10. BANDARA

65 18 0
                                    

"Ah gak seru nih pensi tahun ini" Annisa mematikan ponselnya lalu bersandar di dinding kelas.

"Kakak kelasnya pada ga asik" ucap Dhea.

"Kita makan baso mba Fana yuk" Rahma nutup novelnya mendengar ucapan Sulci.

"Ayukkk!" seru Rahma.

"Langsung dah langsung kalo urusan baso mah" cibir Winda.

"Yehhh, baso itu enak tau. Apa lagi kalau ada uratnya terus di pakein sambel, kecap, cuka. Behhh mantep brehhh"

"Lebih mantep lagi kalau di pakein tetelan, terus di tambahin daun bawang, bawang goreng sama lada. Aduhhh sedapnyaa" heboh Winda.

"Nah makanya yuk kita kesono" ajak Rahma.

"Yuk lah" Rahma dan Winda berjalan keluar kelas dengan beriringan dengan langkah cepat.

"Dhea iikuttt!!!"

Teman-temannya memandanginya dengan maksud apaan-banget-sih. Terlebih lagi sulci.

"Yang ngajak duluan siapa, yang kesono duluan siapa" Sulci menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

***

"Kenapa baso itu enak sih?"

"Tanya bapak Delya sono" Dhea menjawab pertanyaan Rahma.

"Delya mana Delyaa? DELYAAA!!!" teriak Rahma mendapat getokan dari teman-temannya.

"Aduh pala inces sakit" Rahma mengusap-ngusap palanya.

"Inces-inses. Itu nama panggung gua woy"
"Apaan sih Mih. Kapan lo manggung"

"Nanti pas wisuda gua naik panggung"

"Serah lo"

"Delya kemana deh?" tanya Rahma.

"Dia kan osis jadi sok sibuk gitu deh kalo ada acara-acara di sekolah" balas Rindu.

"Alah ketua osisnya aja B aja, lah anak buahnya ribet"

"Yaa begitulah dunia" kata Rindu sekenannya.

Rahma melanjutkan makannya yang tertunda. Sambil menerawang kenapa baso itu enak sekali, apalagi kalau gratis, beh, surga dunia bagi Rahma. Tiba-tiba makannya berhenti karena baso yang di makan sudah habis.

"MBAK FANA! BASO SATU MANGKOK LAGI!"

"ASTAGA GONG. NYEBUT WOY"

***

Rahma mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kafe dekat bandara, sesekali ia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Mengetuk-ngetuk tanganya di meja berharap waktu berjalan cepat tidak seperti kura-kura.

"B aja kali mba, orangnya juga belom mendarat" cibir Revan yang jengan dengan tingkah adiknya.

Dari tadi Rahma tidak henti-hentinya keluar masuk kafe dan melihat jam, terus menerus dari beberapa menit yang lalu sampai detik ini. Sepulang sekolah tadi Rahma merengek ingin ikut menjemput Rayyan di bandara.

"Dia mendarat jam berapa sih ka?"

"Setengah jam lagi"

"Waduhh lama bener, keburu di kawinin nih gue sama dokter Savian" cibir Rahma.

"Ngomong apa lo barusan?" tanya Revan yang pura-pura tidak dengar.

"Ah! Enggak, ini kopinya pait" Rahma menggangkat ice coffienya.

"Perasaan gue, gue tadi pesen coconut coffie dah, jadi ga pait" Revan mengangkat satu alisnya.

"Emm, lidah gue aja kali yang lagi pait"

THE CRAZY GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang