Castaway 01

21 3 0
                                    


Semua terasa terjadi begitu cepat bagi Seokjin. Baru beberapa saat yang lalu ia dan teman-temannya merasakan malapetaka, terlempar bergantian ke kanan-kiri kabin kapal yang diterjang ombak ganas. Ketika salah satu kru berteriak agar mereka naik ke atas dek sambil mengenakan pelampung, disitu ia berpikir bahwa perjalanan ini tidak akan berakhir baik.

Namun tiba-tiba sekarang dirinya sudah duduk diselimuti selimut hangat. Di atas sebuah tempat tidur, terbuat dari besi di cat putih yang mengingatkannya pada ruangan kesehatan di sekolah dulu. Dalam benaknya masih tergambar jelas kapal yacht ukuran besar itu miring lalu seolah tergeletak begitu saja di atas air, tepat di depan matanya. Merasa bersyukur ia dan yang lain sudah berpindah pada kapal-kapal kecil nelayan yang datang entah darimana, an entah bagaimana caranya dapat memecah ombak hingga sampai pada tempat ini.

"Hyung, kira-kira kita ada dimana?" tanya Taehyung yang berada di dipan sebelahnya. Seokjin menjawab dengan mengangkat bahunya lemah. Jujur saja ia kesal karena semua bayangan dari kejadian tadi belum juga hilang.

"Yah, aku tadi sudah membayangkan kita akan terdampar di jungle. Dan hyung akan memimpin kita semua bertahan hidup disana" lanjut Tae lalu disahuti Jimin dengan nada kesal.

"Ya!" hanya suara lemah yang keluar dari tenggorokan Jimin, namun Taehyung tahu kalau teman sebayanya itu kesal mendengar apa yang ia katakan. Jimin mengelus pergelangan tangan kirinya yang dibalut perban karena terkilir. Ia sedari tadi duduk bergelung selimut hangat sambil mengamati orang-orang yang lalu lalang mengurusi mereka semua. Tempat asing, terasa aneh, namun membuatnya lega. Pandangannya terhalang sesuatu ketika sedang lamat melihat Kapten kapal dan Manajer Hobeom di seberang ruangan, sedang membicarakan sesuatu bersama seorang bapak tua dengan serius.

"Air?" suara seseorang membuyarkan konsentrasi Jimin. Ia tidak memahami apa yang dikatakan wanita paruh baya yang sepertinya seorang dokter itu, tapi yang pasti segelas air putih disodorkan padanya.

"Thank you" jawab Jimin lalu segera meminum air itu hingga kandas. Dokter wanita itu tersenyum dan memastikan kembali pergelangan tangan yang diperban itu.

"Three days maybe" katanya

"Oh, thre-e days?" ulang Jimin sambil menunjukkan tiga jari. Dokter wanita itu mengangguk seraya tersenyum lalu pergi. Jimin menghela nafas sambil menatap gelas kaca ditangannya. Masih tidak percaya dengan yang telah terjadi. Mungkin setelah ini ia berniat langsung bertanya pada Hobeom-nim bagaimana nasib mereka semua setelah ini.

"Bulu kudukku sepertinya masih berdiri" Hoseok menggumam namun terdengar jelas oleh Jimin, juga Yoongi yang langsung menoleh dari diamnya sejak tadi. Mereka bertiga sama-sama mematung karena teringat akan yang baru saja mereka alami. Siapapun memang tidak akan lolos dari serangan trauma jika merasakan pengalaman mirip kiamat seperti tadi. Rasanya sangat melelahkan namun tidak bisa tidur karena gelisah, ingin mencurahkan banyak cerita namun tenggorokan tercekat, begitulah rasanya. Hanya bisa menghela nafas lagi dan lagi.

---

"Saya berasumsi mungkin ada kesalahan dalam sistem koordinatnya. Jadi kami mengarah ke jalur yang salah"

"Ada lubang kecil, tapi kami tidak punya peralatan untuk memperbaiki. Hanya bisa menariknya ke pulau jika kapal itu sudah berada dalam jangkauan" kata Abah.

"Apakah kapal itu tidak terseret jauh ke laut lepas jika dibiarkan?" tanya Kapten kapal yang bernama Danu itu. Abah menggeleng sambil mengelus jenggotnya yang sudah beruban.

"Arus laut di sekitar pulau ini unik, seperti berpusar di satu tempat padahal tidak, seperti menjauh padahal kembali. Saya kira anda sudah mengetahui daerah ini, butuh seorang nahkoda dan kapten kapal handal untuk melewati Badai Washi" jelas Abah. Dahi kapten berkerut tanda heran.

"Jujur saja saya hanya dipekerjakan untuk mengemudikan kapal wisata begitu pulang dari dinas militer karena perintah khusus dari atasan. Tunggu, sebelumnya anda sempat berkata bahwa pulau ini terkepung badai selama sebulan? Jangan bilang kalau tempat ini adalah..."

"Pulau Taji" nada bicara Abah begitu tegas terdengar. Kapten Danu tersebut kemudian menjelaskan keadaan pada seorang laki-laki di sebelahnya dengan bahasa yang tidak abah pahami. Laki-laki itu, yaitu Manajer Hobeom terlihat terkejut sesaat lalu rautnya berubah menjadi bingung.

"Dia bertanya bagaimana bisa sebuah pulau terperangkap badai namun cuacanya bisa secerah ini" kata Kapten Danu menyampaikan kebingungan Hobeom. Abah berdehem sekilas untuk menjernihkan suaranya. Kemudian dengan Bahasa Inggris yang lancar ia menjelaskan bahwa pulau ini sebenarnya adalah gugusan dari pulau utama tempat mereka menuju. Namun letaknya agak jauh dan berada pada daerah persimpangan arus tiga lautan.

"So, we trapped... here... a month?" tanya Hobeom ragu. Satu anggukan Abah membuatnya pias saat itu juga.

---

Dya merapikan kembali sprei yang baru saja dipasang oleh Aira di salah satu kamar. Bantal ia susun kembali sedemikian rupa seraya menepuk-nepuknya pelan. Umik bilang beberapa orang dari awak kapal akan tinggal di guest house ini selama sebulan, sama sepertinya. Guest house ini bersambungan langsung dengan rumah Abah dan Umik, dan ia baru memasukinya setelah seminggu lamanya tinggal di Pulau Taji.

"Udah beres?" Erwin masuk ke kamar tempatnya berada. Baju dan wajahnya lusuh karena noda-noda hitam yang asalnya tidak tahu darimana.

"Tadi Umik minta tolong buat benerin satu panel solar cell diatas sekalian generatornya, untung gue ngerti dikit-dikit" katanya sebelum Dya sempat bertanya.

"Oh, aku minta tolong juga ya win, sebagai cewek aku ga kuat angkat sofa kesini. Tinggal satu koq, ada di depan rumah. Tadinya mau angkat bareng Aira tapi dia disuruh Umik anter makanan ke puskesmas"

"Oke. Yah... sebagai cowok gue ga bisa nolak" jawab Erwin lalu pergi. Dya sendiri juga telah menyelesaikan tugasnya dan berniat menyusul Aira.

---

"Mwo?! Jadi kita tidak bisa kemana-mana selama sebulan ini?"

"Beom-nim, bagaimana dengan syuting CF kita?"

"Aku ada janji temu dengan Snoop Dogg minggu depan"

"Semua jadwal kita akan berantakan"

"Apakah yang lain tahu kalau kita terpisah dan terdampar disini?"

"Pasti ada jalan keluar, aku ingat bagaimana mereka kemarin bisa melawan ombak-ombak tinggi itu"

"Kau mau mati?!"

"Apa? Tidak!"

"Oh, bagus. Jadi beginilah liburanku setelah wajib militer"

"Apa mereka punya resort mewah disini?"

"Cukup! Cukup..." Manajer Hobeom sudah cukup pusing memikirkan bagaimana kedepannya dan sekarang, diberondong berbagai pertanyaan dan pernyataan tadi mungkin cukup membuat telinganya mendenging.

"Dengarkan aku" lanjut Hobeom, ia mengambil nafas sebentar. "Aku sudah berbicara pada Kepala Desa tentang hal ini. Jadi sebaiknya kalian dengarkan aku baik-baik, mungkin ini bukan pemecahan yang kalian inginkan, tapi tidak ada cara lain".

"Jadi...kita...benar-benar..." Namjoon tidak bisa mengatakan kata-kata yang sangat tidak ia inginkan itu. Hanya tangannya bergerak-gerak membentuk sebuah isyarat.

"Selamatnya kita dari badai kemarin saja mereka bilang itu sudah sebuah keajaiban, Kepala Desa sangat memuji Kapten kapal dan Nahkoda kita" tambah Hobeom. Serentak mereka semua memiliki helaan yang sama, berat.

"Hobeom-nim, apa kau punya rencana selanjutnya?" Jungkook akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang ada di kepalanya sejak tadi.

"Aku akan mencoba menghubungi PD-nim atau yang lain. Mereka pasti sudah sampai Natuna sejak tadi dan akan keheranan mengapa kita belum sampai juga." Jawab Hobeom.

"Oh ya, bicara tentang menghubungi, dimana handphoneku?" celetuk Taehyung. Mereka berdelapan saling berpandangan dengan raut wajah seperti baru menyadari sesuatu.

CASTAWAY - ReunifyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang