Harapannya Sirna

36 1 12
                                    

Adibah Asilah (Author)

Liburan telah berlalu, dan saat ini adalah hari dimana pembagian kelas bagi seluruh siswa-siswi di Madrasah Baitul Qur'an.

Dimulai dari kelas 7 yang sudah naik ke kelas 8. Dan yang pertama diumumkan adalah untuk orang-orang yang masuk ke kelas 8A, yaitu dimana dikelas itu laki-laki dan perempuan dicampur.

Harapanku saat itu adalah, aku tak mau ke kelas 8A, lebih baik aku masuk 8C Akhwat(perempuan) daripada harus 8A yang harus dicampur dengan (Ikhwan).

"Semoga kita masuk ke kelas 8A ya.." suara itu berhasil membuatku menoleh ke arahnya, Gita. Ya, Gita memang berharap untuk masuk ke kelas Unggulan. Bahkan dia pernah bercerita padaku bahwa disetiap do'anya ia selalu menyelipkan sebuah keinginan untuk masuk ke kelas Unggulan.

"Hhe, gak mau ah" kataku datar pada Gita

"Kenapa?" tanya nya heran. Jelas heran, semua orang sangat menginginkan untuk masuk ke kelas Unggulan sedangkan aku tidak.

"Ya gak aja, males. Udah mah nanti teh dicampurin sama laki-laki terus ntar prestasi aku nurun dong, soalnya kan kelas Unggulan itu buat orang yang dikelas tujuhnya dapet peringkat satu sampe lima. Kalo gak salah itu juga" jelasku pada Gita

Gita hanya mengangguk mendengar penjelasanku

"Terus nanti kalo kelas kita beda gimana?" tanya Gita beberapa saat kemudian

"Gampang, pas istirahat juga bisa kan?" tanyaku padanya

"Yaudah deh, tapi bener ya?" tanya Gita lagi

"Iya" jawaban singkatku berhasil membuat Gita mengangguk lalu diam karena Pak Rizal sudah datang untuk mengumumkan siapa saja yang akan masuk ke kelas Unggulan

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.." kata pertama yang dilontarkan oleh Pak Rizal dan semua murid yang mendengar itu serentak mengucapkan

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"

Setelah itu Pak Rizal membuka acara dan menyerahkan pengumuman yang masuk ke kelas Unggulan kepada Kepala Madrasah Baitul Qur'an. Dan akhirnya Kepala madrasah mulai mengumumkan nama-nama orang yang ke kelas unggulan itu.

Setelah mendengar semua nama yang dipanggil, aku merasa putus asa. Aku masuk ke kelas unggulan bersama Devi. Sedangkan Gita? Gita tak disebut, bahkan namanya tak ada dalam daftar semua kelas.

Bukan sebuah kebahagiaan bagiku, melainkan sebuah kesedihan. Ini adalah harapan Gita, harapan yang sangat Gita inginkan. Tapi mengapa? Mengapa harus aku yang masuk dan bukan Gita? Aku tidak tahu setelah ini apa yang akan terjadi pada persahabatan aku dan Gita.

Tidak. Aku tidak langsung putus asa, aku langsung menemui guru yang bersangkutan mengenai kelas yang aku tempati saat ini, aku ingin pindah aku tidak mau masuk kelas 8A. Aku tak mau menghancurkan semua harapan sahabatku sendiri. Bukan hanya aku yang menemui guru itu tapi Gita juga ikut, hanya saja dia tak bersamaku melainkan dengan oranglain.

Terlihat jelas dari tatapannya, tatapannya yang saat ini mulai tidak menyukaiku lagi. Ada kebencian dalam matanya. Ya Allah.. Aku tak bisa melihat sikap sahabatku seperti itu. Aku merutuki diri sendiri karena mungkin ini adalah salahku.

"Bu.. Saya mohon, saya pengen pindah kelas" pintaku pada guru itu

"Emang kamu kelas apa?" tanya guru itu

"Kelas 8A bu.." kataku

"Gak bisa, kamu tuh harusnya bersyukur bisa masuk ke sana. Kamu itu pilihan." kata guru itu sedikit ketus

"Tapi bu.. Saya gak mau." kataku lirih

"Kalo gak bisa ya gak bisa, udah sana pergi" usirnya, karena mungkin guru itu sibuk karena pada saat aku berada disana ia sedang dikerumuni oleh murid-murid, entah apa yang mereka lakukan. Entahlah.

Aku pergi dengan sebuah kesedihan yang begitu mendalam. Aku merasa bersalah pada Gita, aku tidak bisa melewati semua ini sendirian. Kau tahu? Gita adalah orang yang selalu mendengarkanku, memberiku kesempatan apabila aku salah. Dan saat ini? Mungkin sebuah kesempatan tak akan pernah ada lagi untukku.

Devi. Ya, dia memang sahabatku juga, tapi aku tak terlalu nyaman berada disampingnya. Ada rasa dimana aku tidak suka padanya entah apa alasannya aku pun tak tahu.

"Dib.. Ntar kita sebangku ya.." kata Devi membuyarkan semua lamunanku

"Ehh.. Iya" kataku dengan senyum palsuku

"Hmm.. Kira-kira Gita bakal marah gak ya?" tanyaku pada Devi

"Gak tau" katanya sambil mengangkat bahunya tak peduli.

Dasar menyebalkan. Dia adalah orang yang paling menyebalkan disaat-saat seperti ini.

Pandanganku tertuju padanya. Pada Gita yang berada tak jauh ditempat aku duduk saat ini.

"Gita.." panggilku dengan keras, namun entah ia tak mendengar atau memang sengaja menghindar dariku.

Aku tak pernah tahu apa yang ia pikirkan tentang diriku saat ini, yang aku tahu mungkin saat ini ia marah padaku. Marah karena harapannya direnggut olehku. Dalam sekejap saja, seseorang bisa membenciku hanya karena hal yang ia inginkan akan tetapi tercapai olehku.

Jangan lupa voment ya, maaf cuma bisa nyampe sini soalna takut kepanjangan.. Ntar aku lanjut lagi kok😇

Unexpected FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang