Akhirnya, hari ini pun tiba. Hari dimana aku bisa melepaskan diri dari bayang – bayang Kevin. Hari ini Kevin mengirim pesan suara bahwa ia tidak bisa menemaniku seperti kemarin – kemarin. Haha, menemani? Mengekang sih iya! Aku tidak boleh duduk di kursi yang bersebelahan dengan pria lain beralasan bagaimana kalau keluarganya memasang mata – mata di sekelilingku, aku tidak boleh bersepedah sendirian takut – takutnya disangka orang miskin. Mau aku miskin atau kaya pun apa masalahnya? Aneh banget sih ni anak.“Re, kakak mau kerja dulu ya” teriak kak Ardhan
“Kak! Bentar! Aku minta uang buat beli kuota dong.. uangku abiss” rengekku menghampirinya secepat kilat
“Kakak kan kasih kamu uangnya bulan kemarin, masa udah abis lagi? Boros amat sih kamu” kesal kak Ardhan
“Uangnya aku pake olshop kak, namanya juga cewek hehe”
“Kerja sana! Ga bosen apa nganggur mulu! Umur udah 21 juga, masih aja tingkahnya kayak anak SMA baru puber! Nih!” mengulurkan tangannya yang menggenggam kertas 4 lembar berwarna merah
“Ntar kalo gue kerja, gue bakal ganti ni duit!” bentakku kesal
“Gamau nih?”
“Eh! Mau dong, hehe”
“Nih! Kerja sono”
Aku memang berusia 21 tahun. Tapi, hingga saat ini sejak aku lulus S1 sarjana sastra. Aku masih belum berani melamar pekerjaan kemana pun. Bahkan, saat aku ditawari kakakku untuk menjadi tour guide melalui koneksinya, aku masih ragu dan akhirnya ku tolaklah kesempatan emas itu. Dan sekarang, aku baru berpikir ‘apa aku harus bekerja?’
Siapa pun akan berpikir aku ini seorang gadis yang menyia – nyiakan gelarnya hanya karna ragu pada dirinya sendiri. Sebenarnya, dari awal aku hanya menyukai menulis. Itu alasanku untuk masuk sastra. Bukan karna aku ingin menjadi tour guide untuk berkeliling dunia. Tapi agar kesenanganku pada menulis dapat berkembang.
Sesekali, aku menulis beberapa hal yang aku alami dan aku bayangkan. Setelah terkumpul cukup banyak, ku putuskan untuk membuatnya menjadi sebuah jalan cerita yang akan ku bentuk menjadi novel dalam sebuah buku. Tapi, lagi – lagi aku ragu untuk memposting ini ke blogku. Takut – takut, tidak ada yang menyukainya karna tidak mengerti alur ceritanya.
“Kak, kalo aku cari kerja.. kakak mau ngasih aku apa?”
“Kakak bakal kasih koneksi!” jawab kakak cepat
“Seriusan? Oke! Aku cari kerja sekarang!”
“Halah! Sok – sok an cari kerja! Mandi dulu sana! Cewek kok jorok amat!"
"Heran, kenapa Kevin mau sama kamu yang kaya gini? Udah dekil, kucel pula!” ledekannya memang selalu semenyebalkan iniBerjam – jam telah berlalu ku gunakan untuk mempercantik diri. Sengaja ku pilih kemeja berenda di ujung lengannya untuk dipadukan dengan rok hitam ketat selututku. Sepatu hitam ber-heels pendek sengaja ku gunakan agar kaki ku terlihat lebih jejang. Tak lupa, rambut hitamku dibuat menjadi satu ikat.
Selesai sudah aku berdandan. Ku ambil CV ku yang sudah lama ku buat tanpa pernah menggunakannya untuk melamar pekerjaan. Beberapa e-mail melamar pekerjaan pada perusahaan – perusahaan terkenal telah ku kirim. Kini saatnya aku menjadi dewasa.
“Oke, kamu kesini mau bekerja kan?” tanya seorang lelaki tegap dihadapanku
“Iya Pak” jawabku sigap
“Kalo begitu, kenapa saya harus memperkerjakan kamu sementara disini saya masih punya pegawai?” tanyanya menyidik
“Karna saya berpotensi menguntungkan perusahaan ini Pak” jawabku asal
“Hm, maksud kamu kalo saya menolak kamu saya serta perusahaan ini akan hancur begitu?”
“Eh, gak gitu maksud saya”
“Kalo gak gitu, yaudah! Kamu silahkan pergi, karna saya tidak membuka lowongan pekerjaan!”
“Loh? Ini Perusahaan Kelda G kan?” tanyaku bingung
“Kamu salah alamat! Ini Perusahaan Kelga!” jawabnya kesal
“Oyah? Sejak kapan digantinya yah?” tanyaku tak tahu malu
“PERGI!! SECURITY!!!” teriaknya marah, dan aku kabur karna malu
Ku teguk segelas air putih dengan cepat. Menunjukkan kehausan dengan tingkat yang sangat tinggi. Kenapa siang ini panas sekali? Ku buka satu kancing kemejaku yang paling atas. Ku sanggul rambutku agar tidak mengganggu leherku yang berkeringat lelah.
“Bu, air putihnya satu lagi! Oiyah, perkedel kentangnya 3 yah bu.. biasaa ditambah saos manual ibu warteg cantik yah! Lagi capek banget nih”
“Siap neng!”
Aku memang sudah biasa makan di warteg si ibu warteg cantik. Dulu, saat kakakku masih belum bisa memasak sering kesini untuk membeli makanan untuk aku makan pagi siang dan sore. Selain rasanya yang ngalahin restoran bintang 5, harganya murah gila. Dengan lahap aku memakan perkedel kentang pesananku ketika ibu warteg cantik datang memberikan pesananku itu.
“Sayang, kamu ngapain makan disini?” tanya seseorang dibelakangku tak ku hiraukan. Aku lapar.
“Oke, aku tunggu di mobil yah” sambungnya, lalu ia mencium pipiku sekilas.
Sontak membuatku kaget, ku tengok wajahku ke arahnya dengan wajah geram. Jelas aku marah, tiba – tiba ada orang yang mencium pipiku! Berani sekali orang ini!
“HEH! LO! JANGAN KABUR LO!” teriakku mengejarnya
“Berani ya lo, ciam – cium pipi orang seenaknya!” teriakku semakin geram
Menoleh dengan santai, melihat ke arahku dengan tenang “Ada apa? Salah yah calon suami nyium pipi calon istrinya?” ucapnya tanpa merasa bersalah sedikitpun.“Ke-vin” hanya nama itu yang berhasil lolos dari mulutku, yang lainnya sulit ku keluarkan karena semakin terkejut.
“Iya, saya Kevin. Kamu mau pulang tapi ga bayar dulu?”
“Eh, iya tunggu” Sialan ni orang
Alunan musik klasik mengiringi perjalanan kami yang hening membuat suasana semakin canggung. Sadar dengan keadaan canggung ini, ku pindahkan frekuensi radio mobil ke saluran lain. Setelah mencari – cari, akhirnya aku menemukan satu lagu yang tidak asing bagiku. Still Into You – Paramore, lagu favoritku saat SMA dulu. Serasa nostalgia di masa itu, masa saat aku masih bisa bermain dengan teman – temanku dengan santai tanpa memikirkan masalah yang hingga kini belum terselesaikan. Lagu ini adalah lagu favorit kami bertiga. Entahlah, hanya saja aku tiba – tiba teringat masa itu, dan aku merindukannya. Tanpa ku sadari, aku tersenyum dengan sangat jelas.
“Kenapa senyum – senyum sendiri? Masih kesenengan tadi saya cium pipinya yah?” tanya Kevin meledek
“...” aku hanya diam, sedikit tersenyum mengingat memori SMA ku dulu
“Kamu ngapain sih makan di tempat kayak gitu?”
“Bukan urusan kamu” jawabku ketus mengingat ciuman pipi tadi, menjijikan!
“Hmm.. kamu capek yah? Tadi kak Ardhan bilang kamu lagi mau nyari kerja?”
“Iya, aku pengen mandiri”
“Aku ada kerjaan, kamu mau?”
“Kalo boleh, ya mau lah.. lumayan, bisa ngehasilin duit sendiri hehe” jawabku terkekeh
“Oke, sekarang kamu temenin saya rapat yah di Singapur”
“Eh, sekarang? Aku belum bawa baju ganti ih”
“Ada Tania, tenang aja”
“Aku ga suka sama sekertaris kamu itu, dia ganjen” ucapku terlontar begitu saja tanpa rasa malu aku menunjukkan wajahku yang semu merah seperti tomat rebus
“Kamu cemburu?” tanyanya menyidik
“Nggak lah!” jawabku cepat, entah kenapa aku merasa aku mulai aneh.
“Hm.. jangan jatuh cinta sama saya. Saya tidak tau penawarnya kalo kamu sampe harus sakit hati karna jatuh cinta pada saya”
“Siapa juga yang suka sama kamu! Lagian, PD amat sih jadi orang” ucapku kesal mencibir

KAMU SEDANG MEMBACA
KEVIN is MINE
Teen Fiction"Mereka hanya ingin tahu, tanpa peduli", ucap Kevin padaku.