[8] : Karena 'dia'

802 65 3
                                    

"langitnya mendung banget" ucap Tsubaki memandangi keadaan sekitar.

"Iya, kayanya mau hujan"

"Apa yang kau ucapkan tadi? Bersama Kaori?"

"Huh? Bukan hal yang penting, kok..."

Jika ada yang tanya dimana Watari? Watari sedang menelfon teman perempuannya.

"Cepat, cepat! Kau ada tidak?" Ucap Watari yang sibuk menelfon temannya. Karena telfonnya tidak dapat terhubung.

"Tapi tak apa kau beritahu ku" ucap Tsubaki.

Hanya suara Watari yang terdengar, yang sedang menelfon dengan Keiko.

"Ah... Keiko"

"Keiko, ini aku. Apa kau sibuk sekarang?"

Akhirnya Kousei menjawab.

"Apa aku hanya pandai bermain piano?" Suaranya terdengar lemah, tidak ada semangat apa pun di diri Kousei.

"Tidak kok, Kousei punya banyak keahlian---

"Misalnya----

"Contohnya" sepertinya Tsubaki kehilangan kata-kata untuk menjawab.

Tsubaki melihat langit dan memukul bahu Kousei. "Ah... Liat ada cahaya" ucapnya mengalihkan topik pembicaraan.

Ya! Langit yang di tunjukan Tsubaki mulai menerang, menunjukan sedikit cahaya matahari.

***********

Terdengar dari sekolah, suara dari ekskul futsal.

Kousei berjalan, ingin pulang, sekarang ia sudah diluar sekolah. Ia bisa melihat ekskul futsal dari jaring-jaring besi.

Tiba-tiba seseorang berlari menghampiri Kousei.

"Kousei, apa kau lihat tadi? Tendangan ku?" Tanya Watari, menanbrak Jaring besi.

Kousei teroelonjat kaget mendengarkan suara Watari.

"Hmm" dehem singkat Kousei.

Watari langsung mengeluarkan hp nya dari saku celananya.

Piip

Watari menekan send. Ia mengirim sesuatu kepada Kaori.

"Kousei, apa kau ingin menjenguk Kaori" tanya Watari sambil memainkan hp.

"Katanya lusa, ia diperbolehkan pulang"

"Nanti pas dijalan kita belikan hadiah"

"Ia pasti akan senang"

Jadi Watari udah tau emailnya?. Tanya Kousei pada batinnya.

"aku tidak ikut kau saja yang pergi sendiri, Watari" tolak Kousei pada Watari.

"Disana, aku akan canggung banget"

"Yang sudah merusak penampilannya adalah aku"

Watari menyenderkan badannya pada jaring besi, asik mengirim pesan emailnya pada Kaori. Terlihat senyumnya dari Watari.

"Selain itu...."

"Orang..."

"Orang yang selalu diandalkan olehnya adalah kau" ucap Watari masih menyenderkan badannya menghadap gedung sekolah.

"Tapi itu hanya karna aku bisa bermain piano"

Hanya itu saja. Tak ada yang lain

"Tidak lebih"

"Aku tahu. Aku tahu kok" Watari menoleh pada Kousei. "Aku tau kok, tapi kau tak pernah tau" ujar Watari mantap, Watari menatap Kousei dengan senyumnya yang ia andalkan.

Watari berusaha meyankinkan Kousei.

Langit mendung menghiasi hati Kousei. Kousei bangkit dari jatuhnya.

"Jangan menahan diri disana. Ayo kita kesana bersama!"

"Mungkin kita bisa melihatnya telanjang lagi" ucapnya semangat, terlihat dua sudut bibir yang terangkat lebar.

Tiba-tiba di sela mereka berdua mengobrol. "Watari! Jadi kapten tuh jangan bermalas-malasan!" teriak pelatih Watari, melihat mereka berdua mengobrol santai.

Kousei mendengarkan hal yang di ucapkan Watari tadi membuatnya tersenyum.

"Lihatlah permainanku yang mempesona" ia tersenyum melihat Kousei tersenyum.

"Kau terlihat bersemangat" ucap Kousei

"Iya!"

"Turnamen besar sebentar lagi"

"Selain itu setelah melihat permainan aku yang mempesona" ucapnya sangat percaya diri.

"Mana mungkin aku tidak bersemangat" ucapnya memberitahu sedetailnya.

"Apalagi melihat kalian berdua seperti itu"

"Membuat pikiran ku tambah semangat" Watari langsung berlari ke kerumunan orang yang sedang berlatih."aku takkan bisa melupaknnya" ucapnya sambil berlari. Ia adalah kapten dari ekskul tersebut.

Kousei menatap Watari berlari, ia kehabisan kata-katanya sampai ia tidak menjawab ucapan Watari panjang lebar.

Kousei terdiam, ia mematung mengingat ucapan Watari tadi

"Aku takkan bisa melupakannya"

Tiba-tiba dipikirannya muncul Kaori berkata "kau takkan bisa melupakannya".

Tik

Air hujan mulai turun, mengenai kaca mata Kousei

Hujan mulai deras.

Terlihat Kaori menatap luar dari jendela dikasurnya.

" Piano itu bagian darimu. Tapi di saat itu tidak salah lagi....," ucap Kaori seolah-olah berbicara pada Kousei.

Kousei berlari akibat hujan deras.

"Piano itu segalanya bagimu" lanjut Kaori.

Kaori mulai berkata panjang dengan jeda beberapa detik.

"Tapi kau membuangnya secara paksa"

"Seperti mencoba melepaskan anggota badanmu .....,"

"Karna itulah kau merasa ngat kesakitan"

Kousei berlari dengan cepat, seolah ia mendengarkan ucapan Kaori.

"Wajahmu menunjukan rasa penderitaan yang amat dalam"

Ckklek

Kousei langsung membuka pintu berlari menuju lantai 2. Ia langsung membuka ruang yang dulu ia sering untuk berlatih bermain piano.

Debu, kotoran, buku berserakan. Itulah sesuatu yang menggambarkan keadaan ruangan itu.

Seperti itulah hati Kousei terhadap piano.

YANG BACA TULISAN INI TOLONG DI VOTE DAN COMMENT WAJIBB.

JUST VOTE AND COMMENT FOR AUTHOR

shigatsu wa kimi no usoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang