[27] : Melodi indah

271 19 0
                                    


Terdengar derup langkah kaki yang di susul oleh bising suara para staff dan langkah kaki mereka yang berdecit.

"Arima Kousei?" Panggil sang staff wanita itu saat melihat seorang anak lelaki yang memakai jas biru dan kacamata sebagai ciri khasnya

Kousei mengangguk. "Terima kasih." Lalu ia berjalan memasuki panggung, melewati cahaya kuning yang menyinarinya dari atas menuju sebuah piano besar yang di sebelahnya terdapat kursi.

Tepat saat lelaki berambut pirang itu selesai bermain, membungkuk sebagai perpisahan yang di selingi oleh tepuk tangan meriah dari penonton, dan berjalan ke luar.

Jangan gugup.

Langkah kaki Kousei tidak berat, tidak ringan juga namun setiap langkah kakinya ia dapat mendengarnya sendiri dengan jela.

Kousei membuka dua kancing bawah jasnya sesudah duduk, menarik nafas sebelum memulai. Ia sedikit menengok ke arah panggung, dan ia dapat melihat Watari dan Tsubaki yang duduk sebelahan seolah mereka mengisyaratkan 'berjuang' atau 'semangat, kau pasti bisa'.

Kousei mendengus dalam hati, merapal kata-kata yang biasanya ia gunakan sebelum memulai permainan.

Apa yang kamu harapkan, Kousei? Berharap dia datang, dan menontonmu bertanding? Jangan bercanda! Dia tidak mungkin datang, dia ...

.... dia sudah meninggalkanmu.

Tangan lincah Kousei bermain di atas piano, dan beberapa saat terdengar suara. Penonton terengah,

Lihat saja!

Tangan tersebut semakin lincah, menekan tuts semakin keras diirngin gesekan kain yang berpindah sangat cepat.

Hiroko yang duduk paling depan, ia memandang Kousei dengan prhatin, merasa tak pantas menyebut dirinya sebagai guru. Kousei memang anak didiknya, ia memang seorang pianis terkenal, namun dirinya juga dapat merasakan kesedihan Kousei dalam bermain.

Penonton terpengarah, memandang Kousei dengan takjub, namun dari mereka ada yang memandang dengan sorot sedih.

Tentu saja, bagi pianis mereka akan mengatakan, 'dia melampiaskan amarahnya', dan 'tak berperasaan'.

******

Sejak selesai bermain, Kousei tak dapat melihat keberadaan Watari dan Tsubaki, karena selesai bermain Hiroko datang lalu memeluknya dengan erat sambil menangis terharu.

"Kau yakin? Sekarang bagaimana keadaan Kaori?"

Kousei membulatkan mata, lalu bersembunyi di balik tembok sambil mendengar asal suara tersebut.

Watari tersenyum, tadi sewaktu Kousei bermain dia memasang recorder dan mengirimkannya pada Kaori.

Sorot mata Tsubaki berbinar, "Terus apa respondnya sesudah mendengarnya?"

Dengan bangga, Watari menunjuk dirinya. "Dia menangis terharu, Watari gitu lohhh!"

Tsubaki mengangguk senang, "Ayo, pasti Kousei udah nung---KOUSEI APA YANG KAMU LAKUAKN?!!"

Kousei menarik baju Watari, tanpa pikir panjang ia memukulnya telak. Nafasnya memburuh, matanya menatap sorot tajam seolah dia akan membunuh.

"Brengsek!" Maki Kousei, tanpa waktu lama ia berjongkok di atas Watari, air matanya keluar sebagai bentuk kecewa terhadap sahabatnya. "Dimana dia?! DIMANA DIA WATARI!!"

Watari mengusap bibirnya yang terluka, memandang geli pada Kousei, ia mendorong tubuh Kousei agar menjauh. "Apa urusanmu? Gak! Ini bukan urusanmu! Sebaiknya jangan ikut campur!" Watari hendak pergi, namun lagi-lagi di tahan oleh Kousei.

"Watari ... beritahu dimana dia. Kumohon."

Watari menepis tangan Kousei dari tubuhnya, menatap jijik pada sahabatnya seolah dia adalah kuman. Lalu pergi tanpa mengucapakan sepatah kata lagi.

Kousei terduduk, menenggelamkan dirinya pada pelukan sendiri, seolah mengatakan bahwa dirinya hanya menginginkan waktu sendiri.

Tsubaki hendak menghampiri namun ...

"Pergi."

Tbc

Yooo! Part nanti isinya tentang hampir Kaori, selamat menunggu kembali.

See you!

shigatsu wa kimi no usoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang