Suara berisik terdengar dari sekitar, ketukan paku di dinding, derap langkah yang terseret, serta gumaman dan gelak tawa ramai mahasiswa di ruang pameran itu menjadi musik pengiring kekaguman Wonwoo pada lukisan di depan matanya. Ia melihat Mingyu yang tersenyum puas.
"Wonwoo!" Suara bariton berat khas pria Kaukasia menyadarkan lamunannya. "Sudah lama kita tidak bertemu. Apa kabar?" Brian menghampiri mereka berdua dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Wonwoo.
"Hai, Brian. I'm fine, sorry I'm so busy with my task. How 'bout you?" Wonwoo membalas uluran tangan Brian dan diangguki dengan senyum oleh pria itu.
"Gyu, setelah selesai membereskan ini kita akan makan bersama. Kau ikut?" Brian mengalihkan atensinya pada Mingyu.
"Aku ikut, dengan Wonwoo tak apa? Aku yang akan mentraktir kalian." Mingyu menjawab pertanyaan Brian dan pria Kaukasia itu langsung berteriak ke arah teman-temannya.
"Guys, Mingyu akan mentraktir kita setelah ini. Hurry up!" Suara siulan dan teriakan kesenangan seketika membahana di dalam ruang pameran itu, nama Kim Mingyu dielu-elukan layaknya pahlawan yang memenangi peperangan. Untuk ukuran mahasiswa yang kebanyakan mahasiswa rantau, kemurahan hati seorang kawan kadang sangatlah berarti.
~~~
Ruang pameran telah rapi, kanvas-kanvas telah digantung, ada juga beberapa kanvas yang dijepit pada easel, pameran hasil karya akhir semester akan digelar pada pekan depan. Mingyu puas telah menyelesaikan pekerjaannya berkat Wonwoo. Mereka berdua menaiki mobil yang dikendarai Mingyu, menuju café yang telah dijanjikan tadi. Sepanjang perjalanan, Wonwoo hanya diam menikmati alunan piano klasik yang disenandungkan oleh pemutar musik dalam mobil Mingyu. Suasana hati Wonwoo malam ini seperti paradoks, ada dua sisi yang bergulat untuk menentukan kesenangan atau kesedihan.
"Kembali lagi menjadi Jeon Wonwoo yang pendiam?" Mingyu bertanya dengan sedikit menoleh pada Wonwoo.
"Aku hanya bingung ingin membicarakan apa." Senyuman kaku yang diberikan Wonwoo sebagai jawaban membuat Mingyu berhenti bertanya dan kembali fokus pada jalanan di depannya.
Mobil Mingyu melambat disusul dengan beberapa mobil lain milik teman-temannya ketika memasuki areal parkir sebuah café dengan makanan khas Italia yang menyajikan berbagai pasta dan pizza yang menggiurkan. Mereka semua telah masuk, duduk dan bercakap-cakap tentang perkembangan seni lukis kontemporer yang sedang trend, sesekali mereka bercanda dan melempar lelucon. Mingyu melirik ke arah Wonwoo yang sejak tadi diam dan sibuk dengan ponselnya. Ekspresi Wonwoo yang mengerjapkan matanya, mengerucutkan bibirnya, hingga kerutan di hidungnya ketika ia tertawa di depan ponselnya, entah mengapa menurut Mingyu itu semua menggemaskan.
Bertukar pesan dengan Minghao sekarang menjadi salah satu kebiasaannya. Seperti sekarang ini, Wonwoo terlarut dalam dunianya sendiri dan tak menyadari Mingyu yang sejak tadi menatapnya lekat-lekat. Kilas balik potongan-potongan kejadian antara dirinya, Minghao, Jun, dan Mingyu tiba-tiba menghampiri begitu saja. Genggaman tangan Mingyu, rengkuhannya, pelukannya, perhatiannya, dan berbagai macam spekulasi lain hadir dalam benak Wonwoo, apakah itu hal yang wajar dilakukan oleh seorang teman? Teman?
Wonwoo mengangkat wajahnya karena merasa tidak enak telah mengabaikan sekitar, namun yang pertama kali ia lihat adalah mata cokelat kelam milik Mingyu yang seakan-akan berbicara kepadanya, serta sudut bibir Mingyu yang sedang mengulas sebuah senyum hangat yang mengejutkannya.
"Mereka bertanya kau ingin memesan apa?" Mingyu bertanya lembut.
"Aku, apa pun asal jangan seafood." Wonwoo menjawab dan Mingyu segera menyampaikan pesanan Wonwoo pada temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andante [Meanie] ✓
FanficAndante [ahn-dahn-tey; an-dan-tee; Italian ahn-dahn-te] adv. at a moderately slow tempo °[Wonwoo; Minghao; Junhui; Mingyu at same age]