11. With You

361 63 16
                                    

Happy Reading...

Tak seperti biasanya, Nyonya Kim duduk di meja makan sembari memegang selembar kertas entah apa isinya tak lupa dengan amplop putih yang ada di tangan kirinya. Tatapan matanya kosong, beberapa bulir keringat pun mengalir dari dahinya, wajahnya terlihat sedikit pucat.

Judul dengan huruf kapital dan dicetak tebal telah dibacanya dari tadi. Dan sejak ia membaca keseluruhan isi kertas itulah, hidupnya terasa terenggut.

"Eomma?"

Manik mata Nyonya Kim bergerak ke sana kemari mencari sosok putrinya yang memanggilnya entah sejak kapan, dan tahu-tahu Jisoo sudah duduk di depannya.

"Ada apa, sayang?" Nyonya Kim mencoba menutupi kegugupannya.

"Eomma kenapa? Eomma sakit?" tanya Jisoo khawatir sambil mengusap punggung tangan ibunya.

"Tidak, eomma tidak apa-apa. Kau sudah makan?"

Jisoo mengerutkan kening mendengar perkataan ibunya. Kenapa bertanya hal seperti itu padahal lima belas menit lalu mereka baru selesai makan malam. Apa ibunya sudah pikun?

"Eomma, kita sudah makan lima belas menit lalu," jelas Jisoo membuat Nyonya Kim salah tingkah.

"O-oh ya? Kalau begitu tidurlah,"

"Ini masih pukul delapan malam, eomma," ucap Jisoo yang membuat Nyonya Kim salah tingkah lagi.

"A-ah kalau begitu, belajarlah," putus Nyonya Kim sebelum bangkit dari kursi sembari membereskan kertas yang berserakan di meja makan. Ia tak tahu kalau Jisoo sudah membaca salah satu judul kertas itu.

"Rumah Sakit Haesung?" gumamnya ketika ibunya sudah pergi dari sana.

_**_

Malam yang gelap tanpa taburan bintang di angkasa menemani langkah Yongi. Angin malam yang berhembus kuat mampu membuat tubuhnya yang hanya dilapisi kemeja menggigil. Ia melangkah gontai menuju rumahnya, seakan tak punya harapan lagi untuk hidup. Rasanya hampa, ia bahkan tak bisa berpikir jernih untuk saat ini.

Berjalan kaki dari rumah sakit menuju rumahnya bukankah jarak yang dekat, namun entah kenapa Yongi memang ingin melakukannya hingga membuat tungkainya pegal. Jalannya pun sudah terseok-seok.

Sesampainya di jalanan perumahan kompleks, namja itu berhenti sejenak di depan sebuah rumah yang terletak disamping rumahnya. Rumah minimalis dengan cat putih beratap merah yang nampak gelap dari luar.

Yongi memandang rumah itu dengan sorot yang sulit diartikan. Dalam lubuk hatinya, ia menaruh harapan besar pada salah satu penghuni rumah itu.

Hanya sebentar ia memandang rumah itu sebelum melanjutkan langkah ke rumah yang berada tepat disamping rumah itu. Rumah dengan bentuk sama namun dengan lampu yang terang. Rumah itu adalah rumahnya.

*_*

Gadis bersurai pirang kecoklatan itu berlari ditengah ramainya koridor. Rambutnya yang dikuncir kuda bergoyang-goyang seiring dengan langkahnya yang cepat. Tangannya yang membawa setumpuk buku catatan mulai goyah. Tanpa disangka kini langkahnya tersandung oleh kakinya sendiri mengakibatkan buku yang dibawanya bercecer di lantai koridor bersamaan saat lututnya terbentuk lantai.

"Aish, kenapa nasibku seperti ini," gerutunya sambil memunguti buku itu satu persatu.

"Ya! Jangan diinjak!" serunya ketika salah satu siswa hampir menginjak salah satu buku itu.

"Jaga langkahmu," umpatnya.

"Sepertinya kau butuh bantuan, Nona Son," ucap seseorang yang sudah berjongkok di depan Wendy, dan dalam hitungan detik semua buku itu sudah berpindah tangan. Bahkan sebagian besar buku tidak berada di tangan Wendy.

Will You...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang