Part 1

13.7K 1.4K 52
                                    

Are all farewells this painful to death?  I'm choked up, I can't even breath

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Are all farewells this painful to death?  I'm choked up, I can't even breath. Time goes by but it's no use. Please heal my heart. So I can smile a little.

T-Ara, SeeYa, 5dolls, Speed - Painkiller

T-Ara, SeeYa, 5dolls, Speed - Painkiller

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sakit oppa."

"Sakit sekali."

"Ampun."

"Maafkan aku."

"Jangan, aku mohon jangan."

Isakan pilu menggema, wajah cantik di hadapannya menatap nanar berlinang air mata. Mata indahnya kini sembab membengkak. Wanita itu menatapnya lelah tanpa berniat mendekat, semakin ia menuntun tubuh mendekati wanita itu semakin jauh. Perlahan bayang wanita itu menjauh, hingga menghilang dari pandangnya.

"Tidak jangan, jangan pergi!"

Tubuhnya terduduk, nafasnya terengah bersama peluh menetes di pelipis. Mimpi itu lagi, mimpi yang hampir sama menghantuinya selama bertahun-tahun. Mimpi yang mampu mengoyak hatinya perlahan, begitu perih dan menyakitinya.

"Mimpi buruk lagi, Tuan?" suara dari ambang pintu tak membuatnya menoleh, ia hanya mengangguk pelan. Pria itu meraih gelas di atas nakas lantas meneguknya hingga tandas. Jika sudah begini ia akan sulit kembali tertidur. Ia menghela berat, kepalanya mengadah menatap langit kamar yang membias cahaya remang lampu tidur.

Kau dimana?

***

Cuaca cerah menuntun pria berbalut pakaian santai mengelilingi kota London, maniknya menerawang menepis segenap sesak yang kerap menghimpit jantungnya. Ini sudah tahun kelima pencariannya, wanita itu masih juga tidak ia temukan.

Kekuasaan yang biasa membuatnya mampu melakukan apapun, kini tidak berguna. Orang-orang suruhannya menyerah menemukannya. Wanita yang telah mempora-porandakan hidupnya kala ia menghilang dari jangkauan.

Kadang pertanyaan itu terbesit dalam diri, mengapa ia harus mencari? Bukankah dulu ia sendiri yang mendepak wanita itu dari hidupnya? Lantas apa yang membuatnya hilang arah tanpa genggaman tangan lembut yang kerap ditepisnya dengan kasar?

Ia ingat bagaimana ia memperlakukan wanita itu dulu, membayangkannya saja sudah sesakit ini. Bagaimana dulu wanita itu mampu berdiri tegak di sisi bajingan seperti dirinya? Bahkan wanita itu tetap tersenyum seolah apa yang menyakitinya tidak pernah terjadi.

Empat tahun mereka saling mengenal, tiga tahun ia hidup bersama wanita itu. Sekalipun tidak pernah didengarnya wanita itu mengeluhkan perlakuan kasarnya. Setelah disiksapun wanita itu hanya menangis, hanya sebentar dan kembali bersikap seolah itu tidak terjadi.

"Tuan, ibu anda menelpon."

Suara bariton Jiyoung -asisten pribadinya- membuyarkan lamunan, pria berusia beberapa tahun di atasnya tengah berdiri menyodorkan benda persegi panjang keemasan padanya. Ia menerima dan menempelkan ponsel pintar di telinga kirinya.

"Hallo Mom."

"Nak, pulanglah. Sudah satu bulan kau di Eropa. Mungkin dia memang tidak di sana." pria itu hanya bungkam, maniknya tertunduk lesu. Wanita di seberang sana menghela nafas, "Baekhyun, dengarkan ibu. Kau mungkin merasa sangat bersalah, tapi jangan sampai mengorbankan orang lain. Perusahaan membutuhkanmu nak."

Pria bernama Baekhyun itu mengangguk meski sang ibu tidak melihatnya, "Beri aku waktu seminggu, aku akan pulang." lirihnya. Tanpa menunggu balasan, ia menutup sambungan sepihak.

"Tuan, maaf. Dari hasil pencarian, kemungkinan besar Nyonya memang berada di sini." Baekhyun menoleh, matanya menatap antusias menunggu kelanjutan ucapan Jiyoung.

"Tempat tinggalnya memang belum ditemukan, tapi beberapa informasi dan rekaman CCTV menangkap keberadaan Nyonya di London." jelasnya.

Baekhyun tersenyum, Jiyoung yang melihatnyapun tertegun. Sudah lama ia tidak melihat senyuman tuannya. Setahun setelah kepergian mantan istri tuannya dari hidup pria itu, kebenaran terkuak yang malah membuat Baekhyun meratapi setiap apa yang dia lakukan. Binar mata Baekhyun meredup dan semakin meredup setelah bertahun-tahun pencariannya gagal. Kali ini Jiyoung turut senang melihat binar itu tampak lagi.

Jiyoung berjanji dalam hati akan membantu agar wanita itu kembali pada Tuannya.

***

"Jinyoung."

"Ya, tuan?"

Pria itu menatap asistennya lekat, tatapannya masih sesendu biasa. Meski kabar baik telah mampir di telinganya tak lantas membuatnya lega. Begitu banyak hal berkecamuk dalam dadanya, sesak yang dulu menjadi milik wanita itu turut ia rasakan. Jika ia saja merasa sakit yang amat sangat, lalu bagaimana dengan wanita itu?

"Jika aku menemukannya, apa yang harus kulakukan?"

Jinyoung tersenyum maklum, ia paham hal yang terlintas dalam benak tuannya. Telah lama ia mengabdi pada pria Byun itu, sekelebat kisah masa lalu telah ia ketahui alurnya hingga bagaimana penyesalan menghantam dengan kejam.

"Anda lebih tahu apa yang harus anda lakukan."

Baekhyun tertunduk, jemarinya saling meremas, sesak dalam dada kian nyata. ingatan demi ingatan perlakuannya terdahulu terus menghantamnya. Jerit kesakitan akibat perbuatannya terus menggema dalam kepala. Matanya memanas, bagaimana mungkin dirinya dulu begitu tak berperasaan? Bahkan rasanya binatang lebih memiliki hati dibandingnya. Ia menggeleng lemah, berkali-kali helaan nafas keluar dari bibir tipisnya namun sesak itu justru semakin menghimpit.

"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, begitu berdosanya aku atas kehancurannya. Wanita tak berdosa yang rela menyerahkan dirinya pada iblis sepertiku."

Bibir Jinyoung mengukir senyum tipis, tangannya menepuk pelan pundak pria itu. "Anda bukan iblis, hanya saja cinta membuat anda kehilangan jati diri." ujarnya tulus, ia telah mengenal pria ini berbelas tahun lamanya dan ia mengenal sifatnya dengan jelas. Baekhyun pria baik, maka dari itu wanita itu sempat begitu mencintainya. Namun, kehadiran cinta lain membuatnya buta.

Dalam hati Jinyoung berdoa semoga wanita itu masih mencintai tuannya. Ia tahu tidak mudah bagi Baekhyun mendekap lagi raga rapuh itu, setidaknya rasa sentimental akan berpengaruh meski hanya sedikit.

"Mungkin nanti anda harus lebih bersabar jika ingin Nyonya kembali."

Pria itu mengangguk ia paham maksud Jiyoung, kaca yang telah pecah tak dapat kembali utuh. Jika itu hanya kaca, ia akan menggantinya dengan yang baru. Namun ini hati, yang hanya satu bagi setiap manusia. Hati yang begitu murni sejak pertama kali mereka dipertemukan dan ia tak pernah menyadari. Bodoh kau Byun Baekhyun ejeknya dalam hati.

Dulu, bahkan peringatan dari orang tua ia abaikan. Baginya hanya wanita ular itu yang sempurna, sedang dirinya mencampakkan bagian terbaik dari hidupnya. Percuma dirinya menjadi lulusan terbaik Harvard sedang otaknya begitu bodoh mengolah logika. Kini saat kesadaran kembali padanya, hatinya terasa kosong. Baekhyun tersadar wanita itu memiliki ruang tersendiri dalam hatinya. Ia bahkan rela bersujud di kaki wanita itu asalkan kembali padanya. Kali ini Baekhyun ingin menawarkan kebahagiaan, bukan kesakitan seperti terdahulu.

Hurt Me [BBH] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang