Nana

93 6 4
                                    

"Jurang pengharapan, sempat menjatuhkanku pada ketidakberdayaan."

***


Cinta.

Apalagi yang bisa di harapkan. Kalau selama ini. Hanya ada kepahitan yang mengatasnamakan cinta. Pergi, tanpa sempat mengucap kata pamit. Rasanya perempuan berlesung pipit itu sudah enggan mendengarnya.

Lelaki berpakaian rapi berada di depan kelas. Menerangkan dengan sedikit di bumbui candaan. Tawa menggelegar di sudut ruang.

Cara untuk mengusir kejenuhan dalam belajar.

Telinganya sudah kebal. Dengan kata-kata romantis yang sering di lontarkan padanya. Terlebih, di awal menyusun sederet rencana untuk mendekati perempuan yang jadi incaran. Lelaki akan mengeluarkan semua jurus yang di miliki, untuk membuat perempuannya luluh.

Seperti apa yang pernah menimpai dirinya.

Sebagian lelaki beranggapan, perempuan akan mudah masuk dalam perangkap. Dengan bermodalkan kelihaiannya dalam meracik kata. Padahal, dari sekian banyaknya. Masih ada yang jeli memberi batas-batas.

Tak semudah itu.

Sialnya. Dulu ia tak mampu menahan diri, atas godaan yang menderas.

Kata yang sempat membawanya terjerumus pada satu keputusan salah. Hingga merelakan hampir seluruh hatinya untuk lelaki yang dianggap sebagai cinta satu-satunya.

Padahal, di dunia ini tak hanya satu.

Lelaki yang di kenalnya melalui teman yang semula menjodoh-jodohkan. Di usia yang masih asyik menjadikan cinta sebagai sebuah candaan. Tepatnya, saat ia masih mengenakan seragam abu-abu. 

Ketika menjumpai ada lelaki yang mau dan bersedia meluangkan waktu menemaninya chatting setiap detik. Mengajaknya membuang waktu menikmati hari dengan ketidakjelasan. Menguntai waktu dengan kesemuan rasa. Menjadi alarm, yang selalu mengirimkannya kata selamat pagi atau bangun. Menurutnya, itulah cinta.

Padahal makna cinta tak sedangkal itu.

Membiarkan waktunya terbuang sia-sia. Untuk menunggu tanpa kepastian. Bertahan dalam hubungan yang samar. Bukan juga bisa di artikan cinta. Sebab, cinta tak akan membiarkan seseorang yang di cintai diam dalam ketidakjelasan.

Di galeri musiknya. Ia mengoleksi banyak lagu dengan lirik-lirik romantis nan sendu. Bisa mewakili keadaan hatinya yang selalu di rundung pilu.

Rindu seakan menjadi nyanyian melankolis yang paling sering di perdengarkannya. Terlebih, di waktu sebelum ia berkeliaran di peta mimpi. Petunjuk arah yang kerap menyuguhkan teka-teki, yang tak kunjung menemukan jawaban.

Penantian tak ubahnya teman setiap detik. Cinta semu telah membutakan hati juga akalnya.

Tunggu hingga kepulanganku.

Lelaki itu tak pernah absen mengirimkannya melalui pesan singkat sebelum kepergian. Hendak menancapkan tiang keyakinan di hati perempuan yang katanya menghiasi langit masa depan. Bahwa kepergiannya untuk kembali.

Berlandaskan anggapan cinta harus saling mempercayai. Perempuan itu yakin, lelakinya tak akan berkhianat.

Lalu, siapa yang menjamin jarak tak akan membuat seorang lelaki berpaling?

Satu tahun berlalu. Harapan yang di bangunnya kian membukit. Namun perlakuan lelaki itu sama sekali tak mencerimkan orang yang berusaha mempertahankan. Membuat tiang kepercayaan yang di tegakkannya meretak.

Kado KelulusanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang