Musibah

34 9 0
                                    

Selamat Membaca
***

Pelajaran biologi sudah dimulai sejak setengah jam yang lalu. Suasana kelas samgat hening. Bukan, bukan hening karena memperhatikan penjelasan Bu Sesil tetapi karena semua merasa mengantuk.

Penjelasan yang keluar dari mulut Bu Sesil bagaikan dongeng pengantar tidur bagi siswa seisi kelas.

Dengan sekuat tenaga Bayu menahan matanya agar tetap terbuka. Samar-samar ia mendengar suara Upi dan Rendy yang sedang tertawa tepat di belakangnya.

Sedikit lagi matanya yang dilindungi oleh buku biologi terpejam sempurna. Namun, sebuah teriakan yang keluar dari mulut Bu Sesil membuat seisi kelas kembali segar.

"Lutfi! Rendy! Apa yang kalian tertawakan?"

Upi dan Rendy terdiam. Tak ada satupun yang berani menjawab jika Bu Sesil sedang marah. Bu Sesil terkenal sangat galak di sekolahnya, itu lah alasannya para siswa tetap terdiam dan mendengarkan materi yang dijelaskan walau dalam keadaan mengantuk.

"Kalian pada saat jam pelajaran Saya selalu tertawa, apakah materi saya lucu?"

Mata Bu Sesil menyapu keadaan ruang kelas yang hening. Pandangannya tertuju pada tempat duduk Raina dan Ara yang ada di paling belakang.

"Rendy kamu tukaran posisi tempat duduk dengan Raina." Dengan cepat Rendy bertukar posisi dengan Raina agar tidak keluar ayat-ayat cinta dari wali kelasnya.

Bu Sesil masih memperhatikan posisi duduk anak didiknya. Kini matanya tertuju pada tempat duduk Bayu dan Ciko, teman sebangkunya yang sangat pendiam. Bayu sengaja mencari teman sebangku yang pendiam agar ia tidak merasa terganggu.

"Ciko lebih baik kamu tukar posisi dengan Raina, agar Raina tidak tertular menjadi bandel seperti Lutfi."

Raina ingin beranjak dari tempatnya, tetapi mengurungkan gerakannya ketika ia menyadari bahwa di sebelah Ciko adalah Bayu.

Matanya membelalak menatap punggung Bayu yang sangat tegak. Di tempatnya, Bayu menegakkan punggungnya karena terkejut. Sudah cukup ia merasa sial karena harus sekelas dengan Raina, ditambah lagi harus duduk sebangku. Perasaan Bayu tidak mimpi apa-apa semalam, tapi mengapa harus mendapat kejutan besar pagi ini.

"Kenapa masih terdiam? Cepat, jangan membuang waktu saya dengan sia-sia."

Raina menduduki kursi miliknya yang sebelumnya milik Ciko.

Tatapan dingin mereka beradu, keduanya mengisyaratkan bahwa mereka tidak suka menjadi teman sebangku.

***

Bu Sesil baru saja menginggalkan kelas, tetapi Bayu dan Raina sudah beradu mulut.

"Ini gak adil!" ucap Raina sambil menggeser tali pembatas ke arah meja Bayu.

Bayu menatap bingung tali pembatas yang hanya memberinya sedikit tempat, "ini tambah gak adil! Masa tempat gue cuma segini?"

"Gue duluan yang duduk di sini," lanjut Bayu.

"Ngalah sama cewek!"

"Enggak, gue duluan yang duduk di sini. Gue senior, lo harus nurut sama gue!" Bayu menggeser tali pembatas agar ia mendapat bagian meja yang lebar.

"Justru senior harus ngalah sama juniornya,"

"Gak bisa, junior harus nurut sama senior."

"Perkara tali doang lo bedua berantem?" tanya Ara yang tiba-tiba datang dan merampas tali dan genggaman Bayu.

Raina merampas kembali tali yang ada di genggaman Ara, "ini tali bukan sembarang tali."

"Udah, udah. Lebih baik kalian bagi sama rata aja mejanya. Kalo Bayu butuh space yang lebih besar lo yang ngalah, begitu juga sebaliknya."

Ketiganya terdiam memandang satu sama lain.

"Sharing is caring," lanjut Ara diakhiri senyuman.

Tidak ada respon dari keduanya. Raina berlalu pergi meninggalkan Bayu dan Ara.

***

Bayu berjalan menuju ke ruang musik sambil menyeruput es soda lemon yang sebelumnya ia beli di kantin. Rasanya sudah lama sekali ia tidak pernah menyentuh alat musik di ruangan itu. Rindu rasanya.

Tangannya mulai bergerak membuka pintu, tetapi gerakannya terhenti ketika pintu itu terbuka dan memunculkan seseorang dari dalamnya. Setelah pintu kembali tertutup sempurna, perempuan itu langsung berbalik untuk melanjutkan jalannya tanpa berhati-hati sehingga menabrak Bayu dan membuat minumannya tumpah mengenai bajunya.

Bayu terkejut. Ia menggeram kesal mengetahui si pelaku adalah Raina. "Lo bisa hati-hati gak sih?!"

Raina refleks menutup mulutnya sekejap, "maaf gue gak tau kalo ada lo."

"Makanya hati-hati. Untung minumannya gak berwarna," ucap Bayu sambil meneliti bajunya.

"Jadi gue harus gimana? Cuciin baju lo? Atau ganti minuman lo?"

"Gak usah, nanti juga kering sendiri. Paling bau lemon doang," ucapnya sambil mengipas bagian bajunya yang basah.

Raina memamerkan deretan giginya yang putih, "maaf ya."

Bayu mengalihkan pandangannya ke arah Raina, "heran banget gue, setiap ada lo ada musibah."

"Lah, baru juga ini. Ini juga gak sengaja."

"Apa lo bilang? Baru ini?" Raina mengangguk menanggapi ucapan Bayu.

Bayu memajukan wajahnya, "heh lo pikir duduk sama lo itu bukan musibah?"

Raina berkacak pinggang. "Lo pikir itu bukan musibah buat gue? Gue juga males kali duduk sama lo,"

Keduanya bertatapan dengan dingin.

Lalu, Raina memutuskan pandangannya dan berlalu pergi melewati Bayu.

Bayu hanya menggeleng lalu, membuka pintu ruang musik. Saat ia mulai melangkahkan kakinya, seseorang menepuk pundaknya. Hal itu membuat langkahnya terhenti.

Bayu berbalik melihat si pelaku.

"Kali ini pemenangnya gue ya," ucap Raina sambil memamerkan giginya.

Bayu hanya memasang eskpresi kebingungan, "maksud lo? Lo sengaja nabrak gue?"

Raina melipatkan tangannya di depan dada, "ya enggak sih, tapi hitung ajalah kali ini pemenangnya gue."

"Oke, tunggu aja pembalasan gue."

Raina memajukan jari jempolnya ke wajah Bayu, "oke gue tunggu."

"Yaudah gue cuma mau bilang itu, Bye!" ucap Raina sambil melambaikan tangannya sekilas.

Lagi-lagi Bayu hanya menggeleng. Bisa-bisanya ia bertemu wanita aneh seperti Raina. Ia tak habis pikir dengan dirinya.

* * *

Halo gaiss.
Lagi-lagi cuma mau bilang, makasih buat kalian yang udah ninggalin jejakk <3

Luv, Ras!

DisputatioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang