Kado Kelulusan

11 0 0
                                    

"Jika namamu sudah di tentukan untuk bersanding denganku. Sejauh apapun pergi, tetap akan kembali."

***

"Ayo nanti terlambat."

Ibu terlihat paling repot menyiapkan keperluan.

Mulai menyiapkan seragam yang akan di pakainya bersama Rizki. Hingga masalah dandan. Urusan pakaian. Masih bisa memakai seragam yang dikenakan saat lebaran tahun ini.

Mengehmat budget. Kalaupun memilih menjahit juga akan mubadzir. Paling hanya di pakai sekali ini. Pergi ke acar penting pun jarang memakai yang senada, yang penting rapi.

Urusan dandan. Ibu bahkan mengunjungi salon lebih pagi. Katanya biar tak mengantri terlalu lama.

"Harus berpenampilan istimewa di hari istimewamu. Sudah lama ibu menantikan. Anak perempuan ibu di wisuda."

Tangannya jeli ikut merapikan pernak-pernik jilbab. Padahal sebelumnya ia sudah memesan, untuk mendandaninya yang sederhana saja. Simple.

Nana tak menyukai keramaian dalam berpakain.

Perempuan itu memandangi cermin. Memperhatikan gambarnya yang ada di hadapan. Penampilanya berubah drastis. Polesan Make up tebal, menghiasi wajah.

Merepotkan.

Rasanya ingin segera di hapus. Ia paling tak tahan memang kalau soal memakai make up.

Menurutnya di wajah akan terasa lebih berat. Lengket. Apalagi dengan warna lipstik yang merah merona.

Toh ibu kan tahu sendiri. Ia jarang sekali dandan saat pergi ke kampus. Atau ke acara kondangan. Paling hanya mengenakan bedak tabur. Itu pun tipis.

Wajar saja kalau ia merasa gerah.

Belum lagi pakaian kebaya. Sepasang dengan roknya yang singset.

Apalagi ini?

Dari balik pintu. Riski menjelma lelaki yang gagah. Sesuai dengan postur tubuhnya yang besar juga tinggi. Dengan pakaian yang senada dengan ibu.

Walaupun. Kulitnya terlihat gelap. Pekerjaan di luar ruangan, juga memberatkan. Membuatnya harus bergelut dengan panas. Hingga membuat kulitnya terpanggsng.

Hitam manis.

Sembilan puluh persen wajahnya turunan dari ibu.Kalau Nana, lebih pada mirip ayahnya. Jadi imbang.

Satu, satu.

Senyum yang terpancar di wajahmu, adalah bagian dari kebahagiaan yang kumiliki.

"Ibu tunggu di ruang tamu ya."

Segera ibu ke luar dari kamar. Nana mengangguk. Dengan masih kesibukan yang sama. Merapikan pernah-pernik.

"Jangan lama."

Riski meyusul di belakang. Dengan alis di naikan ke atas. Tanda mengejek.

"Iya bawel. Sudah sana."

Melangkah dan duduk di atas ranjang. Mengaragkan pandangan ke arah langit-langit.

Ya Allah. Seharusnya ini hari yang membahagiakan. Sudah sepatutnya ia bahagia.

Tersenyum Nana. Tersenyum. Jangan cemberut. Batinnya.

Lantas meraih tas yang masih terbuka. Di lihatnya sebuah kertas yang sengaja di simpannya tadi malam. Sebagai bukti. Kalau ini diperlukan untuknya menemui lelaki itu.

Kado KelulusanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang