Prolog

18.4K 1.4K 40
                                    

Rajutan langkah semakin pilu sejak palu diketuk. Ini akhirnya, akhir perjuangannya mempertahankan untaian janjinya dihadap Tuhan. Benar mereka tidak berjodoh. Seberapapun kata cinta terlontar dari bibir takkan mampu membuat pria itu berbalik cinta. Karena cinta itu telah terpaut pada hati lain.

Rasanya telah cukup ia mendamping bayang pria itu. Hanya demi cinta dan buah hati yang hadir di tengah prahara mereka. Ia patut berbangga diri mampu bertahan dalam kesakitan yang bertahun-tahun menjadi keseharian hingga air mata tiada harganya.

Jarinya terangkum tangan mungil menghentikan langkahnya, seulas senyum ia berikan pada pria kecil kecintaannya. Sedang pasangan paruh baya tersedu menatap wajah sembabnya.

"Bisakah kembali kau pertimbangkan pilihanmu? Ada satu nyawa lagi yang harus kau jaga."

Wanita itu tersenyum, "Aku sudah pertimbangkan segalanya. Tentang dia, aku sudah mengantongi izin untuk membawanya." Kepalanya mendongak setelah mengecup dahi prianya membiarkan pria dewasa di sampingnya meraih dalam gendongan.

Mendapati wajah wanita yang disayanginya layak ibu telah basah oleh air mata membuat tangisnya ikut pecah, ia memeluk tubuh wanita paruh baya itu. "Maaf Mom, kali ini izinkan aku memilih jalanku." Suaranya parau, "Ternyata mencintainya tidak semudah itu dan aku mulai lelah. Aku butuh menghentikan ini, semuanya tidak sehat."

Wanita yang dipanggilnya Mom semakin tersedu, pria paruh baya disampingnya mengelus pundak dua wanita tersayangnya. "Layaknya janjiku, saat priaku telah dewasa, aku akan mempertemukan dengan dia lagi. Setidaknya dia tidak pernah membenci darah dagingnya." Ia menggigit bibir menahan isakan sekuat kemampuannya.

Pelukanya berurai, ia mengusap pipi yang mulai keriput. "Jaga dirimu, maafkan Mom dan Dad telah memberikan jalan pahit padamu. Kau wanita tegar, jaga mereka. Mereka adalah hati kami." Kepalanya mengangguk meski terisak, rungunya masih jelas menangkap ucap Mom.

"Kau tetap anakku, jangan lupakan kami. Doaku menyertai langkahmu, nak." Ucap Dad tegar, meski ia tidak berbohong jika hatinya mengerang.

Pasangan paruh baya itu memeluk erat pria kecilnya dan mendaratkan kecupan dalam. Wanita itu tersenyum, meski rasanya ia bersalah memisah jalinan darah namun dirinya juga tidak sanggup menapak di kota ini. Lukanya sudah begitu banyak dan ia butuh menyembuhkan diri. Netranya memejam, dadanya masih terasa sesak mengingat nama pria yang masih setia bertengger dalam kalbu.

Selamat tinggal, semoga kau bahagia.

Hurt Me [BBH] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang