.
.
"HAI ELISHA!"
"Astaga Kang Daniel!!"
"Eh, Kak Daniel maksud aku."
.
.
-11-
"Hai Cikkk Dikkk. Apa kabar? Terakhir pas di PIM lo berdua kan belum nyapa gue." Sapa Hani sambil mengulurkan tangannya ke arah Ciko dan Dika.
"Gue baik Han. Lo gimana?" Dika menjabat tangan Hani.
"Baik juga kok." Ujar Hani menanggapi
"Gue luar biasa Han." Kini gantian Ciko yang berjabat tangan dengan Hani.
"Udah kelihatan dari muka lo Cik." Hani tertawa kecil.
"Oiya. Hari ini gue yang traktir." Sambung Hani.
"ASEEKK." Seru Ciko dan Dika bersamaan. Ya, para pencari makanan gratis memang selalu seperti itu.
Mereka pun duduk di kursi masing-masing dan mulai berbincang mengenai banyak hal. Hani bercerita tentang hari-harinya di Paris sementara Faro, Ciko dan Dika menceritakan kehidupan mereka di Jakarta.
"Fa, lo nggak lupa bawa yang kemarin gue pesen kan?" Hani teringat sesuatu.
"Oh. Bentar."
Faro mengambil tas ransel yang ada di samping kaki meja dan mengeluarkan sebuah semacam tas kecil berbentuk persegi. Ia membuka resleting tas kecil itu kemudian mengeluarkan isinya.
"Nih." Faro menyodorkan benda itu ke arah Hani.
"Wah. Lo beneran beli kamera? Gue kira bohongan." Hani mengambil benda itu kemudian melihatnya dengan teliti.
"Udah beberapa bulan lalu sih."
"Leica M7? Seriusan lo Fa?" Seru Hani saat membaca merek yang tertera pada bagian depan kamera itu.
"Yaaa gitu deh." Ujar Faro sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Emang kenapa Han? Murah ya kameranya?" Celetuk Ciko.
"Murah pala lo peang Cik. Itu kamera harganya empat kali harga iPhone X punya lo tau." Ujar Dika sambil menoyor pelan kepala Ciko.
"Seriusan? Weh, Lo dapet duit dari mana Fa?" Seru Ciko tak kalah terkejut dari Hani.
"Ya nabung lah oon." Jawab Faro.
"Kok lo nggak beli kamera digital yang merek biasa aja sih Fa? Kan harganya nggak sampe 10 juta juga. Sayang tau duitnya." Ujar Hani sambil mengelus-elus kamera yang ada di tangannya.
"Gue suka aja." Jawab Faro singkat. Hani hanya mengangguk pelan sambil mulai menyalakan kamera milik Faro.
Sementara Dika dan Ciko fokus pada buku menu, Hani pun melihat-lihat hasil foto yang diambil Faro pada kamera itu.
"Eh. Btw kalian kok biasa aja sih ketemu gue." Celetuk Hani di sela-sela aktivitasnya.
"Terus gue harus salto gitu di depan lo?" Ujar Dika yang kemudian dibalas tawa nyaring Hani dan Ciko.
Sementara Faro hanya tersenyum kecil mendengar candaan Dika. Ya, bagaimana lagi. Manusia es tanpa ekspresi memang seperti itu.
"Coba aja sih kalau bisa." Tantang Hani.
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTER?
Fiksi RemajaBagaimana jadinya jika tiba-tiba kamu kedatangan adik baru? Bukan seorang balita yang menggemaskan, bukan juga anak kecil yang sering merengek padamu, tapi seseorang yang hanya beda 1 tahun darimu. Dan yang paling penting adalah, ia seorang gadis...