Nggak terasa akhirnya aku akan menghadapi UAS di semester 1 ini. Setelah apel pagi, aku langsung naik ke lantai dua untuk melihat daftar namaku ada di kelas mana. Kami, anak tingkat satu akan ujian bersama dengan kakak tingkat dengan formasi berselang-seling agar tidak terjadi aksi contek - mencontek dan setiap kelas telah terpasang cctv.
Aku menelan ludah ketika tidak ada bangku kosong di belakang. Yang tersisa hanya bangku panas yang terletak tepat di depan meja dosen. Aku mendengus, mau tidak mau duduk di kursi panas tersebut selama 120 menit lamanya. Kemudian datang pak Hermawan dan bu Ceria sambil membawa tiga bungkusan berisi soal.
"Semua tas taruh di depan, yang ada di meja kalian hanya bolpoin dan penghapusnya, " kata Pak Hermawan.
Kemudian anak-anak menaruh tas mereka di depan kelas.
"Hape taruh di tas dan tolong di silent! " perintahnya lagi
Dag.. Dig.. Dug...
"Saya akan membagikan soal, " kata Bu ceria sambil membuka bungkusan berisi soal itu, "untuk yang tingkat satu jangan sekali-kali anda mencontek, ingat ketahuan mencontek akan saya catat di berita acara dan jangan harap kalian lulus ujian. '
Heh???
Ini UAS apa UNAS?
"Ck, jangan takut dek, cuma bikin kamu tambah blank aja," kata kakak kelas di sebelahku.
Aku hanya bisa nyengir kuda dan menerima lembar soal ujian tentang materi IDK (ilmu dasar keperawatan). Lalu mulai mengerjakannya.
Selama mengerjakan, semuanya berjalan lancar tapi pernah kah kau merasa bosan saat ujian? Bahkan pernahkah kau ketiduran saat ujian berlangsung?
Kalau aku ya!
Jangan tertawa, ini kisah nyata. Hal yang ku benci saat mengerjakan ujian adalah rasa kantukku yang datang tiba-tiba terutama saat asyik mengerjakan seperempat soal. Ujianku selama kuliah terdiri dari 50 - 180 soal pilihan ganda dengan soal kasus. Bagaimana kau tidak mengantuk ketika otakmu dipaksa untuk menganalisa soal-soal?
Ketiduran?
Pernah, aku pernah ketiduran dan untung saja tidak sampai ngorok di kelas. Itu pun soal yang kukerjakan sudah 95%.
Yang paling parah, aku pernah melihat temanku mengorok di kelas dengan cukup keras saat menunggu soal ujian dibagikan membuat dosenku bertanya-tanya siapa yang tidur saat ujian berlangsung.
"Kok bisa ya ujian sampai ketiduran gitu? " tanya dosen saat itu.
Aku melihat jam di tangan kananku sudah menujukkan pukul 9.45 pagi dan rasa kantukku mulai muncul. Dari 120 soal aku sudah menjawab hingga 40 soal kasus. Sial, kedua mataku begitu berat dan ingin menutup dengan sempurna seolah mengatakan 'sudahlah, kau istirahat saja. Tak kasian dengan mata indahmu ini? '
"Kampret, " desisku sambil mencubit pahaku sendiri.
Rasa kantuk itu semakin lama semakin parah diikuti dengan suhu udara yang dingin karna Ac di kelas berhembus hingga 16 derajat celcius. Apalagi suasana kelas begitu hening yang membuat semakin enak untuk tidur.
"Kampreto, " lirihku sambil merem melek berusaha melewati rasa kantuk yang parah ini.
Aku berkomat-kamit berusaha menghafalkan do'a-do'a agar rasa kantuk ini cepat hilang sambil membaca soal demi soal.
"Allahuakbar.... Astagfirullah.... Aku nggak kuat... " lirihku dengan gelisah
Hingga lima belas menit berlalu serangan kantuk itu pun belum juga selesai. Aku pun dengan kekuatan batin menjawab soal dengan sisa tenagaku yang masih sadar semoga tidak kena remidi nantinya.
####
Ujian akhir berlangsung selama dua minggu karena setelah ujian besoknya libur untuk dibuat belajar kemudian lusanya masuk kembali. Enak kan? . Tapi jangan salah, apel pagi saat masuk ujian tetap dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Jika tidak maka hukuman dari kepala prodi siap menanti.
Pernah suatu hari saat sebelum ujian, aku sengaja tidak apel karena aku datang terlambat. Kemudian, Pak Wayan seorang administrasi di prodi S1 - keperawatan mendatangi kelas ujian kami sambil membawa sebuah kertas cacatan kecil.
"Dek.. Yang tadi nggak apel siapa ya? Hayo jujur... "
Glek!
Aku terdiam melirik sekelilingku, kalo aku jujur takutnya aku kena hukum senior. Kalo enggak nanti takutnya di hukum sama kepala prodi. Trus aku harus bagaimana?
"Saya ada catatannya lho ya... "
Mati aku
Kemudian beberapa anak mulai mengacungkan tangan kanannya. Woah, ternyata kakak tingkat dan anak-anak seangkatanku juga ada yang tidak ikut apel. Dengan rasa percaya diri karena banyak teman yang dihukum, aku pun mengacungkan tangan kananku.
"Yang tidak ikut apel, silakan apel sendiri di lapangan. Kemudian menghadap bu Dhian untuk pengarahan lebih lanjut, " kata pak wayan.
Eh sialan! Ketat amat sih aturan di kampus ini. Nggak ikut apel sehari aja udah dihukum.
Kami pun akhirnya apel mandiri yang dipimpin oleh kakak tingkat berbadan tinggi kurus. Setelahnya kami dalam posisi istirahat menunggu Bu Dhian dengan was-was. Bu dhian kalau sudah marah kepada mahasiswa, wajahnya terlihat horor dan wejangan beliau pun akan terasa sangat panjang.
Lima menit kemudian, bu dhian melangkah dengan tatapan tajam menuju depan barisan.
"Selamat pagi, " kata Bu Dhian dengan nada sedikit dingin.
"Selamat pagi. "
"Berapa jumlah mahasiswa yang tidak apel hari ini? "
"Siap, tiga puluh orang! " kata si kakak tingkat yang berdiri sebagai pengambil apel.
"Sudah tahu kan sanksi jika tidak mengikuti apel? "
"Siap! "
"Lari keliling lapangan setelah itu kembali ke kelas kalian masing-masing, " kata Bu Dhian, "tidak ada tambahan waktu! "
"Siap! "
Buseeet... Horor kan perintah Bu Dhian kalau lagi marah?
Akhirnya kami pun melakukan lari keliling lapangan setelah itu dengan keringat bercucuran kami pun naik ke lantai dua menuju kelas ujian masing-masing. Nasib sial sedang menghantuiku, lelah setelah berlari rasa kantuk pun datang kembali saat aku mengerjakan soal ujian.
Sungguh jangan dicontoh perilaku ku ini.
####
Setelah ujian terakhir selesai pada hari jumat yang barokah. Aku pun bersorak penuh kegembiraan sambil memeluk koloni jomblo dan koloni anime. Sesuai kesepakatan, setelah ujian biasanya kami akan bermalas-malasan di kelas dengan menurunkan suhu kelas hingga 16 derajat hingga sore ditemani laptop dan cemilan untuk menonton anime serta mendownload anime yang belum sempat ter-download.
Dua minggu setelah ujian itu diisi dengan pengumuman hasil nilai di papan pengumuman. Astaga, kalau nilainya Bagus sih nggak apa-apa, lah kalau dapet nilai C atau D? Mau ditaruh mana ini muka?
Dengan kekuatan kaum jenglot, aku pun menerobos anak-anak yang berdiri berdesakan untuk melihat nama mereka di papan pengumuman. Ulala... Ternyata disana terpampang tiga mata kuliah langsung.
Dag dig dug
Namaku...
Namaku...
Dag dig dug...
Namaku...
Aku berteriak kencang membuat beberapa anak menatapku tajam. Aku tak peduli, aku lega bahkan sangat lega ketika nilai B+ kudapatkan pada matkul IKD (ilmu dasar keperawatan) dan B serta A- pada matkul lain.
Ternyata ketiduran di kelas dan terlambat apel tak selamanya membawa malapetaka. Tapi tetap saja jangan dicontoh apa yang dulu ku lakukan ini.
Tbc.....
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nurse
Non-FictionIni sekilas dari kehidupan mahasiswa perawat dan semua lika-liku yang terjadi selama praktek di masyarakat dan rumah sakit. Some scenes based on true story.