Adibah Asilah (Author)
Cukup lama Devi dan Karina ke toilet, dan saat ini mereka baru kembali. Apa yang aku pikirkan adalah benar, Devi menangis. Terlihat dari matanya dan hidungnya yang memerah juga suara yang parau.
"Dev, kamu kenapa?" tanyaku pada Devi saat dia telah duduk disampingku
Pertanyaan yang sangat bodoh yang kala itu aku ucapkan. Jelas-jelas Devi menangis karena aku. Aku yang mengatakan bahwa kami adalah teman biasa, aku yang tak pernah sadar akan kesalahan yang aku perbuat.
"Gapapa, cuma kelilipan aja." elaknya
"Ohh" kataku singkat. Yang mungkin kata itu membuat Devi semakin sakit hati. Mungkin, dalam pikirannya seharusnya aku menanyakan lebih lanjut apa yang ia tangisi, tapi tidak. Itu tidak sesuai dengan apa yang Devi pikirkan. Aku tahu, jika seseorang yang menangis jika terus ditanya maka tangisnya akan semakin pecah. Dan aku tak mau itu terjadi, pilihan yang aku pilih yaitu dengan aku diam, begitupun Devi.
Tak ada obrolan diantara kami, biasanya sedang belajarpun kami sering mengobrol bahkan sering kali Rinaya ataupun yang lainnya menegur kami agar tidak mengobrol karena mengganggu konsentrasi belajar mereka.
Teguran maupun hinaan tak pernah kami hiraukan, kami sering mengulanginya lagi dan lagi.
Tapi tidak untuk sekarang. Sekarang kami saling diam, mungkin canggung. Entahlah.
"Dev, sekali lagi aku minta maaf" kataku
"Iya, gapapa kok." katanya.
Ada rasa lega dalam hatiku, karena setelah itu Devi seperti melupakan apa yang telah terjadi hari ini.
Devi masih denganku, masih bercerita juga tertawa bersama. Namun, ada rasa yang mengganjal, aku takut bila suatu hari nanti Devi akan menjauh dan bersama oranglain.
***
"Dib, aku duluan ya sama karina" kata Devi saat bel pelajaran terakhir berbunyi. Mengapa Devi meminta ijin untuk pergi duluan? Karena pada saat itu aku mendapat bagian piket, dan biasanya Devi menungguku.
"Oh iya" kataku sembari tersenyum. Tentu saja senyuman palsu, karena aku rasa ia mulai menghindar.
"Bye" katanya sambil melambaikan tangannya, aku hanya mengangguk sebagai jawaban
Sejak Devi mengetahui aku hanya menganggapnya teman biasa sejak saat itu pula ia mulai dekat dengan Kirana.
Hari demi hari aku semakin merasa bahwa Devi memang menjauhiku, saat istirahat dia sering bersama kirana tak jarang mereka pun mengajakku untuk istirahat bersama mereka. Satu kali aku bersama mereka, bukan canda tawa lagi yang aku dapatkan bersama Devi dulu melainkan canda tawa Devi dan Kirana yang menggantikan posisiku. Bukan maksud untuk menyalahkan Kirana diantara pertemanan kami, tapi ini adalah kenyataan. Kenyataannya bahwa aku menyakiti Devi dan ia pun mulai menjauh untuk mendapatkan teman yang bisa menganggap dirinya, tidak seperti diriku.
Terkadang aku merindukan saat-saatku bersama Devi, saat-saat dimana aku dan Devi hanya berdua canda tawa bersama tak peduli perkataan apa yang terlontar dari mulut oranglain tentang pertemanan kami, tapi itu dulu sebelum aku menyakiti hatinya.
Aku merasa tak pantas untuk berteman kembali bersama Devi, tapi aku masih ingin berjuang untuk terus berteman bersamanya. Dan pilihan yang aku pilih pada saat itu adalah aku terus memperjuangkan persahabatan kami meski perjuangan itu secara sepihak dan beresiko menyakiti diriku sendiri.
Aku akan berhenti berjuang jika suatu saat aku sudah tidak bisa menahan rasa sakit yang aku pendam sendiri.
Huft.. Gitu dulu aja ahh gtw ngaco apa nggak yang pasti chapter ini sampe akhir bawaannya pengen nangiss sekaligus pengen ketawa gara² ulah sendiri ujung²nya kek gituu.. 😂😭
Pendek banget ya chapternya,. Udah lah biarin cape ngetiknya apalagi inget² kejadian ceritanya 😅
Jan lupa koment kalo ada yang ganjel dihati kalian vote kalo udah bacaa yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Friendship
Non-FictionSebuah luka dalam hati, pahitnya perjuangan, dan kesabaran membuat mereka berdua saling menutup diri untuk memiliki sahabat. Mereka lelah untuk terus memperjuangkan sesuatu yang sia-sia. Tapi dibalik semua itu Allah mempunyai rencana yang begitu ind...