[28] : Keputusan

256 15 1
                                    

BRAK!

Kousei menendang mesin minuman dengan kakinya, tak peduli dengan tatapan mereka atau security yang sudah mau menghampiri dan hampir mengusirnya. Kousei sangat tak peduli, yang ia perlukan adalah emosinya bisa hilang, itu saja.

Ia mengacak-ngacak rambutnya frustasi, berjalan keluar membiarkan air hujan menyapu tubuhnya.

Hujan sangat lebat, banyak orang yang berteduh di sana dan menghangatkan diri. Karena terlalu ramai, Kousei memilih pergi sendirian...

Dan di sinilah sekarang, sendirian dengan rasa kekosongan dengan guyuran hujan, berharapan bisa menghilangkan beban pikirannya.

Jangan lupakan semua ini, janji?

(Part 15: Sayonara)

Kousei terpengarah, itulah janji yang Kaori katakan padanya sebelum pergi, sebelum meninggalkannya. Tapi ... dengan tidak tahu malunya, dirinya ingin melupakan gadis yang berjasa di hidupnya.

Bught!!

"Uhuk!" Ringis Kousei.

Watari tiba-tiba datang sambil membawa payung dan jas hujan yang membungkus dirinya. "Bodoh."

"Brengsek," tukas Kousei.

Watari menyeringai, menyapu tangannya yang bekas meninju. "Itu balesan buat tadi, pecundang."

Kousei bangkit, namun gagal, dirinya merasa pusing dan mengigil luar biasa. "arghh..."

*******

"Watari!"

"Tsubaki!"

Tsubaki, Watari, mereka berdua berdebat sepanjang tadi. Tsubaki yang berperasangka buruk karena Kousei di bawa dalam keadaan pingsan dan tak terbawa. Sedangkan Watari yang mengelak dan menjelaskan semuanya akan tetapi Tsubaki tak percaya, dasar wanita...

"Terus kenapa badannya panas? Ga, mungkin kalo di pukul satu kali doang bakal pingsan."

"Bakal kok!" Elak Watari. "Kousei tadi kehujanan, tanya aja ke dia sendiri kalo ga percaya."

Tsubaki melipatkan tangan di dada sambil mengerucut bibirnya kesal. "Yaudah! Puku-pukulan aja terus nyampe koma!"

Watari mengacak-ngacak rambutnya hingga berantakan. Kenapa laki-laki selalu salah? Menyebalkan sekali. "Tunggu aja sebentar lagi, pasti Kousei bakal sadar." Itulah kata-kata terakhir Watari, karena lelaki itu sudah menghilang dari sana.

Beberapa saat kemudian, Kousei mengerjap matanya. Hal yang pertama kali ia lihat adalah sinar lampu yang menyilaukan.

Apakah aku udah mati?

Tsubaki menoleh pada Kousei. Kaget saat lelaki itu sudah bangun, segera di hampiri. "Ga papa? Mau minum? Sakit ga? Ini pasti salah Watari!"

Oh, belum mati, mungkin nanti...

Kalau Kousei sudah meninggal, maka dia tidak akan mendengar ceramah Tsubaki yang super panjang lebar. Jadi Kousei menyimpulkan kalau dia belum meninggal.

"Aku ga papa, cuma ke hujanan."

Tsubaki mendesah lega dalam hati, merasa tak enak pada Watari karena sudah menuduhnya. Ah, masa bodo.

"Tsubaki." Panggil Kousei. Gadis itu dapat melihat bibir pucat sahabatnya yang sangat putih. "Ya? Kenapa?"

Kousei menepuk tempat duduk, bermaksud agar gadis itu duduk di sebelahnya. "Aku mau cerita."

Tsubaki tersenyum tipis, ia dapat melihat arah pembicaraan ini akan ke mana. "Silahkan..."

"Aku jahat Tsubaki. Aku jahat."

Tsubaki mengerutkan kening tak mengerti. Jahat? Siapa, maksudnya Kousei? Setaunya, sahabatnya adalah orang terbaik dan sabar tentunya.

Kousei kembali berceloteh, "aku jahat ... padahal aku berjanji tapi aku mengingkarinya."

Tsubaki tersenyum seraya menggelengkan kepala. "Kamu ga jahat. Mana ada orang jahat inget kelakuan jahatnya? Ga ada kan."

"Tapi..."

Tsubaki terlebih dahulu mengguncang tubuh Kousei, "kamu ga jahat, oke? Biarlah Watari yang jahat di sini."

Kousei memeluk dirinya, persis yang di lakukannya saat kecil dulu. "Apa aku bisa bermain piano?"

"Tentu bisa." Lanjut Tsubaki, "bukankah itu yang Kaori mau?"

Ya, itulah yang Kaori mau. Gadis pemaksa itu pasti akan selalu memaksa Kousei bermain piano bagaimanapun caranya.

Kousei tersenyum kecil, "ya." Lalu ia menoleh pada Tsubaki. "Aku mau kamu jujur, di mana dia Tsubaki?"

Tsubaki berdiri dari duduknya, matanya menyalang pada orang yang sudah menjadi sahabatnya setelah sekian lama.

"Dan membiarkan kamu kayak orang gila? Mengejarnya tanpa lelah. Sadar Kousei! Masih banyak orang yang menyayangimu disini."

"Aku tau."

Tsubaki menggeleng cepat, "Kamu ga tau. Jangan pernah menanyai Kaori di mana, karena aku ga akan memberitahumu."

Saat Tsubaki hendak pergi, dengan cepat Kousei mengambil lengan Tsubaki. "Dengarkan dulu."

"Apa lagi? Ga ada lagi!!"

"Tsubaki!!" Kousei membentaknya untuk pertama kali. "Dengarkan dulu.."

Terpaksa Tsubaki untuk duduk lagi, saking kagetnya dirinya hampir melompat kegirangan. Jangan salah paham, dari dulu Tsubaki mengira kalau Kousei tidak 'normal' karena jarang marah-marah, maka saat dia membentaknya, senangnya bukan kepalang.

"Cepetan." Desak Tsubaki tak sabaran.

Kousei tersenyum tipis, "beritahu aku di mana Kaori. Dan aku tak akan lagi menemuinya."

"Kenapa?"

"...aku merasa tak pantas." Jawabnya. "Mungkin ini adalah jalan keluar yang terbaik."

"Selamat tinggal Kaori."

Tbc

Dadah!! Dadah Kaori! Selamat tinggal, hati hati di jalan!! 🙋🙋


shigatsu wa kimi no usoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang