13. Luck

287 48 7
                                    

Lagi, bagi yg mau baca ulang silahkan. Karena hampir seluruh isi part ini udh aku ubah.

Happy Reading...

Yongi duduk disalah satu kursi yang disediakan diruangan serba biru muda itu. Duduk dengan suasana canggung seperti ini sebenarnya tidak membuatnya nyaman namun bagaimana lagi? Ia sedang berhadapan dengan dokter berwajah serius sekarang. Tidak ada yang suara perbincangan sejak lima belas menit lalu selain suara kertas yang dibolak-balik dan jam dinding yang berdetak.

Ini membosankan, batin Yongi.

Tapi seketika kebosanannya terbayar ketika Dokter Ko menghentikan aktifitasnya dan mulai menatap Yongi dengan tatapan sulit diartikan.
Antara serius, memberi harapan, senang, dan khawatir.

"Yongi-ssi, saya punya kabar baik untuk anda. Kami menemukan pendonor yang cocok untuk adik anda,"

Mata Yongi berbinar cerah mendengar penjelasan yang sangat dinantikannya saat ini, namja utu pun sedikit mencondongkan tubuhnya menghadap Dokter Ko.

"Benarkah, saem? Anda tidak bercanda, 'kan?"

Dokter Ko tersenyum tipis melihat respon Yongi namun ia juga tak bisa menghilangkan rasa khawatirnya ketika membahas hal ini dihadapan seorang remaja berpikiran labil.

"Kami sudah mendapatkan data orang yang bisa mendonorkan jantungnya untuk adik anda, tapi sebelumnya, maaf, kami tidak bisa melakukannya,"

Mata Yongi meredup seolah kehilangan cahayanya, senyumnya yang lebar kini tergantikan oleh wajah muram.
"Kenapa, saem? Padahal anda sudah berkata pada saya untuk melakukan yang terbaik untuk adik saya?! Saya akan membayar berapapun asalkan adik saya bisa sembuh, tolong saem..." seru Yongi dengan derai air mata.

Memang ia tak main-main dengan ucapannya. Semuanya memang benar, ia akan melakukan apapun untuk kesembuhan adiknya, dengan biaya sebesar apapun. Toh ia berasal dari keluarga berada jadi tak masalah dengan kertas bernilai yang disebut uang.

"Maafkan kami, Yongi-ssi. Kami benar tak bisa, jika kami melakukannya untuk kesembuhan adikmu, kami bisa juga membunuh satu nyawa lagi," jelas Dokter Ko mau tak mau membuat Yongi mendongak.

"A-apa maksudnya, saem?"

"Biasanya pendonor yang memberikan secara suka rela adalah pendonor yang sudah meninggal atau memiliki organ lebih. Tapi kali ini pendonor yang kami maksud masih hidup, Yongi-ssi, dan organ yang dimilikinya hanya satu,"

Yongi terasa dipukul dengan puluhan beton ketika mendengar penjelasan Dokter Ko yang sangat menyakitinya. Tidak bisa? Itu berarti sudah tak ada harapan lagi?

"Saya akan membantu, saem. Saya akan melakukan semuanya, saya akan membujuk keluarga calon pendonor agar bersedia memberikannya," mohon Yongi namun dibalas gelengan oleh Dokter Ko.

"Yongi-ssi, anda tak bisa melakukan ini. Orang itu butuh jantung untuk tetap hidup. Kali ini tak ada cara lain, Yongi-ssi, maaf, kami harus memasang alat bantu untuk memompa jantungnya," Dokter Ko mengakhiri pembicaraannya lalu menutup laptopnya.

"Saya harap anda bisa lebih bersabar, kami akan berusaha mencari pendonor yang lain,"

**

Sosok jangkung yang mulanya sedang asik bermain basket kini menghentikan kegiatannya ketika melihat sosok mungil yang berjalan gontai dipinggir lapangan basket. Dengan tas punggung yang terlihat berat serta wajah yang lesu, orang itu berhasil menarik perhatian sosok jangkung itu.

Bola basket yang ada ditangan kirinya kini ditendangnya pelan hingga menggelinding ke kaki si mungil membuat si empunya menatap bola itu dengan tanda tanya.

Will You...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang