Stase KMB adalah stase dimana kita akan ditempatkan di ruang medikal bedah. Selama enam minggu kami akan ditempatkan di tiga ruangan yang berbeda. Aku dan tiga orang anak dalam kelompok 2C ditempatkan di ruang bedah saraf, ruang penyakit dalam perempuan, dan ruang bedah ortopedi laki-laki. Di KMB ini kami akan jaga selama 24 jam secara bergantian. Otomatis dua anak pagi, satu anak siang, dan satu anak malam.
Di ruang bedah saraf kami mendapat arahan dari Bu Elok seorang kepala ruangan bertubuh tambun tapi baik hati. Kami mendapat pembimbing ruangan yang bernama Pak Anto yang bertubuh tinggi besar yang humoris. Perawat lain juga baik-baik kok menurutku walau ada satu orang yang cerewet dan jutek.
Sedangkan jadwal jaga ... kami menyebutnya jadwal neraka. Bagaimana tidak, aku mendapat jaga MMSSPPL (malam, siang, pagi, libur). Selama ners juga aku masih aktif kerja. Kebayang kan gimana jadwal tidurku? Belum lagi tugas individu yang tak hanya satu.
Tugas individu kami adalah membuat laporan pendahuluan dengan tulis tangan dan membuat asuhan keperawatan pada satu pasien tiap minggu. Untuk tugas kelompok kami membuat seminar besar dengan asuhan keperawatan kelompok dan penyuluhan. Di akhir stase biasanya kami ada ujian praktek.
Di ruang bedah saraf ini aku hampir tidak bisa duduk sama sekali terutama jaga pagi. Pasiennya banyak. Belum lagi pemberian injeksinya yang bisa 3-5 macam obat. Lalu observasi tanda vital. Belum lagi jika rawat luka.
Kalau jaga siang sih lumayan longgar, apalagi malam. Cuma kadang kalau jaga malam itu, kebanyakan mahasiswa nggak bisa tidur tenang. Maklum yes, kita praktek kayak kerja beneran. Kalau perawatnya peka sih biasanya dia sendiri yang tindakan ke pasien. Tapi kalau perawatnya tega sama mahasiswa biasanya kita yang melakukan semua tindakan, mereka cuma nulis laporan.
"Dek, tolong gantiin infus pasien 3a."
"Dek, tolong observasi lagi bapak 4c. Kok tensinya segini."
"Dek, ini suruh keluarga pasien 1b buat fotokopi bpjs 10x ya."
"Dek, nanti pasien di 5a mandiin ya, keluarganya nggak ada."
"Dek, habis ini injeksi ya."
"Dek, ttv ya."
"Dek, kamu masukin obat suppo ini ke pasien ya."
Panggilan kebangsaan seperti itu sudah biasa di telinga mahasiswa praktek. Apalagi kalau sudah ada adek kelas. Pasti anak ners yang lebih disuruh daripada mereka. Kita yang katanya maha tahu harus memberi mereka contoh padahal kadang kita pun nggak bisa menyelesaikan masalah di ruangan. Bahkan kadang kalau kita ditanyain adek kelas juga nggak bisa jawab.
Perawat setiap ruangan itu berbeda sifat dan karakter. Di bedah saraf itu walau sibuknya mengalahi IRT tapi mereka masih peka. Dalam arti, kalau ada makanan dari keluarga pasien kita selalu diberi. Apalagi Bu Elok, pernah satu waktu diberi dua kotak brwonies Amanda untuk dibagi-bagi. Lumayan kan?
Tapi kalau perawat ruangannya tidak peka. Entah kami sudah makan, solat, atau minum, nggak bakal mereka peduli. Sampai pernah saat itu aku sedang dismenorrhoe atau nyeri haid sampai pucat, aku curi-curi kesempatan untuk tidur sejenak di ruang mahasiswa. Temanku saja sudah menyuruh aku untuk istirahat tapi mereka para perawat nggak ada peka nya sama sekali. Bukankah di bangku kuliah mereka diajarkan bagaimana bersimpati pada orang lain? Aneh kan?
Jaga malam selama KMB itu ada suka dan duka. Untung saja saat itu aku ada temen dari kampus lain. Jadi ada temen ngobrol. Kalau tidak, aku canggung. Mana tidurnya mahasiswa tergantung kesediaan para perawat. Biasanya kami boleh tidur jam 12 malam. Pernah satu waktu aku tidur jam 1 di bawah meja nurse station. Kalau mereka peka sih kadang aku diajak tidur di ruang perawat.
####
Seminar besar di stase KMB ini benar-benar menguras emosi dan tenaga. Bagaimana tidak, ada beda pendapat di tengah pengerjaan seminar. Dosen yang pengen cepet selesai, jadwal jaga yang amburadul, temen kelompok yang seenaknya sendiri. Alhasil, aku yang harus kerja keras mengobrak-abrik kelompokku.
Ada satu anak yang mau mengerjakan tugas tapi hasilnya salah semua. Sehingga merombak dari awal. Tapi saat dijelaskan, dia malah ngeyel merasa benar. Hingga pada akhirnya pasien untuk seminar kasus kami meninggal karena penurunan kesadaran pada hari ketiga pemberian asuhan keperawatan.
Kami mendapat data-data yang lengkap. Tapi satu data yaitu hasil MRI pasien lupa tidak kami cantumkan. Sedangkan rekam medis pasien digunakan oleh tim dokter atau pada dokter muda sebagai death case.
Waktu itu seminar tinggal seminggu. Pengerjaan laporan dan konsul dosen pun harus dipercepat. Waktu itu setelah jaga malam, aku langsung ke kampus untuk menemui dosen sampai siang. Untungnya aku kena jaga malam lagi. Tapi kepala yang dua hari cuma tidur 2-3 jam pusingnya minta ampun.
Saat hari-H seminar itu kebetulan aku turun jaga malam. Jadi belum mandi, cuma gosok gigi dan cuci muka. Untungnya aku tidak mempresentasikannya cuma duduk sebagai anggota kelompok. Jangan ditanya gimana perut dan kepalaku. Keroncongan dan pusing sekali. Mata sudah tinggal lima watt.
Saat KMB berlangsung itu stressornya tinggi daripada stase lain. Sungguh. Makan pun kalau nggak diingatkan doi aja mungkin aku pasti lupa. Belum lagi revisian dari seminar banyak banget.
Slogan baru anak ners. "Kapan rabi?" :v (kapan menikah)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nurse
Non-FictionIni sekilas dari kehidupan mahasiswa perawat dan semua lika-liku yang terjadi selama praktek di masyarakat dan rumah sakit. Some scenes based on true story.