Padahal Jihoon sudah berlatih bicara baik seminggu terakhir. Hendak di realisasikan.

⠀ ⠀ ⠀"Tuan Woojin selamat siang!" Sapa Mina tak kalah ceria.

⠀ ⠀ ⠀"Gimana lututnya? Hati-hati lain kali, nona. Nanti ayamku tidak sampai, bagaimana?"

⠀ ⠀ ⠀Lutut? Jihoon menatap Woojin dan Mina bergantian. Sejak kapan mereka jadi dekat? Apalagi bicara soal lutut.

⠀ ⠀ ⠀"Tenang! Semuanya aman terkendali, ku pastikan ayammu sampai dengan selamat," ia menunjukkan jempolnya pada Woojin kemudian menyodorkan alat pada Jihoon, "silahkan pinnya."

⠀ ⠀ ⠀"Saya bercanda. Yang penting keselamatanmu, nona. Ayam-ayamku masih bisa di pesan. Tapi kau hanya satu di dunia."

⠀ ⠀ ⠀Sementara Jihoon menekan angka password kartunya, Woojin dan Mina tenggelam dalam pembahasan yang asik. Yang jelas mereka sama-sama tertawa.

⠀ ⠀ ⠀"Bisa di percepat?" Pinta Jihoon, mulai gerah.

⠀ ⠀ ⠀"Sudah. Silahkan tunggu, Tuan Park," Mina menyodorkan struk dan alat pemanggil.

⠀ ⠀ ⠀Jihokn menarik Woojin agar segara bergabung dengan teman temannya. Agar tak lama-lama berada di kasir.

[]

Absensi Bulan ; Jihoon, Mina.Where stories live. Discover now