"Rasaku bukan sekadar label."
***
Nana mempercepat langkah menuju parkiran. Stopmap besar yang di pegangnya, sempat terjatun. Namun tak membuat dokumen di dalamnya berserakan. Aman.
Ia merogoh tas bagian depan untuk mencari kontak yang biasa di taruhnya. Padahal, kebiasaan itu. Sudah membuatnya harus kehilangan kunci motor hingga dua kali. Cerobohnya, ia masih memelihara kebiasaan yang sama.
Memasukkan stopmap ke dalam jok motor. Sempat ia merasa kesulitan untuk mengeluarkan motor dari himpitan kendaraan mahasiswa lain. Untung, tukang parkir kampus siap siaga membantu.
Sehingga ia bisa melenggang pergi.
Di rumah terlihat Hamid sedang memberesi serpihan kayu.
"Tunggu di situ. Aku mau bersih-bersih dulu."
Mengangguk.
Nana lantas duduk. Menunggu seorang diri. Membuatnya di sambangi bosan.
Oh, ya. Buku pemberian orang tak dikenal itu. Ada dalam tas. Sengaja di bawa, untuk mengisi saat senggang seperti saat ini.
Di pahaminya setiap halaman. Penyampaian yang ringan, juga tak terkesan menggurui. Membuatnya tak bosan membaca hingga melahap sepuluh halaman.
Bahagia itu sederhana.
Cuplikan kata yang membuatnya tercenung. Setiap orang memiliki penilaian, serta ukuran yang berbeda untuk menentukan tingkat kebahagiaannya.
Persoal dengan bahagia. Cukup melihat ibu memberi restu akan impiannya. Akan menjadi kebahagiaan yang meletup-letup. Tak terkira.
Bahagia....dan....sederhana.
"Tak jarang, banyak di antara kita yang masih kurang bersyukur. Itulah sebab terbesar orang menganggap dirinya tak bahagia. Padahal segala kenikmatan rezeki, juga kesehatan di dapatkannya dengan sempurna."
Ia menoleh. Hamid dengan handuk yang masih bertengger di pundaknya. Segera di sampirkan.
"Pekerjaannya sudah selesai."
"Oh..oh... Su, sudah. Sudah selesai," seketika ia kehilangan konsentrasi. Penjelasan Hamid tepat. Keduanya memiliki pemikiran yang sama dalam memaknai.
"Coba aku lihat."
Ia menyodorkan stopmap. Namun pandangannya masih beralih ke halaman berikutnya.
Setiap halamannya memang selalu menggiring untuk melanjutkan kisah hingga akhir.
Bagus.
Terdengar gumaman Hamid setelah selesai mengecek.
Kali ini. Hamid memang meminta dokumen untuk di print dan di antarkan ke rumah. Tak seperti biasa, yang bisa dengan mudah di kirim melaui e-mail.
Sedikit merepotkan. Tapi di satu sisi ia tak ingin kehilangan pekerjaan sampingan.
"Suka baca novel ya?" tanyanya tiba-tiba.
"Heem."
"Ada tamu kok di biarin. Nggak di kasih minum."
Perempuan yang mengenakan jilbab sedada. Membawakan dua gelas berisi teh hangat. Ibu Hamid.
Pertama kali datang. Ia bertemu dengan ayah. Kedua kalinya dengan ibunya.
Alangkah bahagianya seorang Hamid, memiliki keluarga yang masih utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kado Kelulusan
RomanceSepertinya, tak ada yang mampu menghindar persoal cinta. Keindahannya bertebaran di mana-mana. Tak terkecuali di hati perempuan berlesung pipit. Saat di perjalanannya menyembuhkan luka. Juga mencari jalan yang bisa membawanya pada ketenangan. Ia di...