Kelas 8A

22 1 0
                                    

Adibah Asilah (Author)

Hari ini adalah hari dimana semua murid akan memulai pelajaran. Mungkin, kemarin hanyalah pembagian kelas saja, dan saat ini adalah waktu yang benar-benar seluruh siswa siswi akan belajar.

Aku datang lebih awal dari biasanya, lebih tepatnya agar aku mendapatkan bangku yang layak untuk aku dan Devi tempati.

Diluar dugaan, aku kira belum ada yang datang. Tapi, nyatanya sudah ada beberapa orang yang telah berada didalam kelas.

Mereka sedang membereskan kelas, tapi tanpa ijin aku masuk dengan wajah yang begitu datar. Ada beberapa orang yang aku kenal, karena sebelumnya aku sempat satu eskul dengan mereka. Ahhh, aku lupa. Benar-benar lupa!!

Kelas ini hampir semua akhwatnya ikutan eskul Tahfidz. Ahhh, sungguh aku memang pelupa. Tapi ya sudahlah, aku tak mau ambil pusing tentang ini.

Aku belum begitu dekat dengan mereka, sehingga aku memutuskan untuk keluar kelas setelah mendapatkan bangku yang Devi pesan kemarin.

***

"Gita.." panggilku pada saat melihat Gita diluar lebih tepatnya dibawah, karena aku sedang berada dilantai dua, kelas aku berada.

Gita melihatku tanpa senyuman yang biasa dia berikan padaku melainkan sebuah tatapan kebencian.

Aku berusaha untuk tak peduli tentang itu. Aku memberi kode pada Gita agar dia tetap diam ditempatnya saat ini, karena aku ingin berbicara dengannya.

Aku berlari kecil menuruni tangga, namun saat aku telah sampai di tempat Gita, bukan Gita yang aku lihat. Tak ada orang disana. Apakah aku sedang berhalusinasi? Tidak. Aku benar-benar melihatnya tadi.

Mataku terus menerawang keberadaan Gita, dan aku menemukannya. Dia berada ditangga mesjid, bersama oranglain dan aku tidak tahu siapa dia? Sudahlah dia tak penting, yang terpenting adalah aku harus berbicara bersama Gita dan menjelaskan semuanya.

"Gita.." panggilku padanya dengan berlari kecil untuk menghampirinya

Tapi lagi lagi dia tak menjawab, dia hanya memberiku tatapan kebencian dia menghindar, dia tak mau mendengarkanku. Terbukti saat aku memanggilnya tadi, dia langsung pergi.

Aku rasa, aku telah kehilangan seorang sahabat. Dalam sekejap saja aku merasa benar-benar sendiri. Jujur saja, jika memang Gita marah atau bahkan benci padaku, aku rela menebus semuanya. Apapun yang Gita mau, asalkan dia tidak pergi meninggalkan persahabatan ini.

Aku kira, persahabatanku dan Gita takkan pernah memberikan luka. Tapi, siapa sangka? Ini adalah rencana Allah yang memberikan luka untuk yang kedua kalinya aku terluka dan aku telah gagal dalam sebuah persahabatan.

"Heyyy" teriak seseorang ditelingaku, membuyarkan lamunanku seketika sekaligus membuatku terkejut.

"Ihhh Devi, ngagetin aja" kataku kesal

"Lagian masih pagi udah ngelamun aja" katanya

"Siapa yang ngelamun? Aku? Gak kok aku gak ngelamun" elakku

"Masa? Kok aku gak percaya ya?" canda Devi

"Yaudah kalo gak percaya wlee" kataku sambil menjulurkan lidah ke arahnya.

"Ihhh, udah ahh masuk kelas yuk" ajak Devi padaku.

"Yuk" jawabku yang langsung Devi tarik ke arah kelas kami.

Devi terhenti didepan pintu, entah apa yang ia lakukan saat ini. Tapi mungkin, ia sedang menerawang dimana tempat kami duduk.

"Assalamu'alaikum.." kata Devi setelah mengetahui letak tasku berada

"Wa'alaikumussalam" jawab murid-murid itu pada saat Devi masuk.

Aku mengikuti Devi dari belakang, dan juga duduk saat Devi pun duduk dikursinya.

Devi menerawang keseluruh kelas dengan heran. Bahkan aku yang memperhatikannya heran.

"Kenapa?" tanyaku

"Gak. Cuma aneh aja, berasa baru masuk kelas 7 lagi, soalnya gak pada kenal terus orang-orangnya juga pada asyik sendiri perasaan" jelas Devi

"Oh, ntar juga deket." jawabku

"Mmmm.. Dev, kamu ngerasa gak? Kalo Gita kayak ngejauh gituu" kataku tak tahan dengan apa yang ada dipikiranku

"Mmmm.. Kayaknya iya deh" jawabnya

"Kenapa ya? Apa karena aku masuk kelas ini?" tanyaku lagi

"Mungkin, pastilah dia mah bakal gitu, orang masuk kelas ini tuh kan keinginannya banget" jawab Devi seperti menyindir

"Oh, kira-kira kalo aku berhasil pindah dari kelas ini, Gita bakal marah lagi gak sama aku?" tanyaku semakin penasaran

"Ihhh naon sih? Lamun tos aya dikelas ieu, tong pundah pindah, ngalieurkeun nyaho teu?" (ihhh apaan sih? Kalo udah ada dikelas ini, jangan pindah-pindah musingin tau gak?) kata dinda ketus

"Oke, terus kumaha carana abdi jeung Gita tiasa baikan deui?" (oke, terus gimana caranha aku dan Gita bisa baikan lagi?) tanyaku lembut

"Maaf Dib, ini masalah kamu sama Gita. Aku gak mau ikut campur tentang itu" kata Devi berhasil membuat hatiku semakin sakit.

Sahabat macam apa dia? Tak mau membantu sahabat yang kesusahan? Bukan. Dia bukan sahabatku, mana ada sahabat seperti itu. Dasar nyebelin, emang nyebelin dari dulu gak pernah berubah.

***

Tak lama setelah percakapanku dan Devi, bel pertama berbunyi menandakan kita harus segera turun ke mesjid untuk mengikuti kegiatan dzikir pagi.

Dan saat ini adalah bel kedua, menandakan bahwa pelajaran pertama akan segera dimulai.

Bu Riri, dia adalah wali kelas kami. Setelah dia memperkenalkan dirinya, dia meminta muridnya memperkenalkan diri dengan cara berdiri ditempatnya masing-masing lalu memperkenalkan diri.

Perkenalan antara guru maupun murid berjalan dengan baik, dan akhirnya Bu Riri menginginkan seksi organisasi diputuskan saat itu juga.

Dan setelah beberapa saat berunding, keputusannya sebagai berikut:

Ketua Murid= Reza
Wakil Ketua Murid= Harry
Sekertaris= Salma
Wakil Sekertaris= Dea
Bendahara= Nabila
Wakil Bendahara= Regina
Absensi= Rinaya
Seksi Peralatan= Vania

Kurang lebih itu adalah hasilnya. Selebihnya aku tak tahu dan tak penting aku mengetahuinya.

"Ehh Dib, kamu ngerasa gak?" tanya Devi

"Apa?" tanyaku

"Mereka kayak yang udah pada kenal ya?" tanyanya

"Aku juga kenal kok" kataku

"Kok gak pernah cerita?" tanyanya

"Cerita apa?" tanyaku polos

"Ihh cerita kalo kamu juga kenal mereka."

"Ohh, kenal karena satu eskul" kataku

"Ohh, terus sekarang suka ngobrol? Atau nyapa gitu?"

"Jarang, paling kalo temu cuma senyum aja"

"Ohh, kenalin dong, biar punya banyak temen" pintanya

"Kan tadi udah kenalan, kamunya aja yang tinggal ajak ngobrol" kataku santai

"Ihh, jadi orang nyebelin amat sihh!" sebal Devi, dan aku hanya mengangkat bahu tak peduli.

Begitulah, hari-hariku dihabiskan bersama Devi. Terkadang kita sering bertengkar, namun pertengkaran yang diiringi oleh canda tawa.

Hal itu juga membuat banyak orang memperhatikan kami, entahlah aku tak tahu mengapa mereka selalu menatap oranglain dengan cara seperti itu.

Entah nyambung atau enggak, cuma ini ngetik udah gak kuat. Ntar lanjut lagi ya byee😉

Jangan lupa voment, makin kesini bakal makin seruu. Meureun hhahah😅

Unexpected FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang