Ners ngenes

402 20 2
                                    

Takut lupa kegiatan jaman ners. Ya udahlah aku update skarang.

Disclaimer : nama samaran semua kecuali aku

****

Empat tahun menjalani lika-liku pendidikan keperawatan di kampus penuh aturan dan tugas. Akhirnya aku lulus dengan sebutan sekep alias S. Kep dibelakang namaku. Jika dirasakan, kadang aku belum pantas menyandang gelar itu selain gelar taken sama do'i di akhir tahun 2016. Maklum yes, jomblo kronis akhirnya ada yang mau nembak. Lol.

Ners dikampusku diikuti sekitar 88 mahasiswa alumni S1 dari total 107 orange (kalau tidak salah) ditambah 5 orang siswa. Satu orang kakak tingkat,  2 orang dari progsus (non-reguler),  dan 2 orang dari kampus lain. Sehingga total ners ini 93 orang.

Kata dosenku, memang selalu ada yang tidak mengikuti program ners yang hanya satu tahun itu. Padahal jika menyandang S. Kep saja, kami tidak bisa bekerja di rumah sakit bahkan untuk mendapat STR pun tidak bisa. Alhasil, banyak mahasiswa yang tidak ikut akhirnya bekerja di luar ijasah mereka. Kalau aku sih, sayang banget, kan, waktu empat tahun di bidang kesehatan ending-nya di akuntansi.

Program ners ini dibagi dua semester dalam satu tahun. Semester pertama itu kami akan praktek di beberapa rumah sakit dengan materi KMB, Gerontik, Jiwa, dan Komunitas. Semester dua ada Gadar,  Maternitas,  Anak,  Mankep, dan Matra. Nanti aku bahas satu-persatu tiap part.

Menunggu pembagian kelompok besar adalah hal paling mendebarkan bagiku. Bagaimana tidak, selama enam bulan itu kami akan bergelut dengan orang yang sama dengan berbagai masalah yang bakal muncul. Apalagi, aku paling benci jika ada anggota yang malas atau numpang nama.

Aku ditempatkan di gerbong dua yang berisi 32 anak. Gerbong ini masih dibagi lagi dalam beberapa kelompok kecil yang berisi sekitar 4-5 orang yang akan ditempatkan di dua rumah sakit. Aku kedapatan di rumah sakit dekat kampus.

"Ya elah main kandang lagi," gerutuku sambil membaca ruangan yang akan kutempati selama enam minggu ke depan.

####

Jangan bilang anak ners itu maha tahu dunia keperawatan. Apalagi hapal anatomi, sop, serta skill lain. Belum tentu. Contohnya aku, karena terlalu lama tidak praktek selama semester akhir. Kadang aku lupa caranya membenarkan infus macet. Kadang juga lupa cara merawat luka yang benar.

Pepatah guru smk-ku dulu. Semakin banyak dihapal semakin hilang ingatannya karena tertumpuk hapalan baru.

Itu benar. Semenjak kuliah memori otakku gampang hilang. Entah karena terlalu banyak memasukkan materi kuliah atau karena kekurangan liburan dan hiburan. Maklum yes,  pagi kuliah, sore kerja. Gitu aja terus sampe ayam betina menopause.

Kau tahu? Selama ners badanku semakin tipis kayak pantyliner. Depan belakang sama aja. Tak berlekuk sama sekali. Seragam yang tadinya pas di badan, lama-lama semakin longgar. Jerawat yang tadinya berangsur pergi kini datang kembali seperti kenangan mantan dalam kepala.

Slogan ners bagiku itu, makan tak enak tidur tak nyenyak. Selamat tinggal pacar, selamat datang jurnal.

Jadwal jaga yang padat, nulis tugas jurnal dan asuhan keperawatan, tugas kelompok seminar besar, ujian praktek serta penyuluhan membuat tidak ada waktu untuk memejamkan mata walau sebentar. Laptop dan buku seperti pacar baru bagi anak ners. Mereka pasti takkan pernah jauh dari dua hal itu. Bahkan tidur pun kadang menggunakan bantal dari buku. Plis jangan ditiru, lehermu bakal kaku.

Jika boleh memilih. Aku lebih suka tenggelam dalam tumpukan revisi skripsi daripada harus mengikuti ners. Beban hidup dan beban tugas yang begitu banyak kadang membuatku gampang emosi. Kecuali kalau ketemu doi,  bawaanya adem.

###

Sebelum memulai praktek. Kami anak ners berkumpul di kelas untuk diskusi masalah kontrakan yang akan kami tempati di daerah pesisir. Di daerah itu kami akan melakukan praktek komunitas dimana kami semua akan terjun langsung di masyarakat. Untuk praktek ini yang kebagian adalah anak gerbong satu. Kelompoknya Sandra.

"Ini aku dapet kontrakan cukup besar. Ada empat kamar, satu kamar mandi, dapur, dan loteng. Ini sudah paling murah dan besar daripada tempat lain," kata Arya si ketua angkatan ners.

"Berapaan?" sahut salah satu anak.

"Harga sewanya tujuh juta satu tahun. Kalau dibagi 93 anak ya ... kita urunan 200 ribu. Gimana?"

"Ya ampun, mahal amat," sahut Yuni.

Aku mencibir. Dua ratus ribu per anak satu tahun ya murah. Dia saja yang malas bayar. Coba untuk shopping ke mall depan kampus, pasti cepet.

Anak-anak saling bersahutan. Ada yang pro ada yang kontra. Hingga diambil suara terbanyak dan diskusi panjang kali lebar akhirnya kami ketok palu menyetujui kontrakan itu.

"Kalian di kontrakan boleh bawa galon per kamar. Untuk kompor kalian koordinir aja per gerbong. Selebihnya silakan dikoordinir sendiri per kelompok kecil."

####

Menjadi mahasiswa ners berarti bersiap-siap untuk bokek permanen. Bayangin saja, setiap stase kami akan mengadakan seminar besar yang dihadiri oleh kepala ruangan,  pembimbing dari kampus, dan pembimbing ruangan. Otomatis kami membuat salinan materi yang cukup banyak. Belum lagi, kami menyiapkan komsumsi untuk tamu undangan seminar yang terdiri dari sebotol pulpy dengan roti loritta atau kampung roti.

Selain itu pengeluaran untuk kegiatan penyuluhan setiap stase juga merogoh kantong mahasiswa. Kami juga memberikan salinan brosur, komsumsi, serta doorprize agar menarik keluarga pasien yang akan diberi edukasi.

Itu cuma stase KMB, gerontik, dan jiwa. Jika masuk ke stase komunitas biaya yang dikeluarkan lebih banyak. Kami harus membawa peralatan dapur, perlengkapan mandi dan tidur, ember, gantungan baju, printer,  laptop, dan kertas. Selain itu, di akhir stase komunitas kami akan mengadakan semacam acara besar seperti jalan sehat atau pameran kesehatan yang melibatkan beberapa sponsor dan petugas keamanan.

Itu saja sih yang bisa aku ceritakan. Wkwkwkwk selebihnya tunggu ceritaku saja.

The NurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang