TIGA PULUH SEMBILAN

1.8K 94 13
                                    

Jika benar, sabar itu menangguhkan maka biarlah hati ini ikhlas menunggunya. Jika benar, cinta dan takdir itu saling menyempurnakan, maka biarlah aku ikut berjalan berdampingan dengannya.

🌷🌷🌷

Iva membenahi dirinya. Bersiap untuk pergi jalan-jalan bersama dengan Pangeran Impiannya. Libur sekolah seperti sekarang enaknya kemana ya?

Kaos berwarna putih dan jelana jeans putih sudah melekat di tubuhnya. Iva mengambil kardigan di dalam lemarinya. Kardigan polos panjang berwarna merah muda ia kenakan.

Setelah mengikat tali sneakersnya. Iva mengenakan sling bag yang berada sampingnya. Tidak lupa Iva mengambil ponselnya yang tengah ia charger. Selepas itu ia turun ke bawah, karena Dias sudah menunggu di ruang tamu.

💦💦💦

"Aku pikir kamu pakai motor,"

"Cuacanya panas, kenapa?"

"Gak papa, hehe."

Tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Hanya suara mesin dan suara pengendara lainnya yang terdengar.

Sampai akhirnya mobil berhenti di halaman yang luas. Iva mengarahkan pandangannya ke luar. Iva membacanya dalam hati, di palang itu tertulis Panti Asuhan Budi Sejahtera.

Iva menoleh menatap Dias.

"Turun, sudah sampai."

Iva mengangguk dan mengikuti Dias yang keluar dari mobil. Sebelum masuk ke dalam panti asuhan, Dias mengambil barang-barang yang sudah ia persiapkan, sebelum ia ke rumah Iva.

"Kak Dias!" panggil bocah laki-laki, Semua anak-anak yang tengah berada di ruang tengah mengarahkan pandangannya. Dias tersenyum hangat. Anak-anak itu berlari dan menghampiri Dias dan Iva.

"Halo, ini kakak bawain mainan buat kalian." Dias membagikan mainan-mainan itu untuk anak panti. Di samping Dias, Iva tersenyum. Iva tidak menyesal mencintai laki-laki di sampingnya ini. Malahan Iva berucap syukur, karena hatinya dijatuhkan ke laki-laki yang bernama Dias itu. Hati Dias sungguh mulia, Iva sangat menyukainya.

"Nak Dias," panggil wanita paruh baya yang mengenakan kerudung hitam yang sudah berumur empat puluh satu tahun.

"Assalamualaikum, Bu," Dias meraih dan mencium punggung tangan Ibu Tati. Beliau adalah pengurus panti asuhan ini.

"Waalaikumsalam. Ini siapa, Yas? Pacar kamu ya?" Ibu Tati mengarahkan pandangannya pada Iva. Pipi Iva seketika merona.

"Bukan, Bu. Kenalin ini Iva, teman aku." jelas Dias.

"Iva, Bu," Iva membungkuk dan mencium punggung tangan Ibu Tati dengan sopan.

Ibu Tati tersenyum. "Gak jadian? Kalian cocok kok, satu ganteng satunya cantik."

Pipi Iva semakin memerah.

"Iya, Bu, dia cantik gak mungkin ganteng." Canda Dias.

Ibu Tati tertawa.

"Nak Iva, kamu orang pertama yang di ajak Dias kesini, loh."

Lagi-lagi Iva merasakan kupu-kupu terbang di perutnya. Bolehkan Iva merasa jadi gadis istimewa? Apalagi Iva memiliki perasaan terhadap Dias, bolehkan Iva berharap kalau mereka akan bersama?

Ibu Tati mengajak Dias dan Iva untuk bergabung dengan mereka.

Dias duduk di sofa, yang diikuti Iva di sampingnya.

I HOPE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang