Tok ... Tok ... Tok ...
"Hao-ya, kau sudah tidur?" Jun mengetuk pelan-pelan kamar hotel di samping kamarnya. Minghao yang masih terjaga meskipun waktu telah menunjukkan tengah malam terkejut karena suara Jun. Ia bergegas membukakan pintu untuk tunangannya.
"Jun? Ada apa?" Ekspresi Minghao terlihat khawatir karena wajah Jun yang sepertinya banyak sekali pikiran mengganggu di kepalanya. "Masuklah." Pada akhirnya Minghao melebarkan pintunya dan menggenggam pergelangan tangan Jun untuk menariknya masuk.
"Kau sedang apa?" Jun bertanya cukup singkat.
"Membuat kopi, kau mau?" Tangannya sibuk mengoperasikan coffee machine di pantry kamar hotel mewahnya yang terhubung dengan ruang duduk yang dilengkapi sofa bergaya klasik.
"Tanpa gula?" Jun kembali bertanya. "Pakailah sedikit, jangan minum kopi pahit." Pria tampan itu seakan paham jika Minghao meminum kopi tanpa gula, maka ada yang mengganggu pikirannya. Minghao berjalan menghampiri Jun untuk mengambil posisi duduk di samping pria itu. Tangannya terulur, memberikan kopi dalam sebuah cangkir putih.
"Hao-ya, cinta itu apa?" Minghao tertegun akan pertanyaan Jun yang tiba-tiba.
"Cinta itu, ketika kita merasa aman dan nyaman berada di dekatnya. Ketika jantung kita berdetak lebih cepat dengan napas tercekat. Ketika mendengar kabar darinya cukup membuat hari kita bahagia. Ketika menghabiskan waktu dengannya membuat kita merasa bahwa waktu berhenti hanya untuk kita. Ketika senyumannya meneduhkan. Ketika tatapannya menghanyutkan. Ketika kita merasa lengkap dengan kehadirannya. Ketika aku ..." Minghao terdiam sekejap sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Lanjutkan." Titah Jun dengan lembut.
"Apa ini semua tentang Wonwoo?" Minghao bertanya hati-hati.
"Lanjutkan kalimatmu yang tadi." Jun menitahkan sekali lagi.
"Ketika ... Ketika aku bersamamu. Itu cinta menurutku." Minghao menunduk, tangannya meremat cangkir putih itu dengan erat.
"Aku sedang tidak membicarakan Wonwoo, ini tentang kita Hao-ya. Tentang kita berdua. Aku mencintaimu." Jun membawa Minghao yang terisak pelan ke dalam pelukannya. "Tidurlah, jangan pikirkan lagi. Percaya padaku semua akan baik-baik saja." Minghao mengeratkan pelukannya pada pria yang telah menjadi tunangannya itu.
"Kau tahu, ayah menyuruh kita pulang ke London secepatnya untuk mengadakan pesta di sana." Tubuh Minghao menegang dalam pelukan Jun. Ia merasa lega ketika berada di New York karena belum siap bertemu dua orang itu. Ia takut bertemu Wonwoo dan Mingyu.
"Tapi, bisakah kita menunda kepulangan kita?" Minghao bertanya lirih dan Jun menggeleng. "Setidaknya rahasiakan kepulangan kita dari siapa pun. Terutama mereka berdua." Jun mengangguk sambil mengelus pelan punggung Minghao dalam riuhnya pemandangan Times Square yang terlihat dari jendela kamar hotelnya.
~~~
Bias mentari pagi menelisik diam-diam dari sela tirai kayu kamar apartemen Wonwoo. Si pemilik kamar sudah terjaga sejak tadi, namun ia hanya duduk dan bersandar pada headboard ranjangnya. Berkali-kali menghela napas panjang dan memejamkan mata. Ia masih tidak percaya jika Mingyu telah resmi menjadi kekasihnya kemarin, itu membuatnya menjadi orang paling bahagia sekaligus paling sesak ketika ingatannya terputar potongan-potongan kejadian antara dirinya dan Jun, antara Mingyu dan Minghao, serta Minghao dan Jun yang entah mengapa terasa janggal dalam dugaannya.
Akhirnya ia beranjak dan berniat membuat sarapan, tangannya telah menggenggam kotak susu dan sereal jagung. Wonwoo terlalu malas untuk memanggang roti pagi ini, pikirannya berkecamuk, kelindan rumit seperti benang kusut tak akan terurai jika mereka berempat belum mempertemukan isi kepala mereka, begitulah sifat overthinking Wonwoo bekerja. Ia mendudukkan dirinya di kursi pantry, tangannya mengaduk-aduk sereal dalam mangkuk porselen biru muda dengan gambar lumba-lumba, sepertinya menghela napas panjang akan menjadi hobinya yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andante [Meanie] ✓
FanfictionAndante [ahn-dahn-tey; an-dan-tee; Italian ahn-dahn-te] adv. at a moderately slow tempo °[Wonwoo; Minghao; Junhui; Mingyu at same age]