Perkenalkan, Ibrahim adalah namaku, seorang pemuda biasa, dari keluarga yang biasa biasa saja, tidak ada yang spesial dengan diriku dan keluargaku, setidaknya itu di mata tetangga dan mereka yang mengenal aku dan keluargaku.
Terlahir dari seorang Ayah yang bernama Amin dan Ibu yang bernama Zainab, dan aku tidak memiliki kenangan yang utuh tentang keduanya.
Bukan aku tidak sayang kepada Ayah dan Ibuku, hanya saja aku telah ditinggalkan Ayah ketika berusia 5 tahun dikarenakan sakit yang dideritanya.
Sementara Ibuku menyusul Ayah tepat saat umurku beranjak 6 tahun dikarenakan sakit yang diderita oleh Ibuku.
Hanya AL - Qur'an, tasbih, buku buku mengenai Islam dan sajadah yang biasa di gunakan Ayahku yang menjadi pengingat dan warisan untukku.
Alm Ayahku bukanlah seorang yang kaya raya, hanya seorang pedagang kecil dan guru mengaji, sementara Alm Ibuku seorang Ibu rumahtangga saja.
Aku adalah anak semata wayang mereka, sehingga hanya aku sajalah yang menjadi keturunannya, rindu selalu datang kepadaku ketika aku melihat seorang Anak dengan Ayah dan Ibunya.
Setelah kedua Orang Tuaku tiada, aku dibesarkan oleh Nenek yang merangkap sebagi Ayah dan Ibu bagiku, Kakekku telah lebih dulu pergi meninggalkan aku saat usiaku baru 1 tahun.
Sepengetahuanku, Kakekku merupakan anak dari seorang pengusaha yang kaya raya di kota tempat aku tinggal, namun berdasarkan cerita Nenek kepadaku, Kakekku tidak pernah mau meminta bagian harta warisannya kepada Adiknya yang menguasai semua harta peninggalan Orang Tua mereka.
Menurut Nenekku, Adik Kakekku yang aku panggil Tok Arif menguasai semua harta yang dimiliki oleh Kakek Buyutku.
Kakek enggan meributkan harta warisan, karena menurut Kakek harta yang dimiliki Ayahnya diperoleh dengan cara yang tidak baik.
Kakek pernah bercerita kepada Nenek bahwa Ayahnya dahulu seorang pengurus partai besar dan menjadi ketua di Provinsi tempat aku tinggal.
Ketika Ketua Umum partainya memberikan sebuah tanah dengan luas yang sangat luas, dengan tujuan untuk kepentingan anggota partai, Ayahnya malah menjadikan tanah tersebut milik pribadi.
Kakekku dengan ikhlas melepas haknya atas semua harta kepada Adiknya itu, hingga rumah yang menjadi tempat aku dilahirkan, dan tempat Alm Ayah dan Ibuku menjalani rumah tangganya adalah harta satu satunya yang dimiliki Kakekku, dari hasil berdagang dan menjadi guru ngaji.
Kakekku merupakan seorang santri begitu pula Ayahku, sehingga tidak heran jika Islam begitu kental dalam keluargaku.
"Lebih baik kehilangan harta dan dunia daripada kehilangan nikmat Iman dan Islam."
Ucapan Kakek yang selalu diingatkannya kepada Ayahku dan sekarang menjadi peganganku menjalani kehidupan bersama Nenekku tercinta.
Kenangan tentang kedua Orang Tuaku hanya aku peroleh dari cerita Nenek kepadaku, menurut Nenek, Ayahku adalah orang yang sangat mirip dengan Kakekku, dan memiliki prilaku yang juga mirip dengan Kakekku.
Semua orang yang mengenal Kakek dan Ayahku menganggap mereka adalah orang bodoh, karena tidak mau menikmati harta, dan selalu menolak jika ditawarkan pekerjaan yang menurut sebagian orang halal namun menurut Kakek dan Ayahku Haram.
Terlebih Kakekku, semasa ia hidup tidak pernah memiliki buku tabungan, sementara Ayahku pernah memiliki tabungan di Bank Syariah yang ada di kotaku.
Ibuku seseorang yang sangat mematuhi suaminya, bahkan Ibuku tidak pernah keluar rumah untuk kegiatan yang tidak perlu, bergosip menceritakan orang lain tidak pernah dilakukan oleh Ibuku.
Aku hidup hanya berdua dengam Nenek yang menjadi Ayah dan Ibu dalam membesarkanku, Nenek tidak memiliki keluarga, karena menurut ceritanya, Ayahnya adalah seorang yang berasal dari Nusa Tenggara Barat.
Hanya Kampung Arab yang ia ketahui mengenai asal usulnya, sebab semenjak ia lahir hingga aku lahir ia tidak pernah pulang kampung.
Ekonomi menjadi alasan, mengapa Nenek tidak pernah diajak Ayahnya mengunjungi kampung halamannya.
Sementara Ibu dari Nenekku merupakan orang asli dari tempat tinggalku, namun tidak memiliki sanak saudara, karena merupakan anak semata wayang dan keluarganya banyak yang sudah tidak diketahui keberadaanya.
Setiap hari aku membantu Nenek berbelanja untuk keperluan warung dan membantunya berjualan di warung kecil yang berada di rumah.
Hanya pendapatan dari warung yang menjadi sumber utama untuk memenuhi kehidupan kami sehari hari.
Rasa rindu selalu hadir ketika melihat seorang anak bersama kedua Orang Tuanya berjalan dan bercanda, hal yang sangat istimewa karena aku tidak sempat mengenang dan merasakan memori mengenai Ayah dan Ibu.
Hanya dari album foto aku bisa mengetahui seperti apa sosok Ayah dan Ibu, yang hingga saat ini selalu aku rindukan.
Namun rasa syukur selalu aku panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikanku seorang Nenek yang dengan kasih sayang telah menjadi Ayah dan Ibu dalam kehidupanku.
------------------------------------------------------ Cerita ini hanyalah Fiktif belaka, jika ada kesamaam tokoh dan cerita adalah sebuah kebetulan saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/149658312-288-k328715.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Kau Dan Mereka
MaceraKisah sebuah perjalanan seorang Pria yang menjalani hidup dengan penuh perjuangan, tanpa pernah mengenal lelah. Kisah Cinta menjadi warna warni dalam kehidupannya, yang membawa menuju sebuah pertarungan sesungguhnya dalam episode kehidupan. Bukan te...