Luka

3 1 0
                                    

~Selamat Membaca~
***

Cewek berambut sebahu itu meringis kesakitan. Sikunya terasa sangat pedih akibat gesekan antaran tangannya dan lantai koridor hingga menimbulkan luka. Bayu tersentak di tempatnya. Ia tak menyangka bahwa prediksinya salah. Tapi di sisi lain ia merasa lega karena Ara tidak kenapa-napa.

Bayu tertawa mengejek lalu berjongkok menyetarakan tingginya dengan Raina, "kasian banget lo. Sakit ya?"

Bukan jawaban dari Raina yang didapatkan, tapi pukulan dari Ara. "Bukannya dibantuin malah diejekin. Mending lo obatin Raina ke UKS."

"Maaf, Rai. Gue gak tau kalo bolanya bakal melambung keluar lapangan dan kena lo," ujar Rendy yang tiba-tiba datang dan langsung berjongkok di depan Raina.

"Gimana sih main basket aja gak becus lo? Harus banyak-banyak latihan lo sama Upi biar lebih jago, "omel Bayu dengan menyebut nama sahabatnya yang sangat pandai bermain basket. Bayu berdiri dari posisinya, "nah, mending Rendy aja yang obatin Raina. Dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya," ucapnya pada Ara.

"Ayo, gue obatin luka lo di UKS," ajak Rendy pada Raina. Ia berdiri lalu menghadap pada Ara, "lo jangan cemburu dulu ya," candanya.

"Gak usah halu lo!" cetus Ara.

Rendy tertawa kecil sebentar. "Mau dibantu berdiri, Rai?" tanyanya pada Raina yang masih tetap pada posisinya.

"Gak usah gue bisa sendiri," tolaknya secara halus lalu bangkit dari duduknya.

Raina memaksakan senyumnya, "gak usah diobatin. Nanti gue obatin sendiri," ucapnya pada Rendy.

Mendengar perkataan Raina, Ara langsung merangkul sahabatnya itu, "yaudah kita ke kelas aja ya sekarang." Raina mengangguk. Kemudian, cewek dengan rambut yang terkuncir itu membawa sahabatnya menuju kelas.

***
Sudah setengah jam pelajaran Bu Sesil dimulai dan Raina hanya meringis tanpa suara sambil menahan rasa sakitnya tanpa memerhatikan Bu Sesil yang menjelaskan materi di papan tulis.

Bu Sesil menghentikan penjelasannya saat matanya menangkap sebuah luka yang menghiasi tangan salah satu muridnya.

Raina menegang ketika Bu Sesil mendekat ke arahnya. "Ini tangan kamu kenapa?" tanya Bu Sesil sambil menunjuk tangan Raina yang luka.

"Jatuh di koridor, Bu," jawab Sang pemilik luka sambil memamerkan deretan giginya.

Bu Sesil menggeleng, "Bayu, tolong bawa Raina ke UKS lalu obati lukanya dengan obat merah."

Lelaki itu membelalakkan matanya, "kok Saya, Bu?"

"Seharusnya Rendy, Bu. Dia penyebab tangan Raina berdarah," lanjutnya berusaha menolak.

"Kamu aja, kalian kan sebangku," ucap Bu Sesil yang mendapatkan anggukan dari Bayu. Kalau sudah seperti ini semua siswa pun pasti takut menolak permintaan Bu Sesil.

***
Dengan cekatan Bayu membersihkan luka Raina dengan alkohol sebelum mengoleskan obat merah pada lukanya. Bukan tanpa alasan Bayu melakukan ini kepada Raina, tetapi karena terpaksa. Saat ini tidak ada seorang pun yang menjaga UKS, jadi terpaksa dirinya melakukan itu seorang diri.

Duduk diatas bangkar membuat Raina lebih mudah memperhatikan Bayu yang sedang terduduk di kursi sebelah bangkar sambil mengobati lukanya. Melihat perlakuan Bayu yang mengobatinya dengan hati-hati, Raina jadi memiliki pandangan yang lain terhadap Bayu. Wajar saja Ara bisa berteman dengan Bayu hingga bertahun-tahun. Dengan dirinya yang dianggap sebagai musuh Bayu saja ia bisa berbuat baik. Apalagi dengan Ara yang dasarnya sudah berteman baik.

"Gak usah lihatin gue mulu lo, ntar kalo naksir gue gak mau tanggung jawab," tegur Bayu yang merasa diawasi sejak tadi.

Lamunan Raina buyar seketika. "Pede gila lo! Lo kira lo oke?"

"Oke banget lah! Gak ada satu sisi pun celah yang gak oke dari Bayu Raditya Anggara."

Raina menoyor pelan kepala Bayu yang sedikit lebih rendah darinya menggunakan tangannya yang lain, "itu menurut lo doang! Menurut gue semua sisi lo gak ada yg oke." Raina berbohong, baru saja ia memikirkan sisi baik lelaki yang ada di depannya itu.

"Kalau menurur gue, lo nya aja yang gengsi buat memuji makhluk sempurna yang ada di depan lo ini."

Belum sempat Raina menjawab perkataan Bayu, tetapi Bayu membuka suaranya lagi. "Nih udah selesai," ucapnya sambil menepuk siku Raina agar plester lukanya menempel.

Raina memeperhatikan sikunya yang sudah tidak sakit lagi dan tertutup dengan plester obat.

"Wihhh hebat banget lo bisa ngobatin luka gue. Gue kira lo bisanya memuji diri doang. Makasih banyak ya, lo tetap gak baik di mata gue," ucap Raina sambil tertawa.

"Oke. Tapi ini gak gratis."

"Sebenernya gue males banget punya hutang budi sama orang, apalagi sama lo. Jadi lo tenang aja gue bakalan bayar ini semua."

"Harus! Tapi bayarnya sesuai permintaan gue."

"Terserah, kalo gue bisa ya gue turutin."

"Harus bisa dong, katanya males punya hutang budi."

Raina mendengus malas, "iya deh iya!" ucapnya lalu berlalu pergi meninggalkan Bayu.

***

Halooo temen-temenn!!!
Makasih buat kalian yang udah mau baca dan ninggalin jejak <3

Luv, Ras!

DisputatioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang