Setelah beberapa waktu yang telah mereka lalui, Anna dan Sera tetap menjalani hubungan rahasia mereka dengan aman tanpa hambatan. Hari demi hari, mereka lalui bersama-sama tanpa memberikan kesan mencolok dengan anak-anak murid Union Selatan. Namun, seperti pepatah mengatakan, 'Sepandai-pandainya tupai melompat, diapun akan tetap terjatuh', dan pada akhirnya, Anna dan Sera menemukan tembok masalah yang sebenarnya.
Kejadian itu terjadi saat Anna dan Sera pergi ke kantin bersama-sama. Saat itu, Anna menyuapi Sera sate bakso ikan yang dia beli di kantin itu. Elisia dan kelompoknya yang saat itu ada di kantin, mencurigai hubungan Anna dan Sera, yang sebenarnya mereka telah curigai saat duduk di kelas dua sebelumnya.
"Eh, lihat tuh, si Lesbian," sahut Elisia kepada teman-temannya melirik Anna dan Sera dari kejauhan.
"Kau terus mengatakan mereka Lesbian dari kelas dua, deh," balas salah satu temannya.
"Habisnya, lihat saja mereka! Selalu bersama-sama, terkadang saling suap-suapan, terus, yang paling aku curiga lagi, saat melihat tatapan mereka berdua itu. Seperti... Ya, you know lah."
"Bagi aku biasa aja sih," bantah teman Elisia yang lain.
"Kau memang tidak mengerti gerak-gerik orang yang sedang jatuh cinta!" balas Elisia kesal.
"Memangnya kau tahu?"
"Kau mau mati?"
"Ya sudah, biarain aja sih. Bukan urusan kita juga," ucap salah satu temannya.
"Cih! Kalian ikuti aku," ujar Elisia beranjak dari meja kantin dan berjalan menghampiri Anna dan Sera. "Eh, pasangan Lesbo... Gimana kabarnya? Baik?" tanya Elisia meledek.
Anna dan Sera hanya menatap Elisia dengan heran dan bingung. "Dia kenapa?" tanya Anna menatap Sera.
"Entahlah, abaikan saja," jawab Sera menarik tangan Anna menjauh dari Elisia.
"Si-sialan!" ujar Elisia geram. "Hoi! Kalian Lesbian kan?!" teriak Elisia yang membuat anak-anak di kantin terdiam dan menatap mereka. Sera dan Anna terdiam syok mendengar teriakan Elisia. Mereka melihat semua mata tertuju pada mereka.
"Nga-Ngaku aja! Kalian lesbian kan?!" teriak Elisia lebih keras.
"Hoi... Elisia, kayaknya kau terlalu berlebihan deh," ujar salah satu temannya merasa malu saat semua anak di kantin menatap mereka.
"Berisik! Jadi... gimana? Benarkan apa yang aku katakan?"
Lalu, Sera menghampiri Elisia dengan kesal, "Kau... bisa hentikan itu? Kau membuat dirimu malu sendiri," ucap Sera menatap Elisia dengan tajam. "Ayo, Anna... hiraukan saja dia."
Kesal karena merasa diabaikan, Elisia menarik rambut Sera dengan kuat, "Siapa yang suruh kau pergi, jawab dulu!" bentak Elisia kesal.
Saat melihat Sera yang kesakitan, raut muka Anna berubah menjadi tajam. Ia hampiri Elisia dan mencengkram bahunya, menekan kuat sendi di bahu itu dengan jarinya. Elisia merasakan sakit dan spontan melepas cengkramannya pada rambut Sera.
"AAAHHH! Sa-sakit!" teriak Elisia sambil berusaha melepaskan cengkraman Anna. Namun, cengkraman itu begitu kuat, Elisia bahkan tidak bisa melepaskan cengkraman itu. Anna hanya tetap menatapnya tajam dengan penuh amarah. Teman-teman Elisia terlalu takut untuk melerai karena ekspresi menyeramkan Anna yang belum mereka lihat. "Ka-kalian kenapa diam saja! A-auuu!"
"Kau... mengatakan kalau kami Lesbian? Apa kau punya bukti?" tanya Anna dengan ekspresi datarnya.
"I-itu... Aahh! Ka-kalian sering, auuu! Bersama-sama..." jawab Elisia kesakitan.
"Punya bukti?" tanya Anna sambil menambah kekuatan cengkraman itu, membuat Elisia tersujud karena menahan rasa sakit.
"Hiii..." Elisia dan teman-temannya sangat ketakutan saat melihat urat kemarahan Anna yang terlihat jelas di mukanya.
"Kalau kau tidak punya bukti, lebih baik kau diam saja... Jadi anak baik, urusi saja cowokmu yang selalu selingkuh itu. Kalau perlu, kau putusi saja dia... Kenapa? Tidak berani? Karena kau takut tidak ada cowok ganteng lagi yang mau menerimamu? Hah?!" ujar Anna geram sambil melepaskan cengkraman itu dan mendorong Elisia, membuatnya tersungkur ke lantai. "Jadi cewek kok menyedihkan... dasar," tambah Anna sambil pergi meninggalkan Elisia dan teman-temannya.
Sera begitu syok saat melihat sisi Anna yang belum ia lihat sebelumnya. Iapun sedikit takut saat di dekat Anna. 'Di-dia... me-menakutkan...' pikir Sera.
"Ayo, kita balik ke kelas," ucap Anna melirik Sera tajam.
"Si-siap!" balas Sera terkejut takut sambil mengikutinya ke kelas.
Para murid yang menyaksikan adegan itu tertawa melihat Elisia. Merekapun mulai berbisik-bisik membicarakan betapa malunya jika mereka menjadi Elisia saat itu. Merasa malu, Elisia bangkit berdiri dan kabur dari kantin menuju kelasnya yang sama dengan Anna dan Sera.
Saat di kelas, Elisia begitu syok dan ketakutan mengingat ekspresi Anna saat mencengkramnya. Perasannya kini dipenuhi rasa takut, marah, dan malu, yang kemudian perlahan berubah menjadi rasa dendam yang amat dalam.
"Sudahlah, Elisia... Biarkan saja mereka. Toh, kau juga tidak ada ruginya dengan membiarkan mereka," ucap salah satu temannya.
"Berisik," bisik Elisia.
"Eh? Apa?"
"Berisik! Bisa gak sih kau diam!" bentak Elisia.
Anna dan Sera yang sedang duduk di pojok kelas, makan bersama yang lain, mencoba mengacuhkan teriakan itu. Ketiga teman Sera penasaran dan mencoba menanyakan mengenai Elisia kepada Anna dan Sera. Namun, tidak satupun dari mereka yang mau memberi jawabannya, karena Sera terlalu takut dimarahi Anna, dan Anna merasa bahwa itu hal yang gak penting untuk dibicarakan.
"Aku akan membalasnya, ingat saja itu..." gumam Elisia kesal.
Beberapa hari setelah kejadian itu, Elisia berkali-kali melirik Anna dan Sera, berharap bahwa mereka akan melakukan hal mesra. Jika itu terjadi, dia yang sudah mempersiapkan kamera HP-nya, akan mengambil gambar sebagai tanda bukti.
"Elisia, kenapa kau masih bersikeras seperti ini?" tanya temannya penasaran.
"Aku mau ada bukti, bukti! Biar ketika aku mendapatkan bukti itu, akan kulaporkan mereka kepada guru atau kepala sekolah," jawab Elisia geram sambil mengamati gerak-gerik Anna dan Sera.
"Hah?! A-apa kau serius?! Me-mereka bisa dikeluarkan kalau seperti itu!"
"Memang itu mauku, hehehehe..."
Saat melihat Elisia yang sudah tidak lagi waras itu, temannya meninggalkannya dan berharap masalah yang akan terjadi tidak menyangkut-pautkan mereka.
Beberapa hari telah berlalu, dan Elisia tetap berusaha untuk mendapatkan bukti bahwa Anna dan Sera adalah sepasang kekasih. Namun, ia lihat hanyalah bagaimana mereka bersama-sama layaknya teman pada umumnya. Teman-teman Elisia perlahan menjauhinya karena dirinya yang sudah dibutakan oleh dendam.
Namun, pada suatu hari saat sepulang sekolah, Elisia melihat Anna menghampiri Sera. Ia melihat mereka sedang membicarakan sesuatu dengan raut muka serius. Sera mengangguk dan mereka keluar dari kelas, namun mereka tidak berjalan ke arah luar gedung sekolah, melainkan ke arah atap seolah. Elisia yang curiga mengikuti mereka secara sembunyi-sembunyi.
Saat di atap, Elisia mengamati mereka sedang bersandar di pagar atap sekolah sambil mengamati pemandangan sekitar sekolah itu. Kemudian, ia melihat Anna yang menangis. Elisiapun bersiaga dengan kamera HP-nya. Sesuai dugaannya, dengan kedua matanya, ia melihat Sera yang kemudian mencium bibir Anna. Elisia terkejut dan segera memotret adegan itu sambil tersenyum licik.
"Hehehe... sekarang, kalian tidak bisa menghindar lagi!" gumam Elisia sambil melihat foto-foto itu.
Keesokan harinya, saat sedang berjalan menuju sekolah, Sera merasakan keanehan melihat anak-anak satu sekolahnya menatap sinis sambil berbisik-bisik. 'Huh? Kenapa? Apa aku lupa pakai baju?' pikir Sera bingung sambil melihat seragamnya yang lengkap. 'Humm... Apa ada sesuatu di muka? Atau di rambut?' pikirnya heran sambil mengecek mukanya dengan layar HP-nya. Karena tidak menemukan keganjalan apapun, dia akhirnya mengacuhkan dan kembali berjalan menuju sekolah.
Saat di sekolah, Sera semakin curiga melihat hampir seluruh anak sekolah menatapnya sinis dan berbisik-bisik. Lalu, ia melihat dari lorong sekolah, Louise berlari menghampiri Sera dengan muka yang syok. "Lo-Louise? Ada apa?" tanya Sera penasaran.
Louisepun menjelaskan semua yang terjadi. Terkejut dan panik, Sera berlari menuju kelasnya. Saat membuka pintu, ia melihat Anna yang sedang dibully oleh Elisia dan teman-temannya. "Hoi!" teriak Sera kesal saat melihat Anna yang sedang dijambak rambutnya oleh Elisia.
"Oh... Lihat siapa yang datang, sang pacar yang perhatian datang juga," ujar Elisia meledek melihat Sera di depan pintu kelas.
Sera berjalan menghampiri Elisia dengan amarah yang besar. Tiba-tiba, rambut Sera ditarik oleh seorang murid laki-laki. "Mau ngapain kau, Lesbo? Hehehe..." tanya anak itu.
"Le-lepaskan!" teriak Sera berusaha melepaskan cengkraman anak itu. Teman-teman yang lain menghampirinya dan ikut membully Sera.
"He-hentikan!" ucap Anna memohon saat melihat Sera yang kesakitan. Lalu, anak itu menarik Sera dan mendorongnya ke arah Anna. "Kau tidak apa-apa?" tanya Anna sambil memeluk Sera. Tetapi, Sera tidak menjawabnya. Matanya hanya terfokus melihat luka di bibir Anna itu.
"Lihatlah! Di situs resmi sekolah, ada gambar dua orang murid cewek yang sedang berciuman di atap sekolah! Siapakah kedua murid itu?" ujar Elisia dengan semangatnya menunjukan foto ciuman Anna dan Sera yang ada di situs resmi sekolah itu.
"Ma-maafkan aku..." bisik Anna merasa bersalah. Lalu, Sera hanya memeluk Anna, tanpa berkata apa-apa.
"Uuuuhhh, unyu sekali! Sekalian saja kalian ciuman di sini!" kata Elisia kesal sambil menendang kepala Sera hingga berdarah. Ketiga teman Sera terkejut melihat darah yang mengalir dari kepala Sera. Mereka mencoba menghentikan Elisia, namun Sera melirik mereka dan menggelengkan kepalanya. Merekapun hanya bisa mundur dan keluar dari kelas itu, meninggalkan Sera dan Anna dibully habis-habisan. Anna terkejut dan marah semarah-marahnya. Namun, pertengkaran itu dilerai oleh anak-anak kelas.
Saat di tengah-tengah pelajaran, Anna dan Sera tidak bisa fokus mengamati pelajaran itu. Pikiran mereka dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan dengan apa yang akan terjadi dengan hidup mereka nanti. Kemudian, sang kepala sekolah masuk ke dalam kelas 3C. Sang guru menghentikan pelajaran dan menghampiri kepala sekolah. Anna dan Sera hanya bisa merenung menunggu nama mereka dipanggil oleh sang guru.
"Anna, Sera, kalian dipanggil oleh kepala sekolah. Kalian boleh meninggalkan kelas sekarang," ujar sang guru.
Anna dan Sera beranjak dari kursi mereka dan berjalan keluar kelas dengan pasrah. Anak-anak kelas hanya memperhatikan mereka seiring mereka keluar kelas. Louise dan Nicky yang berada di kelas yang sama, tidak tega melihat Anna ataupun Sera. Mereka hanya bisa berdoa bahwa mereka akan baik-baik saja, dan berharap mereka tidak dikeluarkan dari sekolah.
Saat menuju ruang kepala sekolah, seluruh murid melihat mereka dari balik kaca kelas mereka masing-masing. Sera dan Anna tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa terdiam pasrah mengkuti setiap langkah sang kepala sekolah dari belakang. Mereka juga tidak mau bertatapan satu sama lain, ataupun melirik. Yang mereka pikirkan saat ini hanyalah menunggu keputusan kepala sekolah atas nasib mereka.
Di dalam ruang kepala sekolah, Anna dan Sera hanya mendapat ceramah yang panjang dari kepala sekolah itu sendiri, dan beberapa guru yang ada di ruangan itu. Semua ceramah itu seperti suara angin yang datang dan hilang begitu saja di telinga mereka. Tidak ada satupun kata yang bisa mereka tangkap karena pikiran yang dipenuhi oleh trauma dan ketakutan yang mendalam.
"Jadi, bapak tidak bisa mengeluarkan kalian begitu saja. Kalian tidak akan dikeluarkan dengan satu syarat. Kalian harus membawa orangtua kalian tiga hari ke depan, pada hari sabtu. Bagaimana?" ucap sang kepala sekolah.
Sera dan Anna terkejut mendengar perkataan kepala sekolah itu. "Pa-Pak... Ke-kenapa harus bawa-bawa orangtua?" tanya Sera panik.
"Bapak ingin menanyakan kepada orangtua kalian, apakah hubungan kalian diketahui oleh mereka apa tidak, dan juga, Bapak ingin berdiskusi mengenai cara terbaik menangani kasus ini," jawab kepala sekolah.
"Pak... Orangtua saya sedang ada di luar negeri, akan sulit untuk membuatnya datang ke sekolah," ucap Anna.
"Hummm... Bapak tahu mengenai ayahmu. Tapi, kau juga harus tetap membawa perwakilan dari anggota keluargamu. Jadi, Bapak mau meminta kehadiran kakak tertuamu."
"E-eh?!" Muka Anna semakin syok dan murung. Sera penasaran saat melihat reaksinya yang murung itu. Dalam hatinya ia ingin bertanya, tetapi dia merasa bahwa saat ini sangat tidak tepat untuk menanyakan hal itu.
Setelah keluar dari ruang kepala sekolah, Anna dan Sera berjalan kembali ke kelas mereka. Saat di jalan, Sera melihat Anna yang terlihat sangat murung. "Kau tidak apa-apa?" tanya Sera.
Anna tidak menjawab pertanyaan Sera itu, dan tetap terus berjalan dengan muka yang murung. Walaupun penasaran dan cemas, Sera menghargai Anna dengan tidak menanyakannya atau mengajaknya bicara. Merekapun kembali ke kelas dan melanjutkan aktifitas mereka tanpa berbicara satu sama lain, ataupun saling melihat.
Di saat istirahat, Anna dan Sera hanya duduk di bangku mereka dengan perasaan yang lemas. Nicky, Louise, ataupun Jack tidak berani untuk mendekati atau mengajak mereka berbicara. Mereka hanya manjauhi untuk tidak menambahkan beban pikiran Anna ataupun Sera.
Saat pulang, merekapun berpisah tanpa berbicara ataupun saling menatap. Anna kembali ke rumahnya, sedangkan Sera menuju Cafe Pesa. Saat itu, sebagian hati dan pikiran Sera sedang memikirkan Anna. Di Cafe Pesa, Sera selalu melamun saat bekerja yang membuat bibi Pesa memanggilnya ke ruang kantor. Serapun menceritakan semua yang terjadi pada hari itu. Bibi Pesa hanya bisa terdiam dan tidak bisa berkata-kata.
"Ja-jadi... a-apa yang akan kau katakan kepada keluargamu?" tanya bibi Pesa cemas.
"Yah, mau bagaimana lagi? Sepertinya aku akan diusir, hehehe..." jawab Sera berusaha menyembunyikan kecemasannya.
"Mau bibi dampingi?"
"Jangan, bi... Biarkan aku saja yang menghadapi ini. Toh, ini adalah masalahku. Bibi tidak usah repot-repot membantuku."
"Tapi... apa kau kuat menghadapi itu sendirian?"
"Hummm, entahlah. Saat ini, sepertinya bukan hanya aku yang merasakan ini saja. Di sisi lain, Anna pasti juga sedang memikirkannya," ujar Sera murung.
"Baiklah. Tapi, kalau ada apa-apa, hubungi bibi saja. Bibi sepenuhnya ada di sampingmu," balas bibi Pesa. Saat selesai kerja, Sera pulang dengan perasaan yang cemas dan takut, memikirkan reaksi orangtuanya mendengar kejadian ini.
Ketika di rumah, Sera memanggil ibu dan ayahnya, dan mengajak mereka berbicara serius. Setelah mendengarkan semua cerita Sera, kedua orangtuanya hanya bisa terdiam syok dan tidak tahu harus mengatakan apa kepada Sera.
"Ka-kau..." ucap sang ibu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Karena tidak bisa menahan rasa sakit di hatinya, sang ibu berlari ke kamarnya dan menangis. Tidak pernah bagi Sera untuk mendengar suara tangisan ibunya itu yang sangat menyayat hati.
Sang ayah menatap Sera dengan perasaan kecewa yang mendalam. "Kenapa kau melakukan semua ini kepada orangtuamu?" tanya sang ayah dengan suara yang tertegun. Di pikiran Sera, pertanyaan itu mengandung kekecewaan yang tidak ia harapkan untuk didengar dari mulut kedua orangtuanya yang ia sangat sayangi itu.
"Mamamu... Apakah kau tahu, bagaimana beban Mamamu saat mengandungmu sembilan bulan lamanya? Dan juga, apakah kau tahu, bagaimana beban dan lelahnya orangtuamu saat membesarkanmu sampai saat ini? Kenapa kau tega membuat kami mendengarkan hal memalukan seperti itu? Hah?! Papa menyesal membesarkan anak sepertimu!" ucap ayahnya kesal meninggalkannya sendiri dan masuk ke kamar sambil membanting pintu.
Saat itu, hati Sera begitu hancur. Pikirannya tidak bisa memikirkan hal lain selain dari perkataan ayahnya yang terekam berulang-ulang di benaknya. Sang adik, Gon, mengintip Sera dari celah pintu kamarnya. Ia melihat Sera dengan perasaannya yang sedih, namun tidak bisa melakukan apapun.
Tak lama kemudian, Sera masuk ke kamarnya. Perlahan, ia membaringkan badannya ke kasur. Sambil menatap langit-langit, ia merenung memikirkan apa yang harus dilakukannya dengan hubungan terlarang ini. Air matanya mulai mengalir sedikit demi sedikit, bibirnya bergetar, dan suara napasnya menjadi berantakan. Malam itu, Sera menyadari bahwa jalan cinta yang ia jalani saat itu, mungkin tidak akan indah seperti apa yang dia harapkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Walls
RomanceMurid kelas 2C Union Selatan dihebohkan dengan kedatangan seorang murid pindahan yang cantik dan kaya bernama Anna Hamburton. Walaupun Anna berada di ruang yang sama dengan dirinya, kehidupan sekolah Sera yang berantakan tetap berjalan seperti biasa...