17. A Letter

304 26 4
                                    

Maafkan diriku yorobuun. Pgn up cma otakku tidak memadai. Seingatnya dulu ya, habis itu direvisi.
Happy Reading....

"Tugas dari saya jangan lupa dikumpulkan minggu depan."

"Nde sonsaengnim."

"Selamat belajar."

Min sonsaengnim, selaku guru yang mengajar mata pelajaran kimia sudah meninggalkan kelas tepat saat bel tanda jam ketiga berakhir. Jam pelajaran yang selanjutnya diisi oleh Na ssaem mendadak harus kosong karena beliau masih dalam masa cuti. Semua penghuni kelas tentunya bersorak karena dapat menikmati jam kosong setelah pusing melihat papan tulis yang penuh rumus dan angka-angka aneh khas kimia.

"Ya! Na ssaem ternyata cuti seminggu!" teriak sang ketua kelas, Park Jinyoung, dari ambang pintu. Wajahnya nampak sumringah.

"Lho? Tidak jadi sampai besok? Katanya hanya tiga hari?" Seulgi yang duduk disamping Jisoo menyahut.

"Sudahlah. Harusnya kau bersyukur kelas kita akan kosong. Aku pusing sekali kau tahu," keluh Im Jaebum, lelaki bermata sipit yang sibuk bermain game dengan Mark Tuan.

"Ish, nyambung-nyambung saja kau."

Jisoo dan Wendy geleng-geleng kepala. Selepas memberi atensi pada Jinyoung yang sudah duduk santai di bangku, mereka bertiga kembali mengobrol seputar hal random. Mulai dari hobi, musik, sunbae terfavorit, dan sebagainya. Memang kalau sesama perempuan telah berkumpul, pembicaraan mereka tak akan ada habisnya.

"Hei, Jisoo-ya," tiba-tiba saja Sehun datang dari arah mana menyela pembicaraan mereka. Lelaki itu berdiri tepat di samping Jisoo yang tadinya sibuk membicarakan Min Yoongi.

"Apa?" Balas Jisoo setengah malas.

"Bisa ikut sebentar? Ini hal penting," Sehun melirik Seulgi dan Wendy yang juga memandangnya. "Boleh, 'kan?"

"Oh boleh-boleh. Tentu saja boleh," Wendy menerimanya dengan senang hati. Berbeda dengan Seulgi yang setengah cemberut. "Jangan sampai lecet ya."

"Iya tenang saja," Sehun tersenyum lalu berjalan keluar kelas diikuti Jisoo yang bingung.

.

Hari ini matahari bersinar terik. Rooftop yang tidak memiliki apa-apa sebagai tempat berteduh pun dijadikan tempat yang pas untuk Sehun membahas hal penting dengan Jisoo.

Masih perihal surat itu.

"Kau dapat suratnya?" Sehun membuka pembicaraan setelah mereka mencari tempat yang pas untuk duduk di alasi kardus bekas.

"Tidak. Tapi..." Jisoo mengambil ponsel dari sakunya dan menunjukan sebuah gambar dari ponselnya. "Aku dapat ini,"

Sehun tersenyum senang lalu mengambil ponsel itu dan mengeceknya.
"Ini benar dari Rumah Sakit Haesung?"

Jisoo mengangguk.

"Ini seperti surat persetujuan pendonoran organ."

"Hah?! Yang benar? Coba lihat!"

"Lihat saja disitu. Baca hati-hati. Kau belum membacanya ya?"

Jisoo melirik cemberut lalu mengambil alih ponselnya dan membaca foto surat itu dengan seksama. Ternyata benar. Itu surat persetujuan pendonoran organ.

"Lalu kenapa ini ada pada ibuku?" Tanya Jisoo.

"Ya mana kutahu. Memangnya kau tak pernah bertanya pada ibumu soal itu?"

"Tidak. Karena kurasa ini tidak begitu penting," Jisoo mematikan ponselnya dan kembali menjejalkannya ke saku rok. "Tapi, kurasa ini alasan kenapa ibuku menangis."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Will You...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang