Kisi-kisi Rasa

45 4 4
                                    

"Ajari aku, cara ampuh untuk tak melarikan diri dari keadaan."

***

"Siap!"

Suara lantang itu, berasal dari lelaki pemegang biola yang berdiri di tengah kerumunan. Rambutnya yang grondrong tersibak angin.

Memiliki postur tubuh tinggi juga ramping. Tegaknya menyerupai seorang komandan yang sedang memberi aba-aba, untuk memerintah yang menyebar segera mendekat.

"Ayo merapat."

Gelegar suaranya lantang.

Nyala api unggun, beserta dua gelaran tikar, sudah menanti.

Semua ini gara-gara Tiara.

Coba aja kalau dia mau nunggu aku bilang nggak, atau iya dulu. Pastikan nggak gini kejadiannya.

Dalam hati terus menghakimi satu nama.

Rasanya ingin mengutuk sahabatnya, yang sudah lancang membawanya pada satu tempat berbeda. Tempat yang di kelilingi wajah-wajah asing.

Satu pun belum ada yang dikenali.

Padahal untuk mampu menuju dan berhadapan dengan banyak orang seperti ini. Ia kerap menjadikan punggung ramping sahabatnya sebagai tempat berlindung.

Bersembunyi. Selain pemalu, ia ingin menjauhkan diri untuk menjadi pusat perhatian. Menurut penilaian banyak orang, ia memiliki wajah dengan daya pikat.

Imur, bermata lentik, alis tebal, juga lesung pipit.

Duuh.

Nana menganggap semua itu bonus, pemberian dari-Nya.

"Nanti juga akan terbiasa," ucapnya enteng.

Saat mengantarkan Nana hanya sampai di tempat parkir. Dengan membawa motor sendiri-sendiri.

"Temenin kenapa."

Tangannya mencegah Tiara yang sudah menunjukan ancang-ancang berpmitan. Meninggalkannya sendiri.

Pengen ikut pulang.

Ia sama sekali belum siap.

"Udah gede gini. Masak apa-apa harus di temenin. Udah ya. Bye...."

Motor yang sedari tadi sudah dalam keadaan menyala. Di gasnya pelas. Disertai lambaian tangan. Sebelum bayangnya tak terjangkau mata.

Nyebelin.

Malam yang tenang. Dengan bulan sabit yang indah. Lampu menyala dari perahu yang terparkir, kerlap-kerlip bergantian. Seperti lampu di tempat disko.

Nelayan sekitar sengaja memberi perahu mereka tanda, untuk dapat di kenali saat berlayar di waktu malam.

Tempat ini? Ia teringat sesuatu.

Sudah lama sekali tak di kunjunginya. Terakhir sewaktu kelas tiga SMA. Itu pun, waktu teman seangkatan mengadakan acara bakar ikan bersama, untuk memeriahkan hari perpisahan.

Tak sepertinya.

Sebagian besar dari teman semasa SMA-nya, sudah berkarir.

Ada yang menjadi pegawai tata usaha di sekolah, pegawai bank, fotogtafer, penyanyi, penyiar radio, juga profesi lain yang tak bisa diuraikan satu-satu. Intinya, hampir sembilan puluh persen sudah berpenghasilan. Hingga tak jarang, sekarang kehidupan mereka. Jauh berubah.

Kado KelulusanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang