Lemon Tea #24

2K 278 14
                                    

"Bicara rindu, bicara haru."-Dialog Hujan, Senar Senja.

🍋🍋🍋

Samir baru saja mengalung di lehernya. Harusnya ia masih berada di dalam sana dan menikmati sisa waktunya yang ada bersama teman-temannya, tapi dia terdampar di sini. Di lantai bawah tempat acara makan malam harusnya berlangsung. Harusnya sekarang sudah acara makan malam, tapi entah kenapa rombongan cathering yang membawa makanan kemari masih belum datang. Semuanya jadi di luar kendali dan acara pun segera dibalik.

Sean menghela napas, dia duduk di tanah dan bersandar di tembok. Kepalanya mendongak ke atas, menatap ruangan tempat mereka melaksanakan prom night. Ligthting bahkan terpancar hingga keluar dan Sean bisa mendengar alunan musik yang sedang di putar. Beberapa orang berdiri di balkon dan menatapnya, lalu bergosip ria tentang mengapa ia berada di sana.

Laki-laki itu menjadi semacam konglomerat yang baru saja bangkrut. Berpakaian rapi dengan tuxedo warna hitam dan sepatu fantofel serta rambut klimis, tapi malah duduk di tanah sambil memeluk lututnya. Dia hanya tersenyum tipis sambil melambaikan tangannya ke atas, padahal sebenarnya di juga ingin ikut berpesta di sana.

Dia mengambil ponselnya dari balik jas, kembali mencoba menghubungi pihak cathering berulang kali tapi tetap tak bisa. Dia sudah menelpon tapi tidak diangkat, mengirim pesan singkat tapi tidak dibalas, dan mereka tidak online di sosial media. Sean bisa tua di sini tanpa menikmati apapun. Laki-laki itu berniat memasukkan ponselnya ke balik jas lagi, tapi benda itu berdering dan tanpa melihat nama yang tertera di sana, Sean mengangkatnya.

"Halo?"

"Udah dateng?"

Ternyata ketua acara mereka, Kelvin, yang menelpon.

"Belum," jawab Sean seadanya.

"Tungguin di situ, jangan kemana-mana. Siapa tahu mereka nyasar," ujar Kelvin seenak jidat, membuat Sean mendengus kesal.

Dan tanpa menunggu Sean kembali berbicara, Kelvin memutuskan sambungannya begitu saja. Ya, Sean bisa mendengar walaupun samar suara keramaian di sana. Laki-laki itu mengepalkan tangannya, dia ingin berada di sana. Apalagi dia dan keempat sahabatnya yang lain akan berpisah. Vendra akan pergi ke Inggris setelah acara selesai dan Sean akan merasa bersalah jika tidak mengucapkan salam perpisahan untuknya, walaupun laki-laki itu sering berkata pedas.

Sean menghela napas lagi. "Kalo lima menit lagi enggak datang, gue naik ke atas."

Dan akhirnya dia tetap menunggu. Berjalan mondar-mandir seperti orang gelisah untuk menghabiskan waktu, tapi hanya satu menit berlalu. Dia berhenti, mendongak ke atas lalu berkacak pinggang dan berdecak kesal. "Gue bukan anak tiri di sini."

Sean pun melangkahkan kakinya pergi. Sambil mengepalkan tangannya dia berjalan menghampiri lift, tapi terlalu banyak orang mengantri di sana. Jadi dia memilih menggunakan tangga darurat. Sean tidak ingin kehilangan momen ini. Selain ini adalah malam terakhirnya bersama kawan-kawannya, sekarang adalah penampilan salah satu band indie favoritenya, Senar Senja. Toh, jika pihak cathering itu datang, mereka akan langsung menghubunginya.

🍋🍋🍋

Alunan musik dari band indie yang panitia acara undang masih terdengar jelas, begitupula sorak-sorai dari para siswa SMA Panthera yang lulus malam ini. Mata laki-laki ini menelusuri setiap sudut ruangan dengan lampu remang-remanh ini. Dasinya sudah kendur, bahkan keringat masih mengalir di pelipisnya. Sean berjalan menyelinap di antara orang-orang yang sibuk melambaikan tangan hingga akhirnya dia sampai di barisan depan, tapi bukannya menikmati band yang sedang tampil, matanya justru menangkap sosok lain yang berdiri dua orang di sisi kanannya.

Lemon TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang