~SELAMAT MEMBACA~
* * *Bel istirahat baru saja berbunyi, tetapi siswa di kelas sudah banyak yang hilang. Sudah dapat ditebak, mereka pasti sudah menuju ke surga sekolah alias kantin.
Raina membereskan alat tulisnya, memastikan bahwa tidak ada satupun alat tulis di atas meja. Gerakannya terhenti saat matanya menangkap sebuah pulpen tergeletak di atas meja Bayu. Ia masih penasaran, apa tujuan Bayu meminjam pulpennya kemarin, padahal lelaki itu juga memiliki pulpen.
Matanya beralih menatap Bayu yang sedang membuka tasnya dan mencari sesuatu di dalam situ. "Ini punya lo kan?" Raina mengangkat pulpen lelaki itu.
Bayu menghentikan gerakannya lalu mengangguk, "lo liat gue nulis pake pulpen itu kan? Segala pura-pura gak tau."
Cewek itu meletakkan kembali pulpen Bayu di atas meja dengan sedikit kasar, "kalo lo punya pulpen sendiri, ngapain pinjem pulpen gue?!"
"Gue pinjam pulpen lo itu kemarin, bukan hari ini." Lelaki itu mengambil pulpen dan mengangkatnya hingga di depan wajah Raina, "pulpen ini baru aja gue ambil tadi pagi di ruang kerja Mama gue," aku Bayu dengan jujur. Memang benar pulpen ini dia ambil secara diam-diam di ruang kerja sang mama karena merasa tidak rela untuk menggunakan pulpen unicorn milik Raina yang menurutnya sangat lucu.
Raina memajukan bibirnya, ia masih kesal setengah mati dengan Bayu. Sebenarnya jika bukan Bayu yang mengambil pulpen kesayangannya itu, ia tidak sekesal ini. Tapi karena Bayu adalah orang yang tidak disukainya, jadi kekesalannya bertambah pada si pengambil pulpen kesayangannya.
Karena tidak ada respons dari Raina, ia melanjutkan kegiatannya yang terjeda. Ia mengambil kotak bekal yang diberikan oleh Mama Ara dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja lalu menutup kembali tasnya.
"Rai, ke kantin yuk!" ajak Ara yang sudah berdiri tepat di depan meja Bayu dan Ara.
Raina mengangguk.
"Lo gak ke kantin?" tanya Ara pada Bayu.
Bayu menggeleng, "udah titip tadi sama Upi."
Ara hanya mengangguk, "ayo, Rai," ajaknya pada Raina lalu berjalan lebih dahulu.
Raina berdiri dari tempatnya berniat untuk menyusul Ara. Senyuman jahil terukir di bibirnya. Ia membawa kotak bekal milik Bayu lalu berlari pergi menyusul Ara dan juga menjauh dari Bayu.
"WOY, ITU PUNYA GUE!" teriak Bayu yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Raina.
***
Raina menjatuhkan bokongnya di bangku kantin sambil menunggu Ara kembali dari memesan minuman. Ia meletakkan tempat bekalnya di atas meja. Alisnya berkerut bingung saat melihat tempat bekal Bayu dan Ara yang sangat mirip, hanya warna saja yang membedakan.
"Ini punya lo?" tanya Raina kepada Ara yang sudah duduk di depannya dengan membawa dua jus mangga.
Ara mengangguk, "kenapa, Rai?" balas Ara sambil membuka kotak bekalnya.
Cewek berambut sebahu itu mendekatkan kotak bekal milik Bayu pada kotak bekal milik sahabatnya. "Kok sama kayak punya Bayu?"
Ara mengalihkan pandangannya dari kotak bekal miliknya ke kotak bekal yang dibawa oleh Raina. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa ada kotak bekal yang lain di meja itu selain kotak bekal miliknya. "Ini memang punya gue," jawab Ara. "Tadi pagi, Mama gue bawain dia bekal," lanjutnya menjelaskan.
"Maaf ya, Tante. Bekalnya bukan Bayu yang menikmati, tapi Raina cantik," tuturnya sambil sambil menarik kotak bekalnya kembali lalu mengembangkan senyum yang lebar ke arah sahabatnya.
Cewek dengan rambut terkuncir itu menggeleng, "heran gue, gak ada akurnya lo sama Bayu."
Raina menarik nafasnya, "kalau dari angka satu sampai sepuluh, kemungkinan gue sama dia akur itu ada di angka satu alias gak mungkin. Bahkan bisa sampai angka minus satu."
"Masalah lo sama dia itu udah beberapa tahun yang lalu. Udahlah lupain aja masa lalu lo yang gak jelas itu."
Raina menggeleng dengan bersemangat, "oh tidak bisa." Tangannya menggebrak meja dengan pelan, "apalagi dia habis bikin masalah sama gue. Ogah banget gue damai sama dia."
Lawan bicaranya mengerutkan alisnya, "ada apa lagi?"
"Dia pinjem pulpen unicorn warna pink kesayangan gue, tapi dia gak balikin lagi ke gue," jelasnya dengan bersemangat karen sedikit beremosi. "Parahnya malah ditinggal di rumah dia. Katanya pulpennya terlalu sayang kalo gue yang pake."
Ara menatap wajah sahabatnya yang kini sedikit masam. Dari dulu topik obrolan tentang Bayu memang tidak pernah membuatnya senang, tapi sayangnya topik obrolan mereka kebanyakan tentang Bayu. Entahlah mengapa.
"Masalah pulpen aja lo besar-besarin," ujar Ara sambil menyuapkan roti yang tadi pagi diberikan oleh sang mama.
"Stop! Udah, gue males ngomongin ini. Ganti topik aja deh," tegas Raina memotong topik pembicaraan yang menurutnya sangat menyebalkan.
Karena melihat Ara mulai menyantap makanannya, Raina pun ikut membuka bekal milik Bayu dan menyuapkan roti itu ke dalam mulutnya tanpa rasa berdosa.
"Tadi lo bilang ini Tante Dewi yang bawain. Tumben Mama lo gak berangkat pagi?" tanya Raina menyebut nama Mama Ara.
Ara menyedot jus mangganya terlebih dahulu, "tadi pagi Papa gue berangkat duluan karena ada kerjaan tambahan, jadi Mama gue bisa berangkat lebih siang. Biasanya kan Mama gue berangkat pagi karena barengan sama Papa."
Raina hanya menganggung sebagai bentuk responnya pada ucapan Ara. Keduanya lalu melanjutkan kegiatan makan mereka diselingi dengan obrolan-obrolan singkat.
***
Bayu menyimpan ponselnya di saku seragamnya. Ia meraih es coklat yang ada di atasnya lalu menyantapnya sambil berjalan menuju ke depan kelasnya. Untung saja tadi ia sempat menitip minuman pada Upi, setidaknya minuman ini dapat mengganjal perutnya yang lapar.
Kini ia sedang berdiri di depan pintu kelasnya sambil mengunyah roti Rendy yang ia rebut. Dirinya menatap Upi dan Rendy yang sedang bermain basket di tengah lapangan dengan beberapa temannya yang lain. Ia tidak berminat gabung untuk bermain, perasaannya masih sedikit kesal dengan Raina yang dengan tidak sopan mencuri bekalnya.
Tiba-tiba, bola basket dipukul mengarah ke luar lapangan, entah sengaja atau tidak. Badan Bayu menegang, ia melihat bola itu mengarah pada Ara dan Raina yang sedang berjalan di koridor menuju ke kelas.
Bayu membuang bungkus rotinya ke dalam tong sampah yang ada di sebelahnya. Lalu, ia berlari menghalangi jalan Ara dan Raina. Bukan, ia tidak menghalangi keduanya. Tepatnya menghalangi Ara agar bola itu memantul mengenai punggungnya, bukan wajah Ara. Karena menurut prediksinya bola itu akan menghantam Ara. Sebisa mungkin ia menghalangi Ara dengan punggungnya.
Keduanya berhenti dengan tiba-tiba melihat Bayu menghalangi mereka, tepatnya menghalangi Ara.
"Kenapa, Bay? Lo sakit?" tanya Ara saat melihat sahabatnya berdiri di depannya dengan tiba-tiba dan napas yang terengah-engah.
Bayu memaksakan senyumnya sambil menggeleng, "gue sehat." Tepat setelah Bayu menjawab ucapan Ara, sebuah bola basket menghantam bahu Raina. Walaupun tidak terlalu kuat, tapi dapat membuatnya jatuh terduduk.
***
Halooo temen-temenn!!!
Makasih buat kalian yang udah ninggalin jejak <3Luv, Ras!

KAMU SEDANG MEMBACA
Disputatio
Teen Fiction"Lo itu bukan tipe gue! Jadi jangan berharap dengan sikap lo yang sok care gue jadi jatuh hati sama lo," tegas Raina saat Bayu mencoba menghiburnya. "Oh ya? Tenang aja kok lo juga bukan tipe gue. Cewek sangar kaya lo jauh dari daftar kriteteria cewe...