Bab 14 : Taman Gape

1.7K 69 12
                                    

Di Cafe Pesa, sang ayah sedang duduk di meja bar sambil minum secangkir bir. Ia hanya bisa terdiam melamun memikirkan apa yang sudah terjadi pada anaknya itu. "Kau sudah minum tiga gelas loh, apa kau mau seperti dulu, John?" sahut bibi Pesa menghampirinya sambil membersihkan gelas.
"Kau tidak tahu apa yang sedang aku lalui akhir-akhir ini. Hik... Hi-hidupku yang kukira baik-baik saja, ternyata tidak sebaik itu, malah mungkin paling buruk daripada kehidupan orang lain," balas John.
"Hei, hei... Tidak ada hidup yang sempurna. Kau tahu itu kan?"
"Heh! Jangan mengatakan hal menjijikan itu kepadaku. Kau bahkan tidak tahu masalah apa yang terjadi di keluargaku. Mungkin, kau lebih merasakan enak karena tidak menikah."
"Humm... apakah soal Sera? Dia Lesbian?"
"Hah?! Ka-ka-ka-kau tahu?!" tanya John terkejut.
"Hmmmm, sudah tahu dari lama sih."
"Kenapa kau tidak memberitahuku sebelum-sebelumnya?!"
"Dan melihatmu depresi seperti ini? Oh, maaf saja."
"Cih!" John sedikit kesal. "Tapi... Bagaimana kau tahu kalau Sera Lesbian?" tanya John penasaran.
"Ummm, sebenarnya... kata 'Lesbian' tidak cocok dengan Sera saat ini. Aku juga tidak tahu kata yang pas juga. Tapi intinya, aku tahu itu dari ekspresinya saat bersama anak perempuan itu. Bagaimana mereka saat bersama-sama."
"Jangan bilang... kalau mereka pacaran di sini?"
"Ya... bisa dibilang seperti itu."
"Apa kau gila?! Jadi, kau mendukung hubungan terlarang itu?!" teriak John geram sambil memukul meja bar. Seluruh pelanggan terkejut dan semua mata tertuju ke arahnya.
"Tenang, John... Kau menakuti semua pelangganku."
"Apa sih bagusnya pacaran dengan sesama jenis. Banyak hal yang kau tidak dapatkan dari pacaran normal," ucap John menggerutu.
"Yah, mungkin dia lebih bahagia jika bersama anak itu."
"Heh! Apa yang dia tahu tentang kebahagiaan?! Dia masih muda, itu semua hanyalah cinta sesaat. Aku sudah melihat dan menempuh pahitnya jalan lebih lama daripada dia."
"Jadi, kau tahu apa yang membuatnya bahagia?" tanya bibi Pesa tidak percaya.
"Tentu saja! Pacaran dengan cowok gagah, ganteng, kaya. Lalu, punya rumah, uang, anak, dan bisa jalan-jalan bersama keluarga," jawab John percaya diri.
Bibi Pesa hanya menatapnya sambil tersenyum perlahan, "Kau terdengar seperti Mama dan Papa saat dulu kau mau menikah dengan Lusy, istrimu saat ini."
"Hah?! Apa maksudmu?"
"Yah, kau terdengar seperti mereka, yang dengan penuh percaya diri mengatakan bahwa mereka tahu segalanya tentang hidup, mengerti tentang kebahagiaan anaknya yang sebenarnya tidak semuanya benar."
"Apa maksudmu, aku ini benar-benar mengerti apa yang sangat dibutuhkan Sera."
"Apa kau yakin? Orangtua kita juga mengatakan hal yang sama dulu saat mereka tidak menyetujui hubunganmu dengan Lusy. Lalu... apa kau menyetujui perkataan mereka?" tanya bibi Pesa dengan muka serius. "Dengar, John... Aku berbicara ini bukan karena aku merasa lebih tahu tentang keluargamu, tapi, aku hanya ingin mengingatkanmu saja. Kau itu sibuk dengan pekerjaanmu, berangkat pagi, dan pulang malam. Kau juga terkadang berangkat kerja di saat hari libur. Jadi, kau sedikit meluangkan waktumu bersama anak-anakmu."
"Sera... adalah anak yang pemalu dan pendiam. Dia tidak pernah bercerita mengenai masalahnya kepada kalian, karena menurutnya hal itu hanya akan menambah beban hidup kalian. Dia sangat menghargai perjuangan kalian. Apakah kau tahu bagaimana beban seseorang menanggung semua beban di hatinya sendirian?"
"Kalau begitu, dia seharusnya mencari teman. Perbanyak teman, agar dia tidak sendiri," ucap John.
"Entahlah, mungkin dia sudah berusaha, namun tidak ada orang yang bisa menerima itu dengan mudah. Tidak semua orang mau berada di samping kita saat kita terjatuh, John. Lalu, di saat dia bertemu dengan Anna, anak perempuan itu, dia merasa bahwa hanya Annalah satu-satunya orang yang bisa menampung semua beban dan masalah emosional yang selalu dipendamnya itu," balas bibi Pesa.
John hanya terdiam mendengar perkataan itu. Hal itu seperti mengingatkannya dengan perasaannya saat kedua orangtuanya tidak menyetujui hubungannya dengan istrinya saat dulu.
"John... Kau pasti mengerti apa yang Sera rasakan, jika kau mencoba melihat masalah ini dari sudut pandangnya. Jangan hanya terpaku dengan sisimu saja. Sama seperti kepingan koin ini. Ada dua sisi yang berbeda. Dimana kau melihat sisi satunya, kau tidak akan melihat sisi sebaliknya."
"Jika kau mengatakan itu, sama saja dengan Sera yang egois kan? Kita tidak bisa melihat dua sisi koin secara bersamaan. Itu fakta," bantah John.
"Bisa saja. Lihat... Jika kau menjentikan koin ini dan melemparnya..." ucap bibi Pesa sambil melempar koin itu di udara. "Kalau kau perhatikan dengan seksama, kau bisa lihat sebagian dari sisi koin itu secara bersamaan, seakan koin itu memiliki dua gambar yang berbeda."
John terdiam saat mendengar semua itu. Perasaan dan pikirannya seakan ditenangkan oleh gambaran mengenai koin yang sederhana itu.
"Intinya, jika kau mau mengerti dan memahami perasaan Sera, kau harus bersedia menghilangkan sebagian sisimu, dan menaruh sebagian sisi Sera. Dengan begitu, aku yakin... kau pasti bisa lebih sabar dan bijak memahami suatu masalah," ujar bibi Pesa tersenyum.

Behind The WallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang