Pembasuh luka

0 1 0
                                    

"Kedatanganmu seperti tamu yang tak diundang. Ada dengan tiba-tiba."

***

"Sabar."

Kata pamungkas yang kerap di lontarkan. Saat seseorang mengalami masa sulit. Termasuk Nana.

Tiara bisa menyarankan. Sebab bukan dirinya sendiri yang mengalami.

Tiara di kelilingi oleh orang tua yang selalu memberikan dukung penuh. Atas apapun yang di lakukan anak mereka.

Bahkan mengerahkan seluruh tenaga. Agar anaknya, bisa meraih impiam yang di harapkan. Selagi itu masih di koridor baik.

Guru.

Sejak dulu. Tiara memang ingin mengabdikan diri sebagai seorang pengajar. Menyebarkan ilmu yang di himpunnya selama menempuh pendidikan. Jadi ilmu yang di miliki tak tergerus lupa. Malah semakin berkembang.

Satu impian mulia.

Lalu, apa penilaian tentang impiannya menjadi seorang penulis. Menyebarkan kebermanfaatan melalui setiap kata yang di rangkainya. Tak ada kemulian. Sampai ibu begitu keras menentang.

Setiap kali mengulang impian yang sama. Justru cacian yang kerap di terima. Perkataan yang justru menjatuhkannya sangat keras. Meretak dan hancur berkeping.

Ya Allah. Beri hambamu petunjuk.

Sabar...sabar.

Selama ini, ia sudah mencoba menghadapi penolakan ibu dengan kepala dingin.

Cacian tak selalu di balasnya dengan bantahan. Ia memberi ruang itu ibu meluapkan semua keinginannya.

Tapi bukan berarti bisa memaksakan. Itu yang sampai saat ini belum di mengerti.

Ia kira. Ibu akan selamanya seperti itu. Sampai keinginannya di penuhi.

Egois.

Bagaimana dengan esensi sabar yang dikatakan sebagian orang, bahwa sabar itu ada batasnya. Tingkat kesabarannya sudah berada di puncak. Ingin meletup.

Sabar tanpa tepi.

Namun sejatinya, orang yang berkata demikian belumlah pada sabar yang sebenarnya.

Ia teringat akan salah satu penceramah, yang diperdengarkannya melalui televisi. Sabar itu tak berbatas.

Dengan mengutip apa yang di janjikan oleh-Nya dalam surah Az Zumar ayat 10 “Sesungguhnya hanya orang orang yang bersabar dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”

Saat ia ingin meraup pahala lebih banyak. Ia harus menaruh sabar di tingkatan tertinggi.

Kalau ia berkata sabarnya sudah habis. Berarti ia masih harus memperdalam pengetahuan tentang sabar.

Air matanya mulai merintik.

Langkahnya berjalan pelan. Melangkah di atas jalan setapak bermotif cantik. Di susun dari bebatuan kecil. Warna-warni. Kursi permanen di bangun di setiap sisi taman.

Ia mencari tempat duduk dengan posisi yang pas. Tempat yang di rasanya cocok untuk media menyendiri. Jauh dari jangkauan kebisingan ibu dengan pendapatnya.

Nggak penting, nggak penting, dan memang nggak penting.

Pernyataan singkat namun menyakitkan. Menyerupai belati tajam, yang menusuk-nusuk hatinya.

Apa hobimu bisa menjamin hidupmu?

Kado KelulusanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang