6. Kunjungan

1.5K 161 35
                                    

JAM dinding yang berdenting menjadi saksi bagaimana sesenggukannya Jisoo saat ini. Mungkin wanita itu merasa kalut dengan hatinya setiap kali melihat suaminya terbaring sakit.

"Geumanhae Jisoo-ah, nan jinja gwencanha" tutur pria yang kini sedang memeluk Jisoo, "Geokcheong hajima" lanjutnya.

Sampai detik kelima pun Jisoo masih belum menanggapi. Ia masih saja enggan berhenti menangis.

Jinyoung tahu, ia merasa sangat kecewa pada dirinya sendiri karena sudah membuat Jisoo menangis seperti ini. Ingin rasanya Jinyoung menyudahi air mata Jisoo, tapi ia tidak bisa, Jisoo terlalu takut semenjak hari itu. Hari dimana Jinyoung terbaring koma karena menyelamatkan nyawa Jisoo dari psikopat gila.

Semenjak hari itu, setiap kali Jinyoung sakit, Jisoo akan merasa tertekan. Membayangkan bagaimana dulu ia hampir saja kehilangan Jinyoung untuk selama-lamanya.

"Sudahlah Jisoo-ah, aku hanya demam, tidak ada yang perlu kau khawatirkan" ujar Jinyoung menenangkan sembari mengusap punggung Jisoo lembut.

Pria itu menarik tubuh Jisoo menjauh untuk melihat wajahnya yang sedari tadi tertutup dada bidang Jinyoung.

Jinyoung menghapus jejak air mata Jisoo sambil menatap perempuan itu lamat-lamat. Hati Jisoo luluh seketika dengan perlakuan manis Jinyoung ini.

"Aku takut Jinyoung-ah, setidaknya kau bisa mengerti bagaimana rasa takutku saat ini" Jisoo terbata-bata karena isakannya yang belum hilang.

"Aku hanya demam sayang, apa yang kau takutkan?"

"Apa kau lupa? Dulu kau hampir saja meninggalkanku untuk selamanya, dan aku tidak ingin itu terjadi lagi, tidak lagi"

"Aku tahu, tapi kau tidak perlu setakut itu. Lagi pula ini hanya penyakit ringan, dengan resep dokter Yugyeom pasti aku akan segera membaik"

Jisoo masih saja keukeh mempertahankan pendapatnya, ia tidak mau menurut begitu saja jika kenyataannya ia masih sangat takut.

Melihat perubahan ekspresi dari istrinya, tanpa komando Jinyoung kemudian menyelipkan anak rambut Jisoo kebelakang daun telinganya. Sesekali ia juga membelai rambut hitam legam Jisoo dengan penuh kasih sayang.

"Jisoo-ah, aku tahu kau pasti sangat khawatir saat itu, aku juga tidak bisa menyalahkanmu jika sekarang ini kau menjadi trauma saat aku sakit. Tapi setidaknya, kau jangan terbawa oleh rasa takutmu itu" ucap Jinyoung dengan tatapan teduh.

Pria itu selalu bisa menenangkan bidadarinya, apapun dan bagaimanapun kondisinya.

"Tapi Jinyoung-ah, aku tidak bisa mengontrol rasa takutku, aku terlalu takut jika harus kehilanganmu. Aku tahu ini berlebihan, tapi melihatmu terbaring sakit itu melukai hatiku"

Jinyoung tersenyum simpul, senyumannya begitu meneduhkan. Tampak guratan kecil disekitar mata monolid nya yang membuat Jinyoung semakin terlihat manis. Padahal pria itu sedang sakit, tapi sedikitpun kharismanya tidak hilang.

Tangan Jinyoung bergerak untuk menangkup kedua pipi Jisoo, ia menatapnya dalam seakan sedang berbicara dengan kedua mata khas Asia itu.

"Dengar, aku memang nyaris pergi meninggalkanmu dulu, tapi pada akhirnya dengan ijin Tuhan aku bisa kembali lagi padamu kan?" Jinyoung mengusap pelan wajah cantik Jisoo dengan jemarinya, "Kau adalah alasanku kembali lagi kedunia ini, jadi jangan pernah tinggalkan aku"

Jatuhlah air mata yang sejak tadi Jisoo tahan dipelupuknya. Ia tak kuasa menahan air mata itu lagi, Jinyoung berhasil merobohkan pertahanannya dengan mudah.

Begitu Jisoo menangis, jemari Jinyoung dengan sigap menghapus jejak air mata itu.

"Jangan menangis"

YOU ARE S3 ✔ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang